A/N: Ini udah chapter 20 guys:') Target gue ini cerita bakalan sampe kurang lebih 30 chapter, tapi gak tau juga sih. Gakerasa ya? Well, menurut kalian sejauh ini gimana? Vomments yaa! Btw, gue mau UN nih, udah kelas tiga ehehe. Gue gak akan hiatus kok, cuma bakalan jarang update gitu. So, tolong makum kalo updatenya lama hehe. Udah ah kepanjangan!
-------------
Happy reading! Enjoy❤
Bagian 20
Pagi ini cukup buruk.
Begitulah menurut Allegra. Ia bangun terlambat karena menangis semalaman bersama ibunya. Bahkan ia tidak sempat untuk mandi. Jika Allegra disuruh memilih saat tengah terlambat, Allegra lebih memilih untuk tidak sempat mandi daripada tidak sempat untuk sarapan. Okay, itu sangat aneh. Namun, soal makanan, Allegra selalu mengutamakannya.
Allegra berjalan menyusuri koridor sekolah dengan kepala tertunduk. Wajahnya pucat, matanya sembab, bibirnya juga tampak kering karena ia tidak sempat minum saat menelan roti. Allegra tampak tidak bergairah sama sekali. Bahkan ia memakai sweater polkadot milik ibunya dalam keadaan terbalik. Geez, betapa menyedihkannya gadis itu.
Allegra terus berjalan tanpa memerdulikan keadaan koridor yang lebih ramai dari biasanya. Para siswa Perkins kini tampak sibuk mengerubungi mading yang terpampang di pinggir koridor. Sampai-sampai mereka tidak memerhatikan Allegra yang berjalan di koridor setiap pagi seperti biasanya. Dan menurut Allegra, itu jauh lebih baik.
Allegra menghela napasnya. Ingatan mengenai kejadian semalam kembali terekam jelas di otaknya. Menyeruak, kembali membukakan luka lama yang sudah ia kunci rapat-rapat dalam hati kecilnya. Luka dalam yang membuat hatinya tergores dan sulit untuk sembuh kembali, goresan itu selalu membekas meski Allegra sudah cukup lama untuk kembali bangkit.
Wajah Luke yang dinodai cairan hitam dari kopi sempat menghantui Allegra dalam mimpi. Wajah lelaki yang menghancurkan hidupnya. Yang merebut sang ayah darinya. Ayah yang dulu sangat menyayanginya, dekat dengannya, kini pria sialan itu serasa menjadi orang asing bagi Allegra. Dan Allegra benci menyadari semua itu. Benci untuk menyadari bahwa ia tidak memiliki sosok ayah lagi dalam kehidupannya.
Mata Allegra mulai memanas bersamaan dengan tenggorokannya yang tercekat. Suara bising dari orang-orang seakan mengecil perlahan hingga akhirnya senyap dalam pendengarannya. Allegra semakin menundukkan kepalanya dalam-dalam sembari menggigit bibirnya dengan kuat. Berusaha menahan rasa emosinya yang mudah tersulut semenjak malam itu. Resah, gelisah, gusar, bimbang. Semua itu bercampur menjadi satu dalam benak Allegra kali ini. Masalah itu bak berhasil mengoyak kepalanya, memaksanya untuk berpikir keras mengenai semua masalah yang kembali ia ingat. Kehidupannya yang hancur, kepergiaannya ke California, ketakutan ibunya..
Allegra benci merasakan semua itu, lagi.
Allegra buru-buru menyeka air matanya dengan kasar saat cairan bening itu menetes membasahi satu bilah pipinya. Ia mendongak sambil membenarkan ekspresi wajahnya yang keruh lantas semakin mempercepat langkahnya.
"Allegra!"
Allegra mengerutkan dahinya kala melihat Cara dan Selena yang berlari menghampirinya dengan wajah yang tampak lebih cerah dari biasanya. Cara lebih dulu menghampirinya sementara Selena tergopoh-gopoh di belakang.
"Ada apa?" Gumam Allegra dingin. Beberapa orang yang tengah sibuk melihat mading di barisan belakang kini mulai memerhatikannya.
Cara menghela napas sejenak. "Kau sudah tahu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMETIMES [DISCONTINUED]
FanfictionAllegra Stewart. Gadis bengis, rakus, aneh, angkuh, dan menyebalkan. Wajahnya juga tidak terlalu cantik. Yaa..walaupun otaknya cukup pintar. Tapi, siapa yang menyangka jika gadis sejenis itu bisa diperebutkan oleh dua cassanova tampan di sekolahnya...