Pertemuannya dua hari lalu dengan kedua orang tua Nina dengan bonus kehadiran Revan masih menyisakan cemburu di hati Bima. Kedekatan Revan dengan keluarga Nina serta sikap humble dan tampangnya yang bahkan Bima sendiri sebagai cowok mengakui jika Revan memiliki wajah yang tidak biasa-biasa saja dengan postur tubuh proporsional yang tentu saja mudah bagi para kaum hawa untuk menjatuhkan hati padanya. Dan tentu saja sekarang ini ia menghawatirkan kekasihnya yang juga bisa saja akan berpaling pada Revan. Apalagi minggu depan ia akan kembali ke surabaya.
Perkara hati tersebut rupanya berdampak pada mood-nya dalam menyelesaikan gambar desainnya. Terbukti saat dilakukan kalkulasi oleh bagian sipil hasil desainnya kurang sesuai dengan waktu selesai pengerjaan yang dinginkan Owner (perusahaan yang menggunakan jasa konsultan arsitek/sipil). Selain itu pula filosofi desainnya kurang sesuai dengan tema gedung yang akan dibangun.
Kekuatan utama seorang arsitek secara ideal terletak pada kekuatan idenya. Ide imajinasi yang bisa digambarkan dan dijelaskan secara teori. Dan pada diri Bima saat ini, ide itu justru susah ia dapatkan.
Jika di surabaya, ia akan dengan mudah mengembalikan mood-nya dengan spend time ke cafe milik sahabatnya -Dito- dengan berakustikan di mini stage cafe itu atau memutari kota surabaya dengan kamera DSLR-nya dan mengabadikan momen indah yang tertangkap penglihatannya. Mengeluarkan suara dengan bernyanyi dan membuka mata menikmati sesuatu yang sederhana namun terlihat indah selalu sukses menenangkan dan mengembalikan mood-nya yang justru setelahnya ide-ide biasanya akan bermunculan.
Dan di sebuah Resto & lounge bernuansa vintage ini lah ia sekarang berada setelah memutari jakarta dengan motor matic milik Krishna selepas pulang kerja sore tadi. Garasi bernuansa oldskool lengkap dengan hiasan frame band-band legend seperti The Beatles menyambutnya begitu ia memarkirkan motornya, membuat Bima tertarik untuk segera masuk ke dalam. Konsep ruangan yang disetting vintage and rustique mempekental suasana jaman dulu dengan campuran konsep industrial vintage. Terdapat juga garasi di taman belakang yang dilengkapi dengan mobil-mobil tua dan motor sport seperti di desain untuk tempat nongkrong anak motor. Bima benar-benar dimanjakan dengan seni dekorasi yang ada. Meninggalkan suasana di dalam, Lounge & Resto ini juga terdapat taman yang begitu asri dengan warna hijaunya yang menenangkan dan benar-benar close to nature. Di dekat taman ini lah Bima memilih tempat duduknya satu jam yang lalu dengan sebatang rokok menyala terjepit diantara jari telunjuk dan jari tengahnya. Sesekali diarahkannya kameranya untuk mengabadikan momen indah di tempat itu hingga tak terasa hari sudah berganti malam. Dilihatnya sebuah pesan di hp nya dari sang kekasih.
Sayang, lagi dimana?
Semenjak malam itu Nina membiasakan untuk memanggil Bima dengan sebutan 'sayang', selain itu ia juga meminta Bima untuk tak memanggilnya 'tuan putri' lagi. Dengan polosnya ia bercerita tentang Revan yang juga memanggilnya dengan sebutan yang sama. Karena memang Nina yang kadang kurang peka dengan perasaan Bima, ia tidak tahu bahwa dengan bercerita seperti itu Bima merasa semakin cemburu dan merasa kecewa pada Nina mengapa ia yang harus mengalah padahal sebenarnya panggilan tersebut dirinya lah yang pertama kali menyematkannya pada Nina.
Masih malas untuk membalasnya, segera dimasukkannya lagi hp nya ke dalam saku celananya sebelum berlalu ke toilet dan kembali pulang. Dengan fokusnya memasang kembali jam tangannya saat keluar dari toilet, seseorang tak sengaja menabraknya sehingga membuatnya dengan segera menahan lengan orang tersebut agar tidak terjerembab ke lantai.
"So--rry"
Ekspresi kaget bercampur bahagia tersirat begitu Bima melihat wajah seorang gadis yang lengannya kini masih ia tahan adalah seorang teman masa kecilnya dulu.
"Sinta?"
Yang disebut namanya justru memberikan tatapan kaget yang penuh dengan kemarahan dan kebencian. Mengernyitkan dahinya, Bima tak mengerti mengapa Sinta menatapnya seperti itu.
"Kemana aja lo selama ini?" Sinta mendengus sinis. "Gue pikir lo mati" ucapnya lagi
"Maksudnya apa, Sin?"
Sinta tertawa sinis mendengar Bima tak mengerti maksud perkataannya. "Lebih baik lo nggak usah muncul sama sekali di depan sahabat gue!!. Setelah 7 tahun lo ninggalin dia tanpa kata dan selama itu pula dia menutup hatinya gara-gara lo, gue cuma mohon sama lo nggak usah ngerusak kebagiaan dia yang sekarang udah bisa membuka hatinya buat cowok lain. Lo lebih baik pergi jauh dan nggak usah menampakkan muka lo di depan dia karena lo nggak bisa kasih dia kepastian dan kebahagaiaan"
Sinta mengucapkan dengan nada penuh kebencian yang berujung memelas memohon pada Bima. Sementara Bima merasakan kepedihan dari mata Sinta saat mengucapkan itu semua. Bayangan Nina yang terluka dan bersedih karena kepergiannya lalu kemudian ada Revan yang bisa membuatnya kembali membuka hatinya, Revan yang lebih mengenal keluarga Nina daripada dirinya seketika memenuhi pikirannya. Ia tidak bisa seperti Revan yang bisa selalu menjaga Nina di sampingnya.
"Tapi gue udah ketemu dia. Dan--" menggantung ucapannya, Seketika itu pula Bima menjadi semakin tidak yakin akan hubungannya dengan Nina karna toh ia juga tidak bisa selalu di dekatnya dan menjaganya karena ia harus kembali ke surabaya.
"Gue jadian sama dia" lanjutnya lirih yang membuat Sinta terperangah.
"Nggak mungkin" Sinta menggeleng lemah tak percaya akan penyataan Bima.
"Pergi lo! pergi jauh dari kehidupan sahabat gue. Gue benci sama lo, Bima!" dengan segala kekuatannya Sinta memukul-mukul dan mendorong Bima hingga keluar dari cafe itu.
Sedangkan di rumah Krishna, kakaknya, Nina tengah bermain dengan Asa dengan pikiran yang sedikit tidak fokus karena memikirkan Bima yang belum juga pulang hingga jam makan malam pun usai.
Sesekali ia mengecek hp nya menunggu balasan pesan dari Bima. Ia semakin terlihat khawatir karena notifikasi pesan yang dikirimnya sudah terbaca namun tak kunjung datang balasan untuknya. Ada apa dengan Bima-nya?
Krishna menyenggol pelan lengan istrinya dan mengarahkan pandangannya pada Nina yang terlihat sesekali melamun dan sesekali melihat ke arah hp nya.
"Kamu lagi ada masalah sama Bima?" tanya mbak Nisa pelan menghampiri Nina
Nina menggeleng karena ia merasa memang tak ada masalah antara dirinya dan Bima. "Nggak mbak, Nina cuma khawatir aja kok kak Bima belum pulang ya?" sebuah senyuman ia perlihatkan pada mbak Nisa tanda bahwa dirinya baik-baik saja.
"Mbak juga nggak tau dia kemana. Habis ini mungkin pulang. Kamu tunggu aja ya?" Mbak Nisa mengelus pelan lengan Nina. Menyalurkan ketenangan untuk tak khawatir berlebihan.
Sebuah anggukan ia berikan seiring dengan nada dering hp nya yang mengalun indah. Bersamaan dengan itu pula sosok yang ditunggunya muncul dengan gontai dari arah ruang tamu. Di-reject nya hp nya sebelum kembali mengalihkan pandangannya pada Bima.
Disisi lain, Bima sedikit terkejut saat menangkap sosok gadisnya yang tengah berkutat dengan hp nya sebelum menatapnya dan melayangkan sebuah senyuman teramat manis untuknya. Entah bagaimana gadisnya membaca raut wajahnya saat bibirnya terasa susah membalas senyumnya.
"Mau ke atas dulu ganti baju" ucapnya datar seraya berlalu menuju kamarnya di lantai atas.
Maksud hati ingin memberi kejutan akan keberadaannya dirumah itu yang tanpa sepengetahuan sang pacar, justru ia sendiri yang terkejut dengan ekspresi dingin yang diterimanya. Raut wajahnya seketika sendu dan mulai berkaca melihat sikap Bima yang seolah berubah dingin padanya. Hatinya tak henti-hentinya bertanya apa yang membuat Bima-nya bersikap seperti itu.
***
26-12-2015 / 17:08 WIB
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love Blossomed
RandomSequel First Sight Called Love [!!!] Part 14 sama 26 diprivate. Saya nggak cari followers karena saya lebih suka ditinggalin jejak di cerita saya daripada difollow. Tapi karna saya pengen tau ada yang baca nggak sih cerita ini selain mereka yang raj...