Bagian 13
Allegra menyusuri salah satu rak besar yang berisi banyak buku sastra Inggris di dalamnya. Matanya menelusuri buku satu persatu, mencari judul buku yang pas untuk tugas mengarang sebuah puisi dari Ms.Savanna. Guru itu memang gemar memberi banyak tugas. Tak tanggung-tanggung, bahkan dalam seminggu ia bisa memberikan tiga tugas sekaligus. Dan rata-rata tugas itu berkonsep sama, merangkum dan mengarang. Geez.
Bel sekolah sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Allegra berhasil kabur dari Justin yang memaksa ingin mengantarnya pulang, setelah menginjak kaki lelaki itu lantas lari dengan alasan pergi menemui kepala sekolah. Bodoh sekali.
Dan akhirnya dia benar benar sendiri sekarang. Hanya ditemani ratusan buku dan Milly, sang penjaga perpustakaan. Semoga saja Justin tidak datang menyusulnya.
Akhirnya, setelah menilik-nilik judul buku yang pas untuk menjadi referensi tugasnya, Allegra menemukan satu. Cukup bagus. Sastra Inggris berjudul Paradise Lost, karya John Milton. Sastra kuno berisi puisi yang berbau keagamaan. Well, dengan mengarang puisi tentang agama, mungkin saja Ms.Savanna akan terkesan pada Allegra dan menganggap Allegra seorang gadis religius yang taat agama. Akan menjadi pencapaian yang baik bukan? Semoga saja.
Allegra memantapkan pilihannya untuk memilih buku itu, hanya saja, buku itu terletak sekitar setengah meter di atas kepalanya. Setelah berjinjit susah payah, nyatanya buku itu masih sulit dicapai oleh jangkauannya.
Allegra mendengus seraya melompat-lompat kecil untuk menggapai buku itu. Hingga tak lama, ia berjengit kaget seraya mundur satu langkah ketika dilihatnya satu tangan berada di samping kirinya, tangan itu menjulang lantas meraih tepat pada buku yang Allegra inginkan. Lengannya kekar, dan bertato. Yang membuat Allegra mengernyit bingung. Hanya ada dua orang di Perkins yang berani memiliki tato di lengan. Kalau tidak Justin..
Harry.
Spontan Allegra menoleh.
Ya, itu dia, pria itu tepat berdiri di sampingnya. Tengah memandang ke Allegra juga dengan kedua alis yang menukik ke atas. Tangan besarnya terangkat satu menggengam sebuah buku. Senyuman manis yang samar terukir bibir penuhnya, membuat keresahan Allegra terhadap Harry yang terpendam selama ini menguap begitu saja.
"Ini. Lain kali, cobalah meminta tolong." Suara otoriter khas seorang Harry terdengar bagaikan melodi menenangkan untuk Allegra. Harry lantas memberikan buku yang ia ambil pada Allegra. Dan gadis itu menerimanya seraya gelagapan.
"Te..terimakasih." Balas Allegra terbata. Oh sungguh, sosok Allegra yang manis kini mulai kembali lagi.
Harry mengangguk, dan matanya tak lepas dari iris mata hijau Allegra yang terlihat menenangkan. Mata yang selalu terlihat tajam menusuk di pandang semua orang, namun terlihat begitu lunak jika beradu dengan kedua matanya. Dan Allegra tidak sanggup untuk membalas tatapan bola mata Harry yang terang-terangan mengarah padanya. Ia menunduk malu dan menganggap sepatu yang dikenakan Harry lebih menarik untuk dilihat--walaupun mata Harry jauh lebih indah dari segalanya.
"Allegra, lihat aku."
Harry berbisik dan hembusan napasnya sedikit menggelitik puncak kepala Allegra. Gadis itu mendongak hati-hati. Keresahannya sudah hilang, sungguh. Pertanyaan-pertanyaan mengenai kejanggalan Harry yang tiba-tiba menjauh darinya seakan lenyap dalam ingatannya. Justru kini perasaan gugup, senang, dan juga cinta yang menguasai hati dan pikirannya. Allegra rindu pada Harry. Sangat merindukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMETIMES [DISCONTINUED]
FanficAllegra Stewart. Gadis bengis, rakus, aneh, angkuh, dan menyebalkan. Wajahnya juga tidak terlalu cantik. Yaa..walaupun otaknya cukup pintar. Tapi, siapa yang menyangka jika gadis sejenis itu bisa diperebutkan oleh dua cassanova tampan di sekolahnya...