"Buuun, jaket denim yang biasa Bima pake dimana ya?" teriak Bima mencari-cari di tumpukan baju-baju bersih siap setrika.
"Denim itu apa bunda ndak ngerti, le. Di setrikaan udah dicari?" seru sang bunda dari teras depan.
"Nggak ada, buun..." lagi, Bima kembali ke kamarnya dab mencari dilemari serta gantungan baju dibalik pintu kamarnya. "Buun... nggak ada" serunya lagi keluar dari kamar.
"Bunda lagi sibuk Bimaa. Cari sing bener dulu toh, le... kamu biasanya suka ndak bener gitu carinya" cerewet sang bunda
Begitu terus suhutan suara anak dan ibu itu menghiasi kediaman prayoga sore itu. Nina dan mbak Nisa hanya bisa terkekeh saat seruan Bima selanjutnya tak digubris sang bunda.
"Memang gitu kalo bunda udah main sama Asa, sibuknya ngalah-ngalahin sibuk ngerjain urusan rumah tangga. Nggak cuma Bima, yang lain juga kadang suka dicuekin" bisik mbak Nisa pada Nina yang tengah ikut berkumpul di teras. Lagi-lagi Nina terkekeh mendengarnya. Demikian juga dengan ayah Bima dan mas Eka yang ikut terkekeh namun tetap sibuk dengan permainan caturnya.
"Ayoo..." ucap Bima pada Nina saat tiba-tiba muncul dari dalam rumah.
"Wes ketemu? belum dicari mbok ya ndak usah teriak-teriak dulu toh le.. le..." sindir sang ayah menoleh sejenak
"Ya memang nggak ada tadi, yah di tempat yang bunda sebutin" bela Bima tak terima
"Lha terus itu ketemu dimana?" tanya sang bunda merasa namanya disebut.
"Di lemarinya ayah. Bunda sih salah naruhnyaa" Nina yang mendengar nada kesal Bima lantas menarik-narik lengannya untuk tak memperpanjang perdebatan mereka. "Yaudah Bima pamit keluar dulu" lanjutnya kemudian meraih tangan ayah, kakak, kakak ipar dan tentunya bundanya yang tengah sibuk bermain dengan Asa.
"Nyebelin kamu, Sa. Gara-gara ada kamu bunda jadi nggak perhatian sama om ganteng lagi" gerutu Bima sambil menoel hidung Asa gemas dan terdengar lucu bagi mamanya.
"Kasiaaan deh kamu, om" seru mbak Nisa menirukan suara Asa.
"Wes toh, le. Jangan bikin kesal cucu bundaa. Berangkat sana. Hati-hati dan jangan terlalu malam pulangnya..." saran sang Bunda sembari tersenyum ke arah Nina yang gantian mencium punggung tangannya.
***
Sabtu sore jalanan surabaya tampak ramai. Beruntung tadi Nina menuruti permintaan Bima yang lebih memilih berkendara dengan mobil. Padahal sebenarnya Nina ingin lebih menikmati udara surabaya dengan bersepeda motor.
"Surabaya itu ibaratnya jakarta kedua. Polusi udaranya hampir sama. Macetnya juga lumayan. Bukannya nikmatin udara seger malah nghirup racun kalo tadi kita jadi naik motor" ujar Bima dengan kemacetan merayap di depannya.
"iyaa... iya... mana Nina tau kalo ternyata surabaya begini, kan baru pertama kali main kesini"
Bima menjulurkan tangannya mengelus puncak kepala Nina. Hal sederhana yang selalu membuat Nina merasa hangat dan disayangi.
"Kita mau kemana" tanya Nina begitu mobil mereka keluar dari kepadatan.
"Ke cafenya Dito, sekalian nanti aku kenalin sama dia"
Nina mengernyitkan dahinya bertanya siapa Dito melalui tatapan bingungnya
"Dia sahabatku dari SMA"
Suasana cafe yang bertuliskan 'Cloudy Cafe' itu tampak ramai dengan beberapa sepeda motor dan mobil yang terparkir di depannya. Sama seperti suasana di dalam yang juga tampai ramai dengan para muda dan beberapa pasangan yang menduduki meja-dua kursi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love Blossomed
RastgeleSequel First Sight Called Love [!!!] Part 14 sama 26 diprivate. Saya nggak cari followers karena saya lebih suka ditinggalin jejak di cerita saya daripada difollow. Tapi karna saya pengen tau ada yang baca nggak sih cerita ini selain mereka yang raj...