BAGIAN 35

2.8K 262 109
                                    

Happy reading muwah


Bagian 35


Author's View


Selena Gomez kini sibuk berjalan mondar-mandir di depan cermin yang mematut bayangannya sendiri. Gadis berdarah latin yang imut itu tampak semakin manis dengan balutan dress satin lembut berwarna magenta. Stiletto berwarna terang menambah keanggunan dalam kaki jenjangnya. Dandanannya sudah tampak sempurna dengan polesan make up sederhana. Ia sudah sangat siap untuk pergi mendatangi pesta ulang tahun Vanessa Avery Grande yang merupakan siswi junior di sekolahnya. Lantas, apalagi yang kurang?

Gadis secantik aku tidak boleh datang ke pesta sendirian! Sedaritadi, kalimat itu terus mengitari otaknya seperti komidi putar. Maaf, bukannya Selena merasa tidak laku atau bagaimana. Sekitar sembilan orang laki-laki dari siswa Perkins sudah mengajaknya untuk pergi ke pesta Vanessa bersama. Namun, Selena menolak semua itu karena merasa tidak ada yang cocok untuk dijadikan pasangan kencan baginya. Dan sekarang, Selena merasa menyesali semua itu. Sial. Dia jadi tidak punya pasangan. Pengkhianatan Calum kala itu membuat ia enggan berurusan lagi dengan yang namanya lelaki. Ah, semua terlalu membingungkan.

Oke, tidak ada gunanya berpikir jika ia tidak menemukan solusi. Selena menggigit bibir seraya memilintir ujung rambutnya yang kini tampak bergelombang. Tabiatnya yang khas jika sedang bingung atau salah tingkah. Mungkin Selena akan pergi sendiri menggunakan mobilnya. Itu tidak masalah. Tapi--oh tunggu! Mau ditaruh di mana wajah manisnya ini jika siswa-siswi lain tahu seorang Selena Gomez pergi ke pesta sendirian? Bahkan Cara membawa Logan yang sudah berstatus menjadi seorang mahasiswa ke pesta anak SMA. Lalu Allegra? Sudah pasti ia pergi bersama pangerannya yang bernama Justin. Selena melenguh. Apa ia memilih untuk tidak datang saja?

Dering ponsel di atas meja rias membuat Selena tersadar dari lamunannya. Dengan dahi berkerut ia mengambil benda pipih itu lantas melihat sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal. Oke, apalagi ini? Jika SMS ini datang dari seorang peneror jahat, Selena bersumpah akan berteriak. Kefrustasiannya membuat pikiran Selena terasa kacau. Dengan enggan ia pun melihat isi pesan tersebut. Dan di detik berikutnya, Selena refleks membelalakkan mata dengan dramatis.

Look out the window and see your prince, Princess<3

Selena tentu terkejut. Siapa yang mengirim pesan semanis ini, batinnya bertanya-tanya. Apa itu lelaki tampan yang datang dari langit? Tidak. Itu mustahil. Atau? Apa itu Austin si senior tampan yang pernah menjabat menjadi ketua basket? Atau jangan-jangan, dia Nick? Senior tampan yang suka melukis itu? Gosh! Kini Selena benar-benar merasa tersipu sekaligus tersanjung. Semburat merah kini merona di kedua pipinya yang tembam. Dengan hati yang berbunga-bunga ia segera menghampiri jendela kamarnya, menyibak tirainya lantas menguak jendelanya. Ia berharap bisa menemukan lelaki berambut spike milik Austin atau lelaki berambut pirang khas seorang Nick. Namun seketika ekspektasinya melebur dalam sekejap seperti mentega yang dipanaskan ketika iris mata cokelatnya menemukan lelaki bertuxedo hitam yang tengah bersandar di kap depan mobil Benz. Bukan lelaki berambut spike atau pirang. Melainkan lelaki menyebalkan yang sering menguntitnya akhir-akhir ini.

"Aye aye, Princess!" seru Jaden dari bawah sambil tersenyum lebar. "Kau semakin manis dengan rambut barumu."

Sial. Benar-benar sial. Batin Selena. Tapi--tunggu, apa barusan Jaden baru saja memuji penampilannya? Selena tersentak seraya menyentuh rambutnya sendiri. Ia memang baru mengganti gaya rambutnya dan mengubah warna rambutnya menjadi cokelat yang sedikit lebih terang. Dan apa itu tadi? Apa Jaden Smith yang menyebalkan itu baru saja memujinya? Sangat sulit untuk dipercaya.


***

Pesta ulang tahun Vanessa Avery Grande dilaksanakan di rumahnya yang megah dan besar. Entah bagaimana bisa bagian belakang rumah gadis mungil itu diubah seperti ballroom mewah. Membuat Allegra tidak bisa untuk tidak ternganga melihatnya. Mulutnya terbuka lebar menatap sekeliling. Sama sekali tidak peduli dengan tatapan aneh orang-orang di sekitarnya. Sementara Justin yang setia menggandeng Allegra di sisinya hanya bisa memutar mata dengan jengah. Allegra memang norak. Justin paham itu. Tapi sikapnya yang berlebihan membuat Allegra lebih mirip seperti kaum primitif yang baru menemukan api di tengah hujan.

SOMETIMES [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang