SLB - 28

89 4 1
                                    

"Ada salam dari bunda, katanya kuenya enak"

"ih apaan sih kamuu... bohonggg pasti" walaupun memang sudah pasti rasa kuenya enak karena bantuan mamanya, tapi Nina tidak yakin bundanya Bima menitipkan salam seperti itu.

"Loh beneran. Nggak percaya?"

"Nggak. Kamu pasti bohonggg kan?"

"yaudah nih telfonnya aku kasih ke bunda biar kamu denger sendiri" tantang Bima sudah siap berdiri menghampiri bundanya di ruang tv.

"iih... nggak usaahh"

"Biar kamu percaya kalo aku nggak bohong. Aku kasih bunda ya telfonnya?"

"Iih sayaanggg... gak usah aku bilanggg" rengeknya. Nina terpaksa percaya daripada harus berbicara dengan bunda Bima. Ia malu dan tidak tahu nantinya harus berbicara apa. Sungguh ia belum siap.

"Jadi sekarang percaya kalo bunda beneran titip salam ke kamu dan bilang kue bikinan calon mantunya enak banget?"

Wajah Nina seketika merona. Padahal Bima hanya menggodanya lewat telfon seperti itu. "Terpaksa" jawab Nina dengan nada bercanda karena lagi-lagi tidak mungkin bunda Bima menganggapnya calon mantu. Bisa saja Bima menggodanya. Ketemu orang tuanya saja belum pernah, masa sudah bisa bilang calon mantu begitu?

Hening sejenak selagi Nina berkutat dengan fikirannya. Pun juga Bima yang sedikit kecewa gadisnya susah diajak berinteraksi dengan orang tuanya. Padahal memang ia tidak bohong bundanya menitipkan salam dan berkomentar kue pemberian pacarnya itu memang enak. Walaupun kata-kata calon mantu tadi hanya godaannya saja.

"Kenapa sih nggak mau ngobrol bentar aja sama bunda?" lirih Bima

Nina yang mendengar kata-kata lirih Bima yang terdengar kecewa seketika merasa tidak enak hati karena untuk sekedar berbicara lewat telfon dengan orangtua Bima saja ia masih belum siap.

"Sayaanggg... Maaf..." ucap Nina tak enak hati "bukan gitu maksudnyaaa" lanjutnya berharap Bima mengerti.

Seakan tersadar bahwa kekecewaannya terbaca Nina, Bima langsung saja mengalihkan pembicaraan. "Iya aku ngerti. Yaudah isya'an dulu ya?" pamit Bima sebelum mengakhiri telfonnya.

Nina tetap saja mengangguk walaupun Bima tak akan bisa melihatnya. "Sayang kamu..." ucapnya kemudian dan memutuskan sambungan telfonnya.

***

"buk, gimana perasaan lo dulu pas ketemu sama orang tuanya Galih?" tanya Nina yang sedang meringkuk di atas kasurnya. Sementara Sinta sibuk dengan komik yang dibacanya. Entah kenapa malam minggu yang Biasanya Sinta habiskan bersama Galih justru memilih menginap di rumah Nina.

"Kenapa memangnya?" Sinta justru balik bertanya dengan mata yang tetap fokus pada bacaan komiknya.

"Gue ngerasa bersalah dan nggak enak aja, sampe sekarang belum siap ketemu sama bundanya kak Bima" aku Nina.

"Memangnya lo ada rencana ketemu tante Amira? kapan? lo mau ke surabaya?" cicit Sinta memberondong Nina dengan banyak pertanyaan. Komiknya ia abaikan begitu obrolan Nina terlihat lebih menarik. Ia kontan ikut naik ke atas tempat tidur dan mengambil posisi ternyamannya untuk mendengar curhatan Nina selanjutnya.

"Kemaren mas Eka nawarin gue mau ikut ke surabaya apa nggak, mumpung dia sama keluarga kecilnya mau ke surabaya jenguk orangtua mereka" tutur Nina

"Truuss truus jawaban lo gimana??? lo jawab iya? emang lo udah pamit sama mama lo?" Sinta tampak antusias hingga tanpa sadar ia lagi-lagi memberondong Nina dengan banyak pertanyaan.

Tukk

Nina melayangkan tangannya menepuk jidat Sinta kesal. "Apa sih lo? satu-satu kali nanyannyaaa"

"Duuhh..." seru Sinta sambil mengelus jidatnya "yaudah sik cepetan cerita"

"Ya gitu... Gue pengen ikut tapi gue takut ketemu sama orangtua mereka. Gue belum siap"

"Takut apaan lo? tante Amira sama om yoga baik kok. Gak bakal gigit elo. Alot kali daging lo"

Tukkk

Sinta merasa tepukan yang lebih keras terasa lagi di jidatnya.

"Gue lagi serius tuuaaa!" seru Nina sebal.

"Iyee iyee sorry. Lagian lo takut apaan sih?"

"Kalo misal nanti mereka nggak suka sama gue gimana, buk? Ato mereka nggak restuin hubungan gue sama kak Bima giman? gue kan sayang banget buk sama diaa" tutur Nina sedih

Tukkk

Kali ini justru tepukan melayang di jidat Nina. "Yaelah. Kebanyakan negatif thinking sih lo!" seru Sinta geregetan.

"Gue sih ga ribet ya waktu ketemu orangtua Galih. Asal ketemu ajaa gitu, ya walopun sedikit grogi tapi ga kaya elo gini. Eh mereka baik-baik aja tuh. Dicoba aja dulu kaliii ketemu. Toh kak Krisna kan yang ngajak lo kesana. Jadi pastinya dia udah memperkirakan orangtuanya pasti bakal baik sama lo" tutur Sinta panjang lebar.

"Gitu ya, buk?"

"Iyaa... udah sih itung-itung liburan kali lo di surabaya. Abis uas kan lo kesananya?" tanya Sinta memastikan dan dijawab anggukan Nina.

"Eh tapi ayah sama mama lo ngijinin gak?" tanya Sinta lagi.

"Ya gue sih tinggal ngambek aja kalo ga diijinin. Tar juga pasti diijinin"

"Dihh emang ya lo, tuan putri banget. Apa-apa pasti bakal diturutin" Canda Sinta sambil menarik selimutnya.

"Hahahaa iya donkk"

Nyatanya sesi curhatnya malam itu tak cukup membuat Nina yakin dan siap bertemu keluarga Bima. Seminggu kemudian saat ia berkunjung ke rumah mbak Nisa pun sebenarnya ia masih belum yakin hingga saat ia mendapat penuturan bijak dari mbak Nisa, barulah ia yakin untuk ikut mbak Nisa dan mas Eka ke surabaya.

***

Elusan lembut sang mama di kepalanya amat sangat membuatnya nyaman tiduran dengan kepala di pangkuan mamanya. Tidak Biasanya sore-sore di hari kerja ia sudah di rumah. Ujian akhir semester kuliahnya baru saja kelar hari kemarin. Jadi pantas saja jika sekarang Nina tengah bersantai sore bersama mamanya sambil menunggu sang ayah pulang kerja.

"Ma, Nina mau ikut mbak Nisa main ke surabaya boleh ya?"

"Ikut gimana? jangan lah, sayang. Ngerepotin nanti kamunya" ujar mamanya tak setuju

Bibirnya seketika mengerucut sebal. "Nina diajak kok, Ma. Nggak nawarin. Lagian Nina malu lagiii kalo harus ngerepotin mereka. Nina bakal tau diri. Janji deh!"

"Nggak usah lah, nak. Liburan sama mama aja di rumah. Mama kesepian loh nggak ada kamu. Nggak ada kakak..." mamanya masih saja tak setuju.

Bangun dari pangkuan mamanya, Nina lantas memeluk mamanya dari samping. "3 Hariiiii aja. Boleh yaa mamaku sayang?" rengeknya manja sambil mencium pipi sang mama gemas dan lama.

"Mama sendirian donk nanti di rumah?" sedih mamanya.

Ada rasa sedih meskipun cuma 3 hari ia akan meninggalkan mamanya. Pasalnya ini adalah tempat terjauhnya selama ia pernah ijin ke luar kota pada mamanya. Mamanya selalu takut berpisah terlalu jauh dan terlalu lama dengan putrinya itu. "Kan cuma sebentar, ma. Ya, Ma... ya ya yaa??" rajuknya

"Ijin ayah dulu deh. Kalo ayah setuju mama juga setuju"

"Beneran, Ma?? Yes!!!!" serunya girang sambil tak henti melayangkan ciumannya di wajah sang mama. Baginya lebih mudah meminta ijin sang ayah daripada mamanya. Jika ijin dari sang mama sudah ia kantongi, tinggal siap-siap berangkat saja karna sang ayah sudah pasti akan memberinya ijin.

"Makasih mamaku cantik" ucapnya seraya mengecup kedua pipi mamanya.

"Mamaku baik" beralih ia mengecup kening mamanya

"Mamaku sayaaanggg" lanjutnya mengecup hidung sang mama.

"Nina sayang mamaaa" terakhir ia kecup sebentar bibir sang mama sebelum kemudian memeluknya erat.

"Sama-sama sayangnya mamaaa"

***

29-01-2016 / 17:00 WIB

Second Love BlossomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang