SLB - 1

453 12 0
                                        

Hentakkan kakinya mengiringi gerakan tangannya yang sedari tadi dibolak-balik untuk melirik jam di tangan kirinya. Sudah satu jam ia menunggu tapi sahabatnya tak kunjung datang.

"Lo dimana sih, buk? kebiasaan deh!" sungutnya begitu telfon di seberang diangkat

"Duh sorry Nak, gue tiba-tiba harus ngadep dosen jadi gue suruh temen gue jemput lo. Tadi juga udah gue kasi nomor hp lo. lo jangan kemana-mana pokoknya"

"Nyebelin lo!" ucapnya sebelum memutuskan sambungan telfonnya

Siapa lagi kali ini?

Lagi-lagi Nina tahu ini hanya akal-akalan Sinta yang tak hentinya menjadi mak comblang untuk dirinya. Beberapa kali Sinta menyodorkan teman sekampusnya atau teman Galih, pacarnya untuk dikenalkan pada Nina.

Nina juga tahu maksud sahabatnya itu baik, hanya tidak ingin melihatnya sendiri dan terus menutup hati untuk mendapatkan cinta yang baru. Sosok laki-laki di masa lalunya terlalu kuat membayanginya sehingga rasanya membuka hati untuk laki-laki lain sangatlah susah.

Berkali-kali Sinta menyadarkannya dengan kata-kata yang ceplas-ceplos tanpa saringan, bahkan tak jarang keduanya mogok bicara hanya karena kata-kata Sinta yang menyakitkan bagi Nina ataupun karena masalah Nina yang tak mau dicomblangi. Tetapi Sinta adalah Sinta, sahabatnya yang selalu menjadi pelindungnya, penghiburnya dan yang selalu bisa meruntuhkan tembok permusuhan ketika keduanya tengah berselisih.

Itulah mengapa Nina memanggilnya Ibuk karena sosoknya yang keibuan walaupun dengan sikap kejam ala premannya. Sinta akan menjadi orang yang berdiri paling depan untuk melindunginya. Dan Nina adalah satu-satunya sahabatnya yang ada di jangkauannya yang akan ia lindungi jika ada dalam sebuah bahaya selain Fani dan Oka yang kini tengah melanjutkan kuliahnya di kota kembang, Bandung.

Sebuah panggilan dari hp nya mengalihkan pikirannya akan rasa kesalnya pada sahabatnya itu.

"Ya, halo?"

"Nina ya? Gue Revan temennya Sinta yang disuruh jemput lo. Sekarang gue udah di depan kampus lo"

"Oh iya... gue ke depan. Tapi lo yang mana?"

"Jazz silver yang pake kaos putih kemeja merah kotak-kotak"

"Oke..."

Tak lama setelah menemukan ciri-ciri yang disebut Revan, Nina segera menghampiri dan masuk ke dalam mobil. Kesan pertamanya saat melihat dan berkenalan langsung dengan Revan adalah laki-laki itu cukup tampan dan easy talking terbukti dari dia yang mudah membuka dan mengimbangi obrolan pembicaraan.

"Mampir ke Ragusa mau nggak?"

"Eh?" Nina menolehkan kepalanya ke arah Revan. Malas sebenarnya untuk meng-iya-kan karena hari ini badannya terasa benar-benar capek setelah seharian berkutat dengan urusan kampus. "Iya boleh. Tapi jangan lama-lama ya?" lanjutnya menghargai tawaran Revan.

Nuansa tempo dulu sangat terasa begitu menginjakkan kaki di kedai es krim tertua yang terletak di bilangan jakarta pusat itu. Foto-foto jaman dulu menghiasi setiap dindingnya, kursi-kursi dan meja sederhana yang terbuat dari rotan serta pelayan yang semuanya bapak-bapak semakin memperkental suasana tempo dulu.

"Jadi nama panjang lo, Kanina Asya Puteri?" Revan kembali membuka obrolan begitu pelayan mengantarkan es krim pesanan mereka.

Menganggukkan kepalanya, Nina membenarkan pernyataan Revan sambil mencicipi Banana Split nya. Kandungan potasium dalam potongan pisang yang ada dibawah tiga scoops es krim rasa vanilla, coklat dan strawberry serta taburan topping kacang memberikan efek yang menenangkan dan rasa manis yang lembut begitu sudah tertelan melewati tenggorokannya. Sedikit mengurangi rasa capeknya. It's good! Batin Nina

"Oke. Dan karna gue suka yang beda, boleh donk gue panggil lo tuan putri?"

Nina sontak mengalihkan pandangannya mendengar permintaan Revan. Panggilan itu cuma dia satu-satunya yang memanggilnya tuan putri. Dan ketika sekarang ada orang lain yang memanggilnya dengan sebutan yang sama, hatinya seolah berteriak. Nina benci saat setiap sudut di sekitarnya mengingatkannya kembali pada dia yang bahkan ia sendiri tak yakin laki-laki itu masih mengingat ataupun memikirkannya.

All the memories comeback, but he never does. Nina benci berharap laki-laki itu datang kembali tetapi kenyataannya tidak demikian.

"Lo akademik aja pinter tapi logika lo selalu nggak jalan tiap lo inget cinta monyet lo. come on, Nak itu cuma cinta monyet! Sampai kapan lo mau gitu terus? move on dan buka hati lo buat yang lain"

Kata-kata Sinta benar-benar baru terasa menusuknya kali ini. Ya, Sampai kapan ia akan selalu terbayang cinta masa lalunya? Cinta monyetnya? It has been 7 years dan siapa tau dia disana malah sudah menemukan pengganti dirinya?

"Cheesy banget. Nggak ada panggilan yang lain? By the way, nggak ada yang pernah panggil gue, Asya loh. Lo boleh kalo mau panggil gue seperti itu" tawar Nina dengan senyumnya. Belum bisa menerima orang lain memberi panggilan 'tuan putri' untuknya.

"Asya..." Revan mengangguk-angguk mengucapkan nama itu "Sounds beautiful, kaya orangnya" tambah Revan dengan senyum menggodanya

Gombal. Satu lagi penilaian Nina terhadap Revan setelah memujinya cantik dengan senyuman menggodanya. Ya, tidak munafik sisi lain hatinya merasa senang mendengar pujian parasnya dari lawan jenisnya. Wanita mana yang tidak senang dipuji?

"Kenapa lo nggak mau gue panggil tuan putri?" tambah Revan lagi tidak puas dengan jawaban Nina

"Lo orang yang kekeuh juga ya ternyata" Ujar Nina menilai Revan

"Pertama kita baru kenal, kesannya terlalu intim aja kalo lo harus manggil gue seperti itu. Dan kedua, hidup gue bukan dongeng atau cerita di novel-novel sehingga harus dapat panggilan seperti itu. Gue nggak se spesial itu" tutur Nina

"Gue pengen kenal deket sama lo. Jadi, apa masih boleh nantinya gue panggil lo seperti itu kalo kita udah saling kenal dan akrab?"

"Yap, gue orang yang to the point. Gue nggak suka basa-basi. Itu kan penilaian lo sekarang tentang gue?" tambah Revan seolah membaca pikiran Nina.

"Terserah lo" balas Nina mengedikkan bahunya sambil terus menghabiskan Banana splitnya. Tidak akan selesai berdebat dengan orang yang kekeuh.

"So, i guest lo ngijinin gue buat deket sama lo, right?" ucap Revan memastikan

"Hemmm"

"YESS!!!" seru Revan

Tidak ada salahnya berteman, urusan hati akan terbuka apa tidak, dilihat saja nanti.

***

24-11-2015 / 18:28 WIB

Second Love BlossomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang