SLB - 25

99 6 2
                                        

"Kenapa?" Matanya sudah mulai berkaca saat diseberang sana Bima mengabari kalau dirinya tak bisa berkunjung ke jakarta seperti janjinya sebelumnya. Nada suaranya ia tahan agar tak bergetar karena menahan tangis dan agar tidak terkesan cengeng oleh Bima. Baru ia rasakan bagaimana merindu dan kesalnya para pasangan LDR ketika mereka tak kunjung berjumpa dengan kekasihnya.

"Minggu depan harus ke luar kota ada kerjaan. Baru bener-bener bisa 2 minggu lagi. Gapapa ya?"

Hanya gumaman yang Nina keluarkan karena sebal. Kerjaan terus... kerjaan terus!

"Ini masih di rumah kak Krishna?" tanya Bima ketika hanya mendengar gumaman Nina sebelumnya tanpa kata-kata.

Lagi-lagi Nina hanya menggumam singkat menjawab pertanyaan Bima. Biarlah ia dikata egois karena memang ia tidak suka jika ada yang tidak menepati janji padanya. Karena ia sendiri pun selalu berusaha untuk menepati janjinya pada siapapun.

"Marah ya? kok hemm terus dari tadi jawabnya?" tanya Bima lagi ketika tiba-tiba obrolannya terasa searah

"Nggak!"

Omongan perempuan, beda di mulut beda di hati. Salah si laki-laki juga, sudah tau nada si perempuan seperti itu, masih saja ditanya marah apa tidak. Menurut kepekaan mereka aja, gimana kalau sudah mendengar nada seperti itu dari si perempuan?!

"Yaudah, kamu istirahat aja. Pulangnya hati-hati, jangan sampe kesorean apalagi kemaleman. Bye... sayang kamu"

Dan Nina hanya bisa menahan sebal saat ternyata ambekannya tak direspon Bima. Dasar perempuan, bilangnya baik-baik saja, giliran diperlakukan baik-baik beneran malah sebal. Salah siapa?

***

Hampir setiap minggu sekali tugasnya adalah membeli buah untuk dikonsumsi karena memang semua anggota keluarganya penyuka buah, baik itu dimakan biasa atau diolah menjadi jus. Pesanan seperti biasa ditambah kiwi dan cherry, sudah pasti mamanya akan merealisasikan hobi memasaknya termasuk membuat kue karena cherry dan kiwi bukan buah yang biasa dikonsumsi setiap hari oleh keluarganya. Dan Nina akan dengan senang hati membantu mamanya karena hobi memasak dan membuat kue mamanya mulai menular padanya.

Kata mamanya, suami akan semakin cinta jika istrinya pintar memasak. Ahh kenapa lagi-lagi menyinggung sesuatu yg berhubungan dengan menikah?

Yaris putihnya terparkir sempurna di depan sebuah toko buah langganannya. Kesegaran dan kelengkapan buahnya tidak kalah dengan buah di supermarket mewah. Nina tentu saja lebih suka membeli buah disitu karena selain tempatnya yang mudah dijangkau, pemilik toko itu adalah orang tua Anika, temannya saat SMA. Ya, hitung-hitung membeli dan jika kebetulan bertemu Anika keduanya akan mengobrol mengenang masa-masa SMA mereka.

"Neng Nina? Seperti biasanya, neng?" sapa lelaki tua yang biasa dipanggil Abah dengan rambut dan jenggot memutih lengkap dengan peci yang selalu menghiasi kepalanya

"Iya, bah. Sama nambah cerry sama kiwinya setengah kilo"

"Siap neng geulis. ditunggu aja nyak, nggak mau sekalian nge-jus?" tanya si abah menawarkan dengan logat kental sundanya. Kebetulah toko buah ini juga menyediakan jus buah yang cukup ramai ditongkrongi pemuda-pemudi.

"Takut kesorean, bah. Anika nggak bantuin bah?" tanyanya mencari sosok Anika.

"Anika lagi di kendari neng, ikut lomba pimnas apa gitu katanya abah lupa namanya" ucap si abah bingung saat menyebut nama lomba yang diikuti Anika.

Memang sedari SMA Anika adalah anak yang pandai dan sering kali menang olimpiade. Itu yang membuat Nina iri sekaligus kagum dengan sosak Anika yang tak hanya pandai tetapi ia juga cantik, baik, ramah dan mudah berteman dengan siapapun. Otaknya sama encernya seperti Oka. Ahh dibandingkan dengan Nina, Nina hanya remah2 biskuit roma kelapa yang hanya bisa bersyukur mendapat posisi 2 besar di kelasnya walaupun tidak sampai juara paralel seperti saat SMP dulu.

Second Love BlossomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang