Chapter 17

13.8K 695 13
                                    

Derian POV

Pagi ini ada kabar gembira yang kudengar di telingaku, bahwa aku akan pulang dari rumah sakit. Setelah berhari-hari berada di dalam ruangan serba putih, beraroma klorin dan obat akhirnya hidung dan penglihatanku ini bisa ku segarkan lagi. Meskipun tangan kananku masih belum terlalu pulih, tapi tak apa yang penting aku bisa kembali tidur di atas kasur empuk di rumahku.

Pagi ini juga Zahra mengajakku untuk berkeliling rumah sakit untuk yang terakhir kalinya. Tapi aku menolaknya karena menurutku dia terlalu kekanak-kanakan, setelah saling beradu argumen sebentar pada akhirnya dia sendirian yang berjalan-jalan mengelilingi rumah sakit.

So sekarang aku berada di kamar perawatanku sendirian, dan daripada harus mengikuti ajakan Zahra aku lebih memilih untuk membaca berita di internet. Suasana di kamarku ini entah kenapa terasa begitu asing dan sangat sunyi, hanya ada bunyi ketukan jam dinding yang kudengar. Membuat kelopak mataku kembali tergoda untuk ku pejamkan, aku mencoba beberapa kali menggelengkan kepala untuk kembali ke alam sadarku.

Hingga akhirnya aku memilih untuk menaruh kedua telapak kakiku di atas lantai yang sangat dingin. Berjalan berkeliling kamar mungkin pilihan tepat untuk mengusir kantukku, sempat tergoda hatiku untuk keluar kamar menghirup udara segar, dan aku mengurungkannya. Tapi ternyata pikiran dan tubuhku ini memang tidak bisa akur, aku tetap saja melangkahkan kakiku keluar kamar sambil mengendap-endap takut kalau Zahra akan mengejekku bila dia tau akhirnya aku mengikuti ajakannya.

Ternyata Zahra benar, berjalan mengelilingi rumah sakit bisa membuat otak dan tubuhku menjadi segar. Kebetulan bentuk rumah sakit ini mirip seperti sebuah lingkaran, dengan taman kecil di bagian tengahnya. Jadi jika bosan berada di dalam kamar banyak pasien yang memilih untuk berjalan di atas rumput hijau di taman.

Namun, berbeda denganku karena aku orang yang kurang suka dengan keramaian jadi aku memilih untuk berjalan di lorong sepi sambil menatap ke arah taman memandangi setiap daun, dahan dan rerumputan yang nampak berkilau memantulkan cahaya dari tetesan air di permukaannya. Cahaya matahari menyalurkan sinarnya di atas kulitku, menyebarkan kehangatan dan membiarkan tubuhku menyerap energinya.

Aku memejamkan mataku sejenak menikmati setiap hembusan angin yang menggoda pipiku, tapi saat kubuka kembali kedua mataku ini teralihkan oleh sesuatu.Sesuatu yang lebih indah daripada sekuntum bunga yang baru merekah, dengan cahayanya yang lebih hangat dari matahari, dan itu adalah seorang Zahra yang sedang tertidur di bangku yang berada di sudut taman.

Bagaimana bisa dia tidur di taman seperti itu ?

Mataku tidak bisa berkedip melihat betapa indahnya wajah seorang Zahra yang tertimpa sinar mentari. Dengan matanya yang masih terpejam sempurna, dan bibirnya yang mengerucut dalam tidur, membuatku gemas. Tanpa kusadari pikiran erotis mulai menginvasi isi kepalaku, aku menjadi membayangkan bagaimana kalau aku memandang wajahnya yang kelelahan setelah semalaman kami melakukan seks. Tapi itu hanya akan menjadi khayalan paling terkotorku tentang Zahra.

Namun, pemandangan indah yang sedang asik kunikmati itu harus terganggu. Karena kehadiran seekor serigala berbulu domba, yang bukan lain adalah si Jhonson. Ku perhatikan terus gerak-geriknya yang seperti mengendap-endap menghampiri Zahra dan duduk di sampingnya.
Mataku terasa perih ketika meneliti gerakannya, seolah aku seekor singa yang sedang mencengkram mangsanya.

Aku kira pria seperti dia tidak bisa melakukan hal aneh kepada seorang Zahra, tapi adegan yang ia lakukan di depanku sekarang telah menunjukkan kalau pria itu memang benar ada rasa pada istriku.

Istriku ?

Adegan demi adegan yang ia lakukan entah kenapa membuat hatiku terasa sedikit nyeri. Ia mendekati wajah Zahra dengan jarak yang sangat dekat, bahkan ia mengelus-elus pipi dan menyusuri setiap sudut wajahnya dari mata sampai bibir Zahra dengan telunjuknya. Gerakannya yang begitu halus masih belum membangunkan Zahra dari tidurnya. Tidak cukup sampai di situ ia sekarang mulai berani mendekatkan bibirnya ke atas bibir Zahra, membuatku mencengkram kuat tanganku hingga buku-buku jariku memutih.

Husband For ZahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang