"Apa mami sakit??" pertanyaan itu yang menaungi pikiranku saat ini."Zayn, cepatlah kau buka isi amplop itu!!" suruh mami padaku menghentikan bengongku sejenak
"I-iya mam." turutku
Perlahan ku buka perekat amplop itu dan mengintip isinya dari jarak mata yang cukup jauh. Setelahnya ku keluarkan isi dari dalam amplop persegi panjang itu. Kubuka setiap lipatannya, dan kini tulisan surat itu dapat ku pandang bebas dan membacanya secara detail dari awal hingga akhir. Dan betapa terkejutnya aku di saat menerima kenyataan yang sesungguhnya bahwa istriku Kharina tidak mandul, alias ia tengah mengandung benihku 2 bulan. Aku menatap mami, mami tersenyum haru padaku, ku peluk mami tanpa kata lagi, mami mengelus kepalaku dan mengucapkan selamat "Selamat anak bodoh! Kini kau akan menjadi seorang ayah!" ucap mami yang membuatku ingin meluncurkan bulir-bulir bening dari mataku yang sejak tadi ku bendung. Pertahananku roboh, kini aku menangis di pelukan mami dengan rasa haru dan bahagia. Tak lupa aku ucapkan beribu syukur pada yang kuasa. Satu persatu kebenaran mulai terungkap.
Mami melepaskan pelukannya dan mentoyor kepalaku pelan "basuh air matamu! Kau ini akan jadi seorang ayah! Apa kau tak malu jika nanti kau di ton-ton sama anakmu sedang menangis seperti ini?" tanya mami
Aku juga tidak mengerti, kenapa aku ini jadi cengeng seperti ini? Tak apalah, yang penting aku sedang bahagia sekarang mendapatkan kenyataan yang luar biasa super.
"Mih, kenapa bisa Kharina hamil?" tanyaku penasaran
Mamipun menjelaskan sedetail-detailnya tentang petugas rumah sakit yang datang kemari meminta permohonan maaf karena telah salah analisa dalam memeriksa urine Karina. Aku sudah faham tentang penjelasan mami. Satu lagi yang belum ku fahami...
"Mih, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanyaku sambil berusaha mengusap air mata haruku
"Kau cari dia, kau buktikan kalau kau ini adalah ayah yang bertanggung jawab untuk anakmu!" lagi-lagi mami memberiku suport. Meski mami sifatnya kasar dan sedikit arogan, tetapi sebenarnya hati mami lembut selembut sutera, penyayang dan pengertian.
"Mih, apa Kharina tau soal dirinya hamil?" tanyuku lagi dengan suara menjadi serak akibat menangis
Mami seperti berpikir ragu, setelahnya "Mami tidak tau soal itu, Zayn. Maka dari itu kau cari dia dan bicara padanya, apakah dia tau atau tidak soal dirinya mengandung?" mami memberiku semangat tak terduga
Aku mengangguk mengerti, tiba-tiba aku teringat akan suatu kata dalam isi surat yang Kharina titipkan pada mang Darto. "Apakah ini yang ingin Kharina beri taukan padaku?" batinku seakan bersorak mengiyahkan.
Aku berdiri dan hendak pergi meninggalkan mami. Mami memanggilku dan menghentikan langkahku.
"Zayn, kau mau kemana?" tanya mami yang masih terduduk di sofa
Aku melirik mami "aku mau cari Kharina mih!" jawabku semangat
Mami bangkit dari sofa mengangkat pantat demplonnya menuju arahku, lagi-lagi mamih mentoyor kepalaku, membuatku kesal dengan sikapnya yang tak henti menganiyaya putra semata wayangnya ini. "Mih, kenapa selalu begitu? Kenapa kepalaku selalu jadi sasaran kekesalan mami?" tanyaku kesal
"Otak kau ini dimana? Apakah otakmu sedang pergi berlibur?" pertanyaan di jawab pertanyaan
"Maksud mami? Kan mami sendiri yang menyuruhku untuk mencari Kharina?"
"Tapi tidak malam-malam begini pula, anak bodoh!!" katanya sambil mengipasi diri sendiri menggunakan kipas tangannya
saking semangatnya, aku lupa kalau hari mulai gelap, dan aku harus bersabar menunggu pagi bersambut untuk mencari istriku yang tengah mengandung 100% benihku.