SLB - 8

127 8 0
                                    

"Kalo kakak bisa menghubungi Reno, kakak akan menghubungi kamu dari dulu bukannya baru kemarin"

Nina masih saja mencerna maksud dari kata-kata Bima. Entahlah otaknya memang selalu mendadak menumpul saat berurusan dengan masalah yang berhubungan dengan cinta masa lalunya.

Sepeninggal Bima yang menaruh piring kotornya ke dapur sore tadi, ia tak kembali lagi ke ruang tv. Hingga saat ia akan pulang, baru lelaki itu muncul sehingga tidak ada waktu untuk menjelaskan maksud perkataannya.

Sekarang dirinya hanya bisa memutar-mutar hp nya berharap Bima menghubunginya. Apa mungkin? bahkan ia sendiri sebenarnya sedari tadi sudah mengetik pesan untuk Bima untuk menanyakan langsung maksud perkataannya tadi sore, namun tulisan itu tak sempat ia kirim karna sudah ia hapus. Lagi-lagi gengsi tapi malu. ck!

Kakinya tak sengaja menimpa salah satu textbook mata kuliahnya yang tercecer di kasurnya. Maksud hati akan mencicil tugas kuliahnya tapi ia urungkan hanya karena pikirannya masih fokus pada cinta masa lalunya itu. Benar kata Sinta, Nina yang sekarang sudah lebih santai dan tidak terlalu freak seperti dulu. 7 tahun yang lalu, Nina menjadi sosok yang ambisius. Tiada hari baginya tanpa belajar. Tiada hari tanpa buku dan bahkan ia hanya mau berkumpul dengan sahabatnya jika hanya untuk kepentingan belajar. Sesuatu yang tak ingin diingatnya mendorongnya menjadi manusia kaku seperti itu. Beruntung dia punya sahabat seperti Sinta, Fani dan Oka yang bisa menyadarkannya untuk lebih menikmati ritme hidup. Hingga semenjak SMA ia mulai tahu kapan harus berkutat dengan buku, kapan harus bersosialisasi dan kapan harus me-refresh diri. Bukan berarti ia terbebas dari rasa sedih jika mengingat cinta masa lalu yang tak ingin diingatnya, hanya saja ia lebih bisa mengontrol diri untuk tidak sedih berlebihan dan masih dalam batas wajar.

Dan sekarang saat cinta masa lalunya kembali, fokusnya tercuri telak untuk kembali mengabaikan tugas-tugas kuliahnya.

Lagi-lagi, persetan masalah gengsi. Ia benar-benar tidak mau menduga-duga apa maksud perkataan Bima. Ia butuh penjelasan pasti.

Maksud ucapan kakak tadi apa? Kenapa sebenarnya?

Pesan itu sudah terkirim 5 menit yang lalu. Tapi tak kunjung berbalas saat dilihatnya last seen si penerima yaitu 3 jam yang lalu. Desahan kecewa Bima tak akan membalasnya membuatnya merebahkan kepalanya ke bantal.

Sudah 1 jam sejak terkirimnya pesan itu matanya perlahan menutup terserang kantuk. Baru saja matanya akan tertutup sempurna, suara deringan hp nya menggagalkannya.

"Belum tidur?" Belum sempat ia membuka suara, suara di seberang sudah terlebih dahulu melontarkan pertanyaan.

Nina memberi jeda sejenak untuk diam mencerna pertanyaan yang di dengarnya.

"Kak, maksudnya tadi sore apa?" Kali ini ia benar-benar tampak tak sabar ingin mendapatkan penjelasan dari Bima.

"Jadi belum tidur karna nunggu jawaban itu dari tadi?" tebak Bima benar

"Nina mau tau maksudnya, kak. Nina bener-bener nggak ngerti. Nina butuh penjelasan kenapa kak Bima dulu--"

"Tuan putri?" potong Bima dengan suara tenangnya saat mendengar rentetan kata-kata Nina yang seakan tak berjeda.

Nina benar-benar tak sadar sehingga memberondong Bima untuk menjelaskan apa yang ia ingin tahu. Hingga saat suara Bima memotongnya dengan panggilan sayangnya dulu, kontan membuatnya diam seketika dan mematung. Hatinya berdesir mendengarnya, matanya tiba-tiba berkaca-kaca bahagia membayangkan Bima masih menyimpan rasa itu padanya.

"Makin cerewet ya, sekarang?" ujar Bima tersenyum tanpa bisa dilihat Nina.

"Jahat!" jawab Nina bergetar.

"Iya, kakak memang jahat sama kamu selama ini. Maaf..."

Kenapa susah sekali membuat Bima langsung pada penjelasannya tanpa harus berbelit-belit seperti ini?. Nina benar-benar kesal merasa dipermainkan dan langsung memutuskan panggilannya.

Hingga tak beberapa lama panggilannya terputus, sebuah pesan dari Bima mampu membuatnya melengkungkan bibirnya ke atas.

Sorry... How about lunch, tomorrow? at Vanilla resto?

Good nite and sweet dream, tuan putri :)

***

Nyeri kesemutan pada kaki kirinya masih sedikit terasa karena terlalu lama menginjak pedal kopling ditengah padatnya jalan jakarta. Walau tidak macet tapi tetap saja sesekali menahan pedal kopling tiap jarak 1 meter selama 30 menit cukup membuat kakinya kesemutan. Total perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh dalam 20 menit menjadi hampir 45 menit karena padatnya jalan jakarta. Kebetulan hari senin memang jadwalnya ia membawa mobil karna memang jadwal kuliahnya yang padat mengharuskan ia membawa tumpukan textbook tebal yang kerap kali ia dan teman-teman se-jurusan-nya menyebutnya kitab suci. Jadi daripada ia kerepotan membawa motor, akhirnya ia memutuskan untuk membawa mobil dengan resiko terancam macet.

Dengan sedikit terburu-buru ia memasuki resto tempat janjiannya dengan Bima. Namun sial tangannya tak sengaja terantuk pada sudut nampan yang terkibas yang tengah dibawa pelayan resto setelah mengantar pesanan di meja sebelah Nina berdiri. Setelah pelayan tersebut mengucapkan kata maaf, Nina segera memilih meja yang kosong sebagai tempatnya saat dilihatnya sosok Bima masih belum datang.

Sesekali ia mengelus lengan kirinya yang terlihat jelas memar kehitaman pada kulit putihnya. Ditemani pesanan lemon tea nya, Nina menunggu kedatangan Bima yang tanpa sadar sudah 30 menit belum terlihat batang hidungnya. Berusaha ia tahan rasa kesalnya hingga 10 menit kemudian sosok yang ditunggunya nampak memasuki pintu resto.

Nina tak berusaha untuk menjulurkan tangannya untuk memberi isyarat pada Bima karena tak lama kemudian pandangan mereka bertemu dan Bima segera menghampirinya.

Laki-laki itu tampak gagah langkahnya dengan kemeja yang sudah tergulung sampai siku dan ransel yang menghiasi punggungnya serta tabung gambar yang tercangklong di bahu kirinya seperti yang pernah Nina lihat pada profil picture whatsapp nya.

"Makan siang apa namanya kalau udah jam segini" sebalnya berusaha mengalihkan tatapan terpesonanya akan sosok Bima yang baru saja duduk di depannya.

"Sorry..." ucap Bima dengan senyum tanpa bersalahnya "Tapi sudah pesan makan, kan?" tambahnya sambil melepas ransel dan tabung gambarnya

"Belum"

Bima segera mengalihkan pandangannya pada Nina yang menjawab datar. Segera tangannya ia julurkan ke udara memanggil pelayan untuk memesan makanannya.

"Tadi sekalian ngelarin kerjaan biar nggak usah balik kantor lagi. Maaf nunggu lama" ucap Bima setelah mengucapkan menu pesanannya.

Tangannya terulur menyentuh lengan kiri Nina meminta pengertian atas keterlambatannya. Tapi justru ringisan kesakitan yang ia dengar saat tangannya menyentuh lengan Nina.

"Tangannya kenapa?" tanya Bima khawatir begitu melihat jejak hitam memar. Lagi, dia segera memanggil pelayan meminta es batu serta meminjam kain bersih untuk mengompres.

Nina hanya diam mendengar nada khawatir Bima dan melihat kesigapan lelaki itu meminta es batu dan kain bersih untuk mengompres lukanya. Bahkan dirinya sendiri tak terfikirkan untuk mengobati lukanya sendiri sedari tadi. Tiba-tiba ingatannya tertuju pada kejadian 7 tahun lalu saat dirinya terjatuh dan Bima jugalah yang mengobatinya.

Apa kita bisa kembali lagi seperti dulu?

***

11-12-2015 / 20:50 WIB

Second Love BlossomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang