BAGIAN 36

2.6K 276 62
                                    

*ini chapter udah banyak banget ya kayak sinetron.


Bagian 36


Memangnya Justin sudi mengencani gadis segila Allegra? Itu kebohongan. Justin tidak mungkin mencintai gadis itu.


"Allegra!"

Tidak. Sudah cukup. Allegra terus melangkah dengan gusar untuk keluar dari tempat tinggal Vanessa yang kini dianggapnya sebagai neraka. Tanpa peduli akan suara yang benar-benar membuat telinganya panas dan terus meraung-raung memanggilnya. Sudah cukup. Allegra dipermalukan dengan cara yang benar-benar keji. Dan baginya itu sudah cukup. Ia enggan terlibat dengan cinta dan segala kepopuleran yang ada dalam dirinya. Seharusnya tidak seperti ini. Seharusnya ia tidak datang ke pesta ini. Seharusnya Allegra kembali 'normal'. Seharusnya Allegra menghabiskan sepanjang malam di dalam apartemennya. Seperti dulu.

Napasnya memburu, sesak seakan menguasai rongga dadanya dan ada sesuatu yang menyakitkan serasa menusuk-nusuk ulu hatinya. Bahkan Allegra mulai merasa kerongkongannya tercekat dan sakit. Pikirannya mulai menimbulkan berbagai asumsi yang sungguh membingungkan. Ketercengangan, keterkejutan, rasa malu, dan amarah. Semua perasaan itu beradu menjadi satu dalam dirinya saat ini.

"Allegra!" suara itu kembali memanggil. Langkahnya mulai terdengar mendekat untuk menyusul Allegra yang berjalan gusar di depannya.

Dalam langkahnya yang cepat Allegra tersenyum kecut. Tak ada lagi panggilan 'Baby Alle' yang terdengar konyol. Sekarang, atmosfer itu berubah menjadi sesuatu yang berbeda. Dan Allegra merasa terbodohi karenanya. Seharusnya Allegra sadar bahwa selama ini dirinya dipermainkan oleh lelaki bedebah itu. Seharusnya Allegra sadar dan peka bahwa cinta hanyalah sesuatu yang naif. Orang seperti Allegra tidak mungkin bisa bersatu dengan Justin Bieber Perkins. Seharusnya Allegra sadar akan hal itu.

"Allegra, berhenti."

Tidak akan. Tentu Allegra tidak akan berhenti. Seluruh bagian dalam tubuhnya kini terasa sakit. Semua kesakitan itu seakan menekannya untuk menangis. Namun Allegra sama sekali tidak mengeluarkan air matanya barang setetes pun. Alih-alih, ia berusaha memanipulasi semua itu dengan amarah. Deru napasnya semakin memburu. Ia mulai berlari, melintasi halaman depan rumah Vanessa untuk meninggalkan hingar-bingar pesta yang mempermalukannya.

"Allegra!" Justin terus mengejar. "Allegra!"

Cukup. Allegra mulai mengerang frustasi. Kedua kakinya mulai terasa sakit akibat terlalu kencang berlari menggunakan heels. Ia berhenti dan sejenak melepaskan kedua sepatunya. Kemudian melempar kedua sepatu pemberian Justin itu ke sembarang arah dengan lemparan yang kencang. Seakan membuang segala kesakitan dalam hatinya. Dan Justin sempat terperangah melihatnya.

Dengan kaki telanjang, Allegra kembali berlari. Dan Justin ikut menyusulnya. Allegra mulai menuruni anak tangga bagian depan rumah Vanessa. Angin malam menyambutnya dan meremangkan sekujur tubuhnya. Seakan-akan mereka mencemooh Allegra dengan rasa dingin yang begitu menusuk. Rambut cokelat kemerahannya ikut beterbangan tertiup angin. Dan Allegra tidak terlalu peduli. Rasa sakit dan amarah terlalu menguasainya.

"Allegra, kumohon."

Sialan. Apa Justin tidak sadar jika setiap ia memanggil dan memohon-mohon, hal itu membuat ulu hati Allegra semakin berkedut kesakitan? Faktanya, semua sudah terbukti. Lelaki itu tidak mencintainya. Kebohongan besar itu sudah terungkap. Dan kejujuran itu membuat Allegra merasa terhempas jatuh. Ia merasa kecil dan tidak diinginkan. Jadi gadis itu lebih memilih untuk berlari, ia tidak mau terjatuh lebih dalam.

Setelah Allegra menapaki jalan dan keluar dari kediaman Vanessa, seseorang mulai menghalangi jalannya tepat di depan gerbang. Seseorang itu bertubuh tinggi, dan butuh bagi Allegra untuk mendongak melihat lelaki itu. Lelaki berpakaian formal yang kini menatapnya dengan iris mata hijau yang berkilat di bawah cahaya malam. Menatapnya lembut, kemudian memamerkan heels hitam yang semula Allegra lempar jauh-jauh.

SOMETIMES [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang