Zayn pov.
"Kharina! Kamu kenapa?"
Aku bertanya kepada Kharina yang sejak pulang dari kantor mbak Metha begong terus, seperti ada yang di sembunyikan, aku tidak tahu pasti apa yang dia coba sembunyikan dariku, sejak tadi mbak Metha ketika di kantor mengajak dirinya mengobrol, sama sekali dia tidak memperdulikan mbak Metha yang tengah berbusa bicara pada dirinya.
"Zayn!" panggil Kharina
"Ya ?" jawabku
"Zayn, jika kamu melihat teman yang menjadi musuhmu melakukan hal yang dapat menjadi aib bagi dirinya, apa kamu akan menggemborkan aib itu di kesemua orang?"
Pertanyaan Kharina aneh dan mengherankan, sebenarnya dia sedang bicara apa? Aku tidak mengerti arah pembicaraannya, aku hanya bisa mengkernyitkan keningku saja dengan terheran. Aku tahu Kharina sedang meminta pendapatku, akupun coba berbagi pendapatku padanya, pendapat terbaikku.
"Kharina, kalau itu menurutmu aib, tentu saja kamu tidak boleh menggemborkan aib seseorang itu, hukumnya tentu dosa, lebih baik kamu lupakan, dan biar Tuhan yang mengurus semuanya, serahkanlah sesuatunya pada Tuhan, jangan kamu mengikuti rasa dendam dan amarhmu!" ungkapku memberi pendapat dengan kata sok bijak.
Entah kenapa kata-kata bijak itu tiba-tiba saja keluar dari mulutku, seperti perkataan orang benar saja, gumamku dalam hati. Dan kulihat Kharina tengah mengangguk, sepertinya dia mengerti. Yang aku heran dan ingin ku ketahui, siapa orang yang di maksud Kharina dengan memiliki sebuah aib?
Tak terasa kamipun mulai sampai di rumah, Aku coba bersikap baik padanya, perlahan aku bukakan seatbelt yang merekat pada tubuhnya, ketika aku menengadah ke arahnya untuk menjangkau seatbelt, tiba-tiba jantungku berdegup ketika melihat bibir Kharina yang tengah terbuka sedikit dengan pandangannya yang kabur, dia pasti tidak sadar kalau aku tengah memperhatikan bibirnya. Entah kenapa aku ini, selalu saja masih merasa deg-degkan ketika berhadapan dengannya, padahal kami sudah sering melakukan itu.
Mestinya itu sudah menjadi hal biasa bagi kami, namun tidak bagiku, aku merasa masih menjadi pengantin baru bila bersamanya. Aku coba untuk menjulurkan bibirku ke arahnya, dan sebentar lagi bibirku dan bibir Kharina akan segera beradu.
"Dasar mesum! Dalam mobil saja masih sempat-sempatnya mencari kesempatan!"
Kharina mendorongku yang ketika itu hampir melumat bibirnya, aku kira dia masih melamun, ternyata dia merasakan nafasku yang hangat hampir menyentuh bibirnya. Aku susul Kharina yang tengah kabur dari mobil menuju rumah.
Aku kira dia akan menuju ke meja makan untuk menyantap makan malam, ternyata dia menuju kamar, sepertinya dia akan menungguku disana, aku tidak sabar untuk bermain lagi di ranjang dengannya, gumamku dalam hati, dan mulai berusaha menjejaki anak tangga satu persatu untuk menyusul Kharina.
Nampak Kharina yang tengah membuka bajunya di kamar, dia hanya memakai bra dan celana dalam saja. Aku coba tangkap tangannya yang hendak membalutkan busana tidur ke tubuhnya, Kharina mendelik ke arahku sambil mengkerutkan keningnya.
"Kenapa? Aku mau di baju!"
Aku rampas baju itu, dan ku lempar ke sembarang tempat, mata Kharina langsung terbelalak ketika aku melempar piamanya "hey, Zayn, apa yang kamu lakukan?" Kharina mulai bertanya dengan nada resahnya. "Aku lebih suka melihat kamu seperti ini saat di kamar bersamaku, aku tidak suka kamu memakai piama tangan panjang itu, membuat nafsuku berkurang!" bisikku di telinganya.
Mungin saat ini hati Kharina sedang berkata-kata bahwa aku ini seorang yang mesum, tetapi itu tidak penting! Karena dirinyalah yang membuat aku menjadi mesum. Salahnya kenapa mempunyai wajah cantik dan body sexy. Bukan itu saja sebenarnya yang membuat aku jatuh cinta padanya, aku jatuh cinta padanya, ketika aku berhasil mendapati menembus selaput dara perawannya dengan Zayn kecilku ini, Zayn kecilku yang nakal selalu meminta jatah malam pada Kharina. Kharina membuatku salut dengan kepandaiannya menjaga mahkota paling berharganya.