"Nyebelin kamuuu!" lirih Nina dengan suara bergetar.
Seberapapun Bima menutupi kondisinya pasca kecelakaan, nyatanya feeling Nina yang begitu kuat akhirnya mengantarkannya untuk mengetahui yang sebenarnya. Setelah membujuk meminta ijin ayah dan mamanya untuk menjenguk Bima di surabaya, di kamar Bima lah kini Nina tengah menumpahkan air matanya setelah ia tahan karena keberadaan orang tua Bima tadi. Rasa kesal karena Bima menyembunyikan kondisinya bercampur dengan rasa sedih saat melihat tangan kiri Bima yang terbalut gips dan menggantung lemah di depan dadanya.
"Aku nggak pa-pa, bukannya nggak mau jujur tapi biar kamunya nggak khawatir" bela Bima mengarahkan tangan kanannya yang bebas untuk menghapus air mata lalu kemudian mengelus lembut puncak kepala Nina.
"Dada kamu jugaa kalo tante Amira nggak cerita kamu juga bakal nyembunyiin kalo bagian itu juga sakit kena benturan? iya?" cecar Nina masih tak terima
"Nggak pa-pa, kan udah di rontgen. cuma tinggal nyerinya dikit kok" Bima mengarahkan tangan Nina di dadanya yang sedikit nyeri dan menuntunnya membentuk sebuah elusan lembut. Seakan rasa nyeri di dadanya akan hilang dengan elusan tangan Nina.
"Tapi kamu sakiit. Kamu nggak cerita semuanyaaa" rengek Nina kesal.
"Iya, maaf. Sini peluk dulu biar akunya sembuh" pinta Bima membuka lebar tangan kanannya.
Dengan berhati-hati Nina memeluk Bima di depannya yang tengah bersandar di kepala ranjang. Menyandarkan kepalanya di bahu kanan Bima dengan kedua tangannya yang mengalung sempurna di pinggang Bima.
"Sorry, harusnya akhir hari ini aku yang main ke jakarta" Bima tersenyum miris, janjinya untuk mengunjungi Nina di akhir bulan justru terjadi sebaliknya. Nina lah yang mengunjunginya, menjenguk lebih tepatnya.
"Cepet sembuh makanyaa. Jangan kayak gini terus dan jangan sampe kayak gini lagi" walaupun nada suara Nina terdengar kesal dengan bibir yang mengerucut, tapi berbanding terbalik dengan tangannya yang begitu lembut membelai dada dan tangan Bima yang sakit bergantian.
"Makasih, sayang"
Keduanya masih terus mengobrol tanpa melepas pelukannya. Bagi Nina salah satu tempat ternyamannya adalah berada di pelukan Bima, sedangkan bagi Bima pelukan Nina adalah obat mujarab yang seakan mengalirkan kesembuhan bagi tubuhnya yang sakit.
Suara pintu kamar Bima yang semakin terbuka masih belum menyadarkan keduanya akan obrolan dan pelukan mereka. Hingga terdengar suara berisik Sinta, barulah pelukan mereka terurai.
"Etdaahh enak bener pelukaaan teroosss" sindir Sinta. Ya, jika tidak ada Sinta orang tua Nina tentu saja tak akan mengijinkan putrinya berangkat sendiri ke surabaya.
"Ganggu aja sih!" seru Bima bernada kesal
"Apa lo bilang?" nada suara Sinta sedikit meninggi. "pelukan aja teruss biarin pacar lo nggak ngisi perutnya dari tadi pagi. Kaliii dia kenyang lo peluk mulu dih"
Bima lantas menoleh ke arah Nina dengan pandangan apa benar yang dikatakan Sinta. "Udah keisi roti kok tadi pas di pesawat" ujar Nina menjawab raut khawatir Bima.
"Iya... iyaa aku makan!" ujarnya lagi begitu Bima masih terus menatapnya dengan pandangan menyuruh. Yang sedang sakit siapa? yang disuruh makan siapa?
Nina lantas keluar dari kamar Bima menuju ruang makan dimana ayah serta bunda Bima sudah menunggunya, meninggalkan Sinta yang masih di kamar Bima.
"Thanks, Sin udah temenin dia kesini buat jenguk gue"
"Everything that i can buat sahabat gue" ucap Sinta mantap
Bima mengangguk mendengar loyalitas Sinta sebagai sahabat Nina. "Gue pernah bilang sama dia buat ngajak dia tunangan. Ya, gue mau ngiket dia buat ngebuktiin kalo gue bener-bener sayang sama dia dan nggak mau kehilangan dia" tutur Bima

KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love Blossomed
Ngẫu nhiênSequel First Sight Called Love [!!!] Part 14 sama 26 diprivate. Saya nggak cari followers karena saya lebih suka ditinggalin jejak di cerita saya daripada difollow. Tapi karna saya pengen tau ada yang baca nggak sih cerita ini selain mereka yang raj...