Bagian 6
Allegra memekik keras keras. Persetan dengan statusnya sebagai pengantar pesanan di hadapan tuan rumah yang ternyata ia kenali dan ia benci ini. Allegra kepalang marah. Tangannya mencengkram pegangan kantung plastik pesanan yang ia bawa kuat kuat. Hidungnya kembang kempis menahan amarah sembari menatap tajam kearah pria bertelanjang dada yang tengah melongo di ambang pintu mewah yang baru saja ia ketuk beberapa menit lalu. Mata pria itu melotot, dengan sedikit kemerahan di sekitarnya. Rambutnya dirasta, dan tertutup beanie berwarna hitam. Siapa lagi pria berambut gimbal yang Allegra kenal selain Jaden?
"Kau!?"
Allegra menggeram kesal. Rasanya ia begitu ingin mengutuk diri. Mengapa dunia begitu sempit? Mengapa ia harus bertemu si Jaden sialan di saat saat seperti ini? Ia jadi ingat akan perkelahian Justin dan Harry tadi siang. Dimana Jaden datang terlambat untuk melerai mereka. Hingga Harry berakhir babak belur dan Allegra tak tahu apa sebab mereka bertengkar. Semua rasa penasaran dan kekesalan yang sudah menghilang kini mulai tumbuh kembali. Allegra benar benar muak.
"Kau.pengantar.Pizza? Ha-ha." Ujar Jaden lagi dengan penuh penekanan.
Sialan bukan?
Gunung kemarahan di puncak kepala Allegra sudah meletus! Allegra sangat sangat marah! Ia sempat mengernyit samar saat mencium bau alkohol di sekitar kala mendengar Jaden yang tertawa sumbang nan parau.Allegra tersenyum kecut nan mematikan. "Kau cari mati?"
Tetap dengan pandangan tajamnya, jari-jari Allegra bergerak lihai melinting kedua lengan seragam kerjanya yang berwarna kuning terang, lalu ia menekan topi yang senada dengan seragamnya di kepalanya. Tubuhnya sudah bersiap membentuk kuda kuda, lantas tangannya terkepal kuat, menandakan siap untuk melayang ke udara agar bebas menghajar Jaden. Allegra kalang kabut, persetan dengan apa yang terjadi setelah ini.
"Whoa, calm down, Okay?" Ujar Jaden ketakutan sembari memamerkan kedua telapak tanganya diatas dada. Mengisyaratkan pada Allegra untuk tenang. Allegra mendengus keras. Dan mencoba untuk tenang dengan membanting keras kedua tangannya di kedua sisi.
"Mana pesanannya?"
"Mana uangnya!?"
"Kemarikan dulu Pizzanya."
"Kemarikan dulu uangnya!"
Jaden menghembuskan napasnya keras-keras. Tangannya bergerak untuk mengusap wajahnya, lantas mengangguk samar. Allegra kembali mengernyit, kali ini lebih tajam dan terlihat jijik. Mungkin karena bau alkohol yang menyengat dari mulut Jaden. Allegra mulai berasumsi macam macam karenanya. Jaden mabuk.
"Ya sudah, ikut aku."
Allegra menggeleng keras. Tentu saja ia tidak mau! Masuk kerumah Jaden yang kelewat besar ini dengan Jaden yang tengah mabuk. Itu berbahaya.
"Kau mau uangnya tidak!? Aku tidak mabuk! Aku hanya sedikit mabuk. Cepat masuk!"
Sepertinya Jaden sudah berubah profesi menjadi cenayang sekarang, batin Allegra. Okay, mungkin semakin cepat Allegra menurut, maka semakin cepat Allegra mendapat bayarannya dan segera pulang. Allegra menoleh kebelakang sesaat melihat keadaan teras rumah ini yang tidak terlalu sepi karena penjaga rumah yang tengah berkeliaran. Terdengar gemuruh guntur yang semakin jelas. Allegra teringat hujan, ia segera berbalik dan mengikuti Jaden untuk masuk. Semoga ini cepat berakhir, Tuhan. Lirih Allegra dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMETIMES [DISCONTINUED]
FanfictionAllegra Stewart. Gadis bengis, rakus, aneh, angkuh, dan menyebalkan. Wajahnya juga tidak terlalu cantik. Yaa..walaupun otaknya cukup pintar. Tapi, siapa yang menyangka jika gadis sejenis itu bisa diperebutkan oleh dua cassanova tampan di sekolahnya...