Bagian 37
"Brengsek!"
Dengan amarah yang terus memuncak, Justin menghajar Jaden Smith dengan membabi-buta. Suara debuman tinjuannya pada rahang Jaden bahkan terdengar berderak mengerikan. Membuat siswa-siswi Perkins yang baru melangkahkan kakinya di tengah koridor terkejut menyaksikan aksi tersebut. Umpatan tak henti-hentinya terdengar dari mulut Justin. Menggaung di tengah keheningan yang terasa mencekam. Meski sekarang masih pagi, bahkan bel sekolah belum juga berbunyi, Justin merasa harus menghajar Jaden segera dan menguarkan amarahnya.
Karena Justin merasa kecewa. Ia kecewa pada Jaden.
"Pengkhianat! Setelah apa yang kau lakukan padaku, kau masih berani datang kemari!?" Justin menggeram, lantas meninju perut Jaden hingga lelaki itu mengerang dan praktis tersungkur. "Bangun, pecundang,"
Dengan rahang yang mengeras dan iris mata yang berkilat penuh emosi, Justin mulai menarik kerah kaus Jaden dengan kasar, Jaden terseret untuk kembali bangun lantas kembali dihadiahi tinjuan mentah yang begitu keras dari Justin. Dan alih-alih melawan, Jaden menerima semua itu dengan pasrah. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya selama Justin terus menyiksanya. Kini, wajah Jaden sudah dihiasi oleh memar dan darah yang keluar dari celah bibir serta lubang hidungnya. Begitu mengerikan.
"Keparat! Dasar keparat!"
Justin kembali menyerang Jaden dengan kepalan tangannya yang keras. Lalu menendang dan mengumpat tiada henti. Kekecewaan dan amarah terlalu menguasainya. Ini sudah kesekian kali ia dikhianati oleh orang-orang yang ia percaya. Dan sekarang, Justin sudah muak. Jaden harus tahu bagaimana rasa sakit yang ia rasakan dalam benaknya saat ini. Kalau perlu, Justin tak segan membelah dada Jaden lalu menusuki jantungnya dengan jarum. Agar ia merasakan perasaan menyakitkan ini. Dan agar Jaden tahu, bagaimana kecewanya Justin atas keadaan ini.
Jaden sudah tersungkur dengan pasrah di tengah koridor. Wajah lebam serta tetesan darah yang menghiasi wajahnya membuat siswa-siswi Perkins yang melihat bergidik ngeri. Namun tidak ada satu pun yang berani melerai amarah Justin yang begitu sadis. Tidak seorang pun. Bahkan tidak ada yang berani beranjak satu inci pun untuk melapor ke ruang guru atas keributan yang terjadi. Justin pun menghempaskan tubuh Jaden kembali sebelum menghentikan aksinya. Kedua tangannya semakin terkepal kuat, Justin masih memandangi Jaden yang terkulai penuh dendam. Sampai akhirnya rasa muak itu timbul kembali dan Justin praktis mendongak untuk berpaling dari si brengsek Jaden yang tersungkur di depannya.
Dan ia melihat Allegra.
Justin merasa tercekat melihat gadis yang menghilang selama seharian kemarin kini muncul dengan langkah santainya yang khas. Dan kini, siswa-siswi Perkins yang merangkap bak menjadi penonton ikut memerhatikan eksistensi Allegra yang berjalan sendirian di tengah koridor. Semua seakan terkejut melihat gadis itu. Meski tidak ada tampak spesial yang dapat dilihat dari gadis sejenis Allegra, gadis itu selalu berhasil menjadi pusat perhatian tanpa ia sadari.
Karena Allegra berubah. Ia memangkas rambutnya.
Rambut panjang sebahunya yang sering ia urai, yang begitu ia dambakan karena dianggap sebagai anugrah dari rambut gondrong Kurt Cobain, kini hilang. Allegra memotong rambutnya menjadi pendek, begitu drastis. Sampai seluruh bagian lehernya terlihat dan ia membawa satu sisir pisang di tangannya.
Justin sontak tercekat.
Bahkan Allegra seperti menambahkan gel rambut hingga rambutnya terlihat begitu berkilau. Dan penampilan barunya itu sontak mengundang keterkejutan semua orang. Ditambah satu sisir pisang yang ada ditangannya. Satu persatu pisang ia habiskan dalam sekali telan dan kulitnya selalu berhasil ia buang dalam tong sampah yang berjajar di sepanjang koridor.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMETIMES [DISCONTINUED]
FanfictionAllegra Stewart. Gadis bengis, rakus, aneh, angkuh, dan menyebalkan. Wajahnya juga tidak terlalu cantik. Yaa..walaupun otaknya cukup pintar. Tapi, siapa yang menyangka jika gadis sejenis itu bisa diperebutkan oleh dua cassanova tampan di sekolahnya...