SLB - 33

100 5 3
                                    

"Nina mau ke surabaya"

Nina berseru pelan setelah sedari tadi hanya diam tanpa menjawab pertanyaan khawatir mamanya dan Revan. Mendapat teriakan Revan yang memanggil-manggilnya, Mama Nina langsung tergopoh menghampiri Revan dan terkejut melihat Nina yang tampak linglung dengan deraian air mata dalam rengkuhan Revan.

"Nina harus ke surabaya sekarang" ucap Nina lagi dengan bibir bergetar lalu kemudian diikuti suara isak tangis yang menyayat hati siapapun yang mendengarnya.

Mama Nina dan Revan tak mengerti apa maksud ucapan Nina. Gadis itu tak sepatah kata pun menceritakan apa yang terjadi sehingga membuatnya terus menangis dan tampak seperti orang linglung.

"Adek, kenapa nak? cerita sama mama sayang" ucap mamanya lembut sembari menangkup wajah Nina dan memberikan elusan lembut di wajah putrinya. Air mata mama Nina tiba-tiba saja ikut menetes merasakan kesedihan yang dirasakan putrinya.

"Na, cerita Na... ada apa?" Revan mengulang ucapan mama Nina untuk menyadarkan Nina dari sikap linglungnya.

Nina tiba-tiba memeluk mamanya dan menumpahkan tagisannya di dada mamanya.

"Kak Bima, Nina takut ma... Nina khawatir" bisik Nina pelan dengan suara isakan yang menyayat hati. Mamanya hanya bisa memeluk Nina dan memberikan ketenangan padanya agar Nina bisa menceritakan detail ceritanya.

Tadi saat Nina berjalan di tangga menuju kamarnya, ia sempat mengangkat telfon yang merupakan panggilan dari nomor Bima. Dengan perasaan riang ia menerimanya dan merasa sedikit aneh ketika bukan suara Bima yang didengarnya. Suara seseorang yang memberikan informasi tentang kecelakaan yang dialami Bima seketika bagai palu yang menghantam kepalanya. Bayangan terburuk Bima meninggal karena kecelakaan tersebut menghantui pikiran Nina hingga tanpa terasa hp dalam genggamannya meluncur bebas dan tubuhnya menjadi linglung membayangkan kondisi Bima.

Masih dengan mama Nina yang menenangkan Nina, Revan mencoba mencari informasi tentang keadaan Bima dengan menghubungi mbak Nisa, kakak ipar Bima. Mbak Nisa justru kaget dan baru tahu informasi kecelakaan Bima.

"Mbak Nisa bakal ngabari keadaan Bima nanti. Dia juga baru tahu tentang kabar ini"

Revan memberitahu dan berjalan mendekat ke arah Nina dan mamanya. Nina masih saja menangis, menghawatirkan keadaan Bima. Nomor hp Bima juga tidak bisa dihubungi. Mereka hanya bisa menunggu kabar dari mbak Nisa.

Air mata memang sudah tak lagi menghiasi wajah Nina, tetapi raut wajah sedih masih setia menghiasi sambil menunggu kabar dari mbak Nisa. Kepalanya melengos, enggan menerima suapan makanan dari mamanya. Bagaimana ia bisa makan sementara bayangan Bima kesakitan karena kecelakaan terus saja memenuhi pikirannya. Mamanya semakin khawatir Nina tak mau menerima suapannya karena dari tadi siang perut putrinya itu hanya terisi seporsi sushi berukuran sedang yang mereka pesan saat makan siang setelah lelah berbelanja mengitari mall.

Sang ayah yang baru saja pulang dari kantor dan mendengar kabar itu langsung menghampiri Nina di kamarnya. Dipeluknya putrinya itu yang sedang duduk bersandar di kepala kasurnya dengan pandangan sedih.

"Makan ya? ayah yang suapin" Sang ayah melepas pelukannya dan meraih piring nasi dari tangan istrinya.

Lagi-lagi Nina melengos saat suapan ayahnya sudah di depan mulutnya. Ayahnya mengerti kesedihan yang dialami putrinya, tetapi bukan seperti ini yang diharapkannya sehingga putrinya tidak mau barang sedikitpun mengisi perutnya.

Tiba-tiba semua mata menoleh ke arah yang sama begitu pintu kamar Nina terbuka dan menampakkan sosok Revan dengan wajah lega yang sangat kontras dengan tiga orang yang tengah menatapnya.

"Bima benar kecelakaan tapi tidak parah. Ini mbak Nisa mau bicara sama Nina" Revan menyodorkan hp nya pada Nina yang terlihat begitu antusias menerimanya.

Second Love BlossomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang