SLB - 5

159 8 0
                                    

Sudah 5 hari Revan tak menghubunginya semenjak terakhir pesan whatssapp yang ia terima. Merasa lega akhirnya Revan tak menggodanya dan mungkin sudah menyerah untuk mendekatinya. Iseng ia membuka kembali pesan whatsapp yang ia terima dari Revan. Pesan tanpa nama karena ia tak menyimpan nomer Revan.

Sedikit rasa penasaran muncul ingin mengetahui last seen si pemilik akun. Matanya terbelalak ketika melihat display picture nya sudah berubah. Seketika rindunya membuncah melihat sosok yang terpampang pada display picture itu. Statusnya sedang online. Hatinya menjerit berharap yang disana menyapanya. Tangannya bahkan sudah gatal ingin menyapa terlebih dahulu.

Miss you...
Miss you...
Miss you...

"Heii"

Matanya kembali terbelalak ketika belum sempat ia menutup window percakapannya, sebaris pesan masuk yang otomatis akan ternotif centang biru bergaris pada akun yang mengiriminya pesan tersebut.

Ya Tuhan, tiba-tiba ia dilanda kebingungan bagaimana harus menjawabnya tanpa harus terkesan berlebihan. Tapi sungguh ia ingin sekali cepat membalasnya. Menanyakannya semua alasan mengapa dia pergi.

Persetan dengan gengsi, Nina rupanya tak ingin berbasa-basi.

"Kemana saja selama 7 tahun ini?"

"Maaf..."

Rasa marah perlahan muncul karena bukan satu kata itu yang Nina butuhkan. Ia butuh penjelasan. Penjelasan tentang semua pertanyaannya yang selama ini ada dibenaknya. Satu baris pesan lagi masuk ke dalam window chatnya

"Can we just meet up? :)"

Hatinya bersorak, ia juga ingin bertemu. Menatap mata yang semakin menyipit indah dengan senyum khasnya dulu. Apakah masih sama?

Tapi lagi-lagi gengsi merasukinya. Berlagak jual mahal untuk sekedar tak mengiyakan. Segera ia akhiri chat itu, menggantung pertanyaan tanpa jawaban.

Suara panggilan mamanya dari lantai bawah mengalihkan perhatiannya dengan mempertajam pendengarannya.

"Dek? Ada Revan di bawah. Turun cepetan!"

Dugaannya rupanya salah bahwa Revan menyerah mendekatinya. Nyatanya cowok itu kini malah kembali bertandang ke rumahnya. Setelah hampir seminggu tanpa kabar, mau apa lagi dia?

"Iya, Maa!" serunya

Segera saja Nina beranjak dari dalam kamarnya menuju ruang tamu dimana Revan sedang mengobrol dengan mamanya.

Nina hanya diam di depan Revan sejak mamanya beranjak ke dalam rumahnya. Pikirannya masih tertuju pada pesan whatsapp tadi.

"Heiii" Revan melambaikan tangannya di depan wajah Nina yang memandang kosong.

"eh? apa?" kagetnya ketahuan melamun.

"Ngelamunin apa?"

"Gak ada"

"Gue disini kok, gak usah dilamunin gitu." canda Revan

"PD!"

Revan terkekeh melihat respon Nina. Tidak sulit memang memancing Nina untuk tak mengabaikannya.

"Ngapain kesini? gue pikir hampir seminggu gak ada kabar lo ga bakal kesini lagi" tanyanya sinis

Senyum manis terukir di bibir Revan. Nina tak menyadari bahwa pertanyaannya berarti lain bagi Revan. Bahwa Nina merindukan kehadirannya.

"Kangen ya? gue juga kangen kok sama lo" godanya

"Malesin!"

"Gue kemaren 3 hari ke Cikuray sama temen-temen mapala" ujar Revan degan senyumnya

"Daki gunung?" Tanya Nina tertarik. Mulai terhanyut obrolan bersama Revan dan melupakan sejenak kejadian beberapa menit yang lalu dikamarnya.

Dulu ia pernah diceritakan pengalaman saat Reno, kakaknya mendaki gunung semeru yang membuatnya penasaran dan ingin merasakan bagaimana rasanya memijak puncak gunung sembari menikmati indahnya pemandangan negeri di atas awan. Mengenal lebih dekat dan men-syukuri betapa indahnya alam ciptaan Tuhan.

Revan mengangguk. "Kapan-kapan lo bisa ikut kalo gue daki lagi. Gak bakal nyesel, yang ada malah ketagihan"

Nina mengangguk antusias. "Tapi--" seketika wajahnya cemberut karna mamanya pasti tidak akan mengijinkannya.
"Gak dapet ijin dari Mama?" tebak Revan tepat sasaran

Melihat Nina yang mengangguk lemah membuat Revan beranjak duduk di samping Nina. Tangan kirinya ia rentangkan di bahu kursi tepat di belakang punggung Nina. Wajahnya ia dekatkan ke arah Nina.

"Mau banget ya daki gunung?"

Lagi-lagi Nina mengangguk.

"Kalo gue bisa bikin Mama ngijinin lo buat naik gunung, gue dapet apa?" Alisnya terangkat separuh memberikan penawaran dengan seringai jahilnya

Sontak Nina melayangkan pukulan di lengan Revan

"Pamrih banget! gak jadi deh gue naik gunungnya!"

"Yakin?"

"Iya. Lagian juga Mama gak bakal kasih ijin!".

Jangankan orang lain, Nina sendiri yang sudah sangat mahir dalam urusan merayu Mamanya untuk mendapatkan apapun yang ia inginkan tidak pernah mempan jika alasannya untuk mendaki gunung walaupun ayahnya mengijinkan.

"Yaah.. sayang banget padahal tadi Tante ngasih ijin kalo lo mau ke gunung asal sama gue" ucap Revan pura-pura sedih.

Mulutnya terbuka seketika mendengar ucapan Revan.

"Bohong, lo!" seru Nina tidak percaya.

"Yaudah kalo nggak percaya. Bulan depan sih gue mau ke Burangrang" Revan berpura-pura fokus pada hp nya.

Tanpa sadar Nina mencengkram ujung kemeja Revan "Gu..gue ikuut" rengeknya lirih.

Dalam hati Revan menyeringai lebar mendengar rengekan Nina. "Janji dulu kasih gue apa sebagai balasan semua ini?"

"Apa aja asal jangan aneh-aneh" ucap Nina dengan kepala yang tertunduk.

Diacaknya lembut puncak kepala Nina

"Good girl!"

***

07-12-2015 / 15:35 WIB

Second Love BlossomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang