SLB - 2

238 9 0
                                    

Suara tangisan bayi terdengar begitu Nina memasuki pekarangan rumahnya. Tidak ada kendaraan apapun yang terparkir di depan rumahnya yang menunjukkan bahwa ada tamu di dalam rumahnya.

Kakinya melangkah semakin cepat memasuki rumah seiring dengan rasa penasaran akan suara bayi yang kini sudah berganti tawa menggemaskan

"Assalamu'alaikuum, Mamaaa"

"Itu suara bayi siapa ya Ma?"

Suaranya terus saja melengking sambil berjalan ke ruang tengah ketika tak dilihatnya Mamanya di ruang tamu.

"Eh, sudah datang dek?" Mamanya menoleh ketika mendengar suara Nina memasuki ruang tengah

"Bayi siapa itu, Ma? ih ya ampuuun lucu bangeeetttt..."

Nina langsung mengambil alih bayi laki-laki itu dari pangkuan Mamanya dan menciumnya dengan gemas.

"Ma, ini anak siapa sih??"

"Cucunya tante Rahma. Anaknya mbak Nisa. Lucu yaa... Mama jadi pengen punya cucu dek" jawab Mamanya sambil mencubit gemas bayi yang sekarang ada di gendongan Nina

"Ih si Mamaa. Minta sama kak Reno tuh. Dia suruh cepet nikah"

"Kakak mana bisa diharapkan. Kontrak pra karyawannya saja 3 tahun tidak boleh menikah. Jauh pula di Batam. Mama kan kesepian di rumah" Sedih mamanya

"Mama jangan gitu, kan ada Nina sama Ayah" hibur Nina sambil mengelus lengan Mamanya lembut

"Tapi kalau adek kuliah sama Ayah kerja kan Mama jadi sendirian. Tau gitu dulu mama punya banyak anak aja biar rame" canda mamanya

"Ternak kali, Ma banyak anak. Udah ah, ini ngomong-ngomong mbak Nisanya kemana kok anaknya bisa disini?"

"Duh Mama lupaa. Ayo sini sayang...." cepat-cepat diambilnya kembali bayi dari gendongan Nina "Tadi Mama niatnya cuma bawa sebentar buat ambil resep yang mau dipinjem tante Rahma" lanjut mamanya sambil berlalu keluar rumah.

Nina hanya menggeleng lemah melihat kelakuan Mamanya. Tiba-tiba ia merasa sedih atas kesepian yang Mamanya rasakan. 6 bulan lalu rumahnya masih terasa ramai dengan suara pekikan kesalnya yang selalu menjadi korban keusilan kakaknya, suara ramai adu mulut rebutan remote tv dengan kakaknya ataupun suara musik jedag-jedug super berisik dari kamar kakaknya yang selalu berujung omelan mamanya lengkap dengan sutil penggorengan yang mengacung-acung di udara. 6 bulan lalu sebelum kakak terusilnya sekaligus kakak tercintanya itu akhirnya diterima di salah satu perusahaan BUMN yang sama seperti Ayahnya dan ditempatkan di cabang Batam, rumahnya tidak pernah terasa sepi seperti sekarang ini.

Tiba-tiba saja Nina merindukan kakaknya itu.

***

Nina sudah membersihkan dirinya dan tengah bersantai di depan tv begitu Mamanya kembali setelah mengembalikan bayi lucu nan menggemaskan tadi.

"Oiya Ma, mbak Nisa itu yang mana Ma? bukannya tante Rahma itu cuma punya 2 anak, mas Raka sama kak intan?"

"Kamu memang nggak tau mbak Nisa, soalnya dia tinggal sama budhe nya di surabaya dari kecil. Budhenya nggak bisa punya anak makanya tante Rahma kasi mbak Nisa itu buat diasuh budhenya"

"Tapi mbak Nisa tau, Ma kalo dia anaknya tante Rahma?" tanya Nina semakin penasaran

"Iya tau, dari kecil budhe nya ngasi tau kok ke mbak Nisa. Budhe nya itu sudah dianggap mama kandung seperti tante Rahma juga. Makanya kemaren pas Nikah mbak Nisa mintanya dilangsungkan di Surabaya aja. Selain karna suaminya juga orang sana, teman-temannya mbak Nisa juga disana semua"

Nina mengangguk mendengar penjelasan mamanya.

"Terus sampai kapan katanya mbak Nisa disini, Ma? kan lumayan buat obat sepi Mama bisa main sama dedek bayinya"

"Sampai besok, dan sebetulnya mbak Nisa sama suaminya mau menetap di Jakarta. Kebetulan suaminya dapat promosi naik jabatan disini, jadi mbak Nisa ikut suaminya."

"Yaahh tetep aja gak bisa main sama dedeknya donk kalo nggak tinggal disini" sedikit kekecewaan terpancar dari raut wajah Nina. Entahlah Nina sangat suka saat pertama kali melihat bayi berumur satu tahun itu terutama saat melihat matanya. Mata agak sipit dan dengan iris coklat seperti... lagi-lagi kenapa semuanya harus mengingatkannya pada dia, cinta monyetnya?

Belum sempat mamanya menanggapi, tiba-tiba lagu illa illa dari Juniel mengalun indah dari hp nya dan menampakkan id caller sahabatnya yang membuat ia sebal hari ini.

"Apa?!" Jawabnya judes begitu ia menggeser tombol hijau di hp nya. Matanya melirik sang Mama yang beranjak menuju dapur

"Judes banget sih anakku cintaku sayangku mumumumuuu"

"jijik lo!"

"Gimana, Revan? suka nggak?" Cecar Sinta penasaran

"Nggak gimana-gimana. Biasa aja"

"Ck... biasa aja lo bilang? dia tuh udah paling oke dari semua cowok yang pernah gue kenalin sama lo. Kebangetan banget lo bilang biasa aja"

"Teeruss?" sahut Nina malas sambil

"Masa nggak cocok sih, Nak? Coba deh, Nak buka dikiiit aja pintu hati lo" Sinta mulai melembutkan tutur katanya. Hal yang akan dia lakukan ketika menghadapi kebebalan Nina

"Tau deh, buk"

"ck... gue harap dia bener-bener jauh kalo perlu mati sekalian! kalopun gue ketemu lagi sama dia gue yang bakal bunuh dia karna udah bikin lo kaya gini. Bima sialan!" umpat Sinta emosi

Diputusnya secara sepihak panggilan telfonnya saat Sinta mengumpat dan menyebutkan nama lelaki itu. Antara tidak terima mendengar Sinta mengumpati lelaki itu dan tidak ingin mendengar nama lelaki itu karena ia benar-benar ingin melupakannya.

Ditekannya tombol power yang ada di sisi samping hp nya. Mematikan hp adalah kebiasaan Nina jika ingin menenangkan diri dan tidak ingin diganggu. Sambil merebahkan kepala diatas paha mamanya yang baru saja membawa kue sus basah dari arah dapur, Nina meringkuk sambil memeluk pinggang mamanya. Ketenangan itu seketika ia dapatkan ketika tangan lembut Mamanya membelai kepala dan punggungnya.

"Anak gadis itu tidak boleh judes seperti itu, dek"

"Sama Sinta doank kok, Ma kalo dia lagi nyebelin" ucapnya masih dengan kepala yang terbenam di depan perut Mamanya.

"Sepi ya, dek tidak ada kakak"

Tidak mau mendengar Mamanya sedih, Nina mulai mengalihkan pembicaraan.

"Oiya Ma, Oka sama Fani minggu depan mau pulang loh. Nanti Nina suruh main kesini ya?" Ucapnya antusias

"Oiya? ya ampuun anak itu apa kabarnya ya dek? Mama jadi kangen. Besok Mama bikinin kue kalau begitu buat mereka."

"Oka pasti gendut deh kalo tiap hari disodorin makanan buatan Mama. Matanya kan selalu ijo kalo liat masakan mama"

Terkekeh Mamanya mengingat kelakuan Oka yang selalu penuh minat jika melihat makanan buatannya. Bahkan rengekannya melebihi anak kandungnya sendiri ketika meminta dibuatkan makanan. Sama seperti Reno kakak Nina, Oka juga sudah dianggapnya seperti anaknya sendiri.

***

26-11-2015 / 12:42 WIB

Second Love BlossomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang