Love you too...
Miss you too...
Ujarku pelan dan lirih di bibir ini membalas ucapan terakhir Kharina sambil masih menatap isi surat. Dia sungguh telah pergi dari Villa ini, aku menatap ke arah jendela dengan pandangan kosong. Dalam pikiranku aku mengatkan apa yang ingin Kharina beri taukan padaku?
Kharina benar kalau aku memang harus dengan segera mencari kebenaran yang terselip di kebohongan. Aku harus membawa kabar gembira pada Kharina soal aku tidak menghamili Venitha. Dan Kharina akan memberi tahukan apa yang ingin ia katakan padaku.
"Baiklah Kharina, aku tidak akan mencarimu sementara ini sebelum kebenaran terungkap, sesuai dengan ke inginanmu" janjiku
Tiba-tiba sebuah mengejutkanku ketika aku tengah melamun dan berpikir. Ringtone ponselku memecah lamunanku. Ku tengok siapa yang meneleponku, aku tersentak dan hampir syok, "mami?" gumamku. Tak ambil waktu lebih lama aku dengan cepat menggeser tombol hijau di ponsel i-phone ku.
"Ha..hallo mam?" tanyaku rada gagap
"Heh anak bodoh, dimana kau sekarang? Cepat pulang! Aku ada di rumah sekarang!!" bentaknya di telepon sehingga membuatku harus menjauhkan ponsel dari telinga, kalau tidak maka gendang telingaku akan jebol
"A-aku di Villa Bandung mam.." kataku masih terasa gagap
"Cepat pulang kau anak bodoh! Aku menunggumu di Jakarta!" katanya lagi masih dengan kebiasaannya memanggilku anak bodoh
"Baik mam, aku bakal balik ke Jakarta sekarang." janjiku mengindahkan. Mami menutup ponselnya setelah ku janjikan demikian.
Jujur, aku memang harus pulang ke jakarta dengan segera. Kalau tidak maka akan ada bencana di rumah, Karena Venitha ada disana, aku yakin mami tidak akan berhenti mengomel dan membully Venitha disana. Karena kalau mami sudah membenci seseorang maka dia tidak akan mudah kembali untuk menyukai orang tersebut. Aku tahu dengan sangat sifat ibu ku sendiri. Lagi pula aku merindukannya setelah dua tahun lebih tak pernah bertemu. Ingat mami ingat pula pada kejadian dua tahun lalu yang membuatnya kecewa padaku dan Venitha.
*flash back*
Widya sudah menyetujui hubungan Zayn dan Venitha. Serta Widya sudah memiliki niat untuk melamarkan Venitha demi putranya. Widya mengabari semua sanak sodaranya agar ikut meramaikan lamaran tersebut. Cin-cin dan barang bawaan ala kadarnya untuk melamar telah ia siapkan dan tibalah hari untuk melamar si calon menantu.
Zayn dengan gagahnya telah rapi dengan style jass-nya untuk melamar sang kekasih. Dia dan ibunya serta sanak sodaranya kala itu tengah berada di depan pintu rumah Venitha untuk melamarnya. Zayn juga tak lupa mengundang beberapa teman wartawan untuk meliput hari yang membahagiakan itu. Zayn mengetuk pintu beberapa kali, namun belum ada yang membuka dari dalam. Hingga ketukan yang kesekian kalinya akhirnya ada juga yang membukakan pintu. Venitha membuka pintu dengan santainya. Zayn memberi senyum padanya, namun ia melihat ada yang janggal pada diri kekasihnya. Ia tak memakai kebaya sewajarnya, malah berpakaian jeans dan t-shrit serta menjinjing koper di tangannya.
"Sayang, kenapa kamu belum siap? Dan kenapa kau membawa koper? Se-seperti hendak pergi?" tanya Zayn dengan nada khawtir
Venitha tak langsung menjawab, dia menunduk sejenak dan mengangkat kembali wajahnya, "memang aku akan pergi Zayn, dan mungkin tidak akan kembali lagi!" dengan santai dan tanpa dosa Venitha berucap demikian
Semua orang yang mengantar lamaran terheran dan saling pandang satu sama lain. Menggumam membicarakan apa yang mereka dengar barusan dari wanita yang ingin di persunting Zayn.