Zayn pov.
"Wanita itu begitu menjengkelkan, mulutnya tak henti selalu bercerocos tentang pernikhan yang tak ku harapakan." gumamku ketika sudah berada di rumah ku bantingkan bokongku dengan kasar keatas sofa sambil kepala ku senderkan pada sofa empuk ini, dengan pikiran kalang kabut di otakku.
"Rasanya puas aku sudah meninggalkan dia di jalanan!" desahku dengan mengangkat sudut bibir kananku
"Siapa? Siapa yang kamu tinggalkan di jalanan Zayn?" tiba-tiba mami muncul dan mengejutkanku
"Mam?"tanya Zayn sembari merapikan duduknya, mengubah posisi duduknya
"Siapa yang kamu tinggal di jalan?" tanya mami lagi
"Heuh! Venitha mih?" ucapku sambil mendengus
Reaksi mami biasa saja tak ada respon apapun, yang mami ingin tahu bagimana rencana pernikhanku dengan wanita pesikopat itu.
"Zayn, apa benar kamu akan menikah wanita aneh itu?" tanya mami dengan wajah sedihnya
Aku menghela nafas panjang,menghirup udara yang ada di sekelilingku, lalu ku keluarkan dengan kasar.
"Iya mih, terpaksa aku harus menikahinya, itu janji ku padanya!" jelasku lirih
"Lalu, bagaimana dengan Kharina?" tanya mami sedih
Ku putar ingatanku kepada Kharina, entah apa yang harus ku lakukan untuknya? Apa aku harus meninggalkan Kharina dan membiarkan anak kandungku hidup tanpa seorang ayah? Fikiranku mulai kacau serta kalang kabut. Aku tak menjawab pertanyaan mami, dan aku berdiri sambil berucap " mih, aku masuk kamar dulu ya." akupun pergi meninggalkan mami dan membiarkannya sendiri di ruang utama dengan kekecewaannya.
____
Saat di kamar.
Ku buka baju kaos pressbody ku setelah berada di kamar, dan kubiarkan setengah telenjang badanku. Saat aku hendak membuka pintu lemari untuk mengambil baju, tiba-tiba aku di kagetkan dengan suara pintu yang di buka dengan kasar.
"Bagus, bagus ya, setelah kau tinggalkan aku di jalanan kau enak-enakan bersantai di kamar mu!" ucap seseorang yang tiba-tiba ada di kamar ku
"Memang kenapa? Apa kau tidak menerimanya? Kalau tidak, kau bisa pergi saja dari kehidupanku, karena sikap dan kelakuanku akan tetap seperti ini walaupun kita sudah menikah, jadi lebih baik kau fikirkan sekali lagi untuk menikah denganku!" jawabku sekaligus berusaha menakutinya
"Tidak, aku tidak akan berfikir dua kali untuk menikahimu, meski sikapmu seperti ini, aku yakin suatu saat kau akan luluh padaku, malah kau akan bertekuk lutut padaku" ucapannya begitu yakin sekali membuatku ingin muntah di hadapannya yang tengah bersidekap tangan di dada layaknya nyonya di rumah ini
"Kau jangan berkhayal terlalu tinggi jangan bermimpi terlalu jauh." ketusku sambil berlalu meninggalkannya ke atas kasur padahal badanku belum ku pakaikan kaos
"Zayn, kau berkata tadi kalau pernikahan kita tidak akan di gelar secara meriah, dan akan di gelar se sederhana mungkin, hanya kerabat dan teman dekat, kalau begitu aku setuju denganmu." tiba-tiba dia berkata lagi dan mendekati ku di ranjang dia mulai terduduk di bibir ranjang
"Baguslah kalau kau setuju!" ucap ku singkat di balik selimut
"Ya, tapi ada syarat nya Zayn." ucap dia lagi
Ku sibak selimut dengan kasar yang menutupi tubuhku, lalu duduk menyender di head board ranjangku.
"Heuh, syarat apa lagi yang kau minta? Bukankah semuanya sudah kau dapatkan Venitha?" ketusku lagi sambil mendengus