Ara Pov
Gue dan Alan sudah lama bersahabat sejak kecil. Tak pernah gue bayangkan bahwa persahabatan kami ini akan berjalan sangat panjang.
"Woy Ara! Tungguin..." seru Alan sambil berlari ke arah gue.
"Nggak boleh lari-larian di koridor, pe'a!" ucap gue sambil menjitak kepalanya.
Pletak!
"Cih. Cuma gituan aja di permasalahkan, emangnya kasus berat apa?" sahut Alan.
Dari dulu sampe sekarang nih anak kepala batunya tuh kelewat batu dah. Harus multi sabar gue hadepin manusia sarap kayak Alan. Belum lagi sifatnya yang suka sial sering di share ke guelah... Mampus deng daku...
"Ra, laper nih. Kantin yuk?" ajak Alan.
"Woy! Itu perut apa karung hah? Belum kenyang apa tadi pagi lo sarapan sampe 3 piring di rumah gue?" sahut gue menganga melihat Alan masih lapar ternyata.
"Namanya juga cowok atlet, harus banyak makan dong ayang Ara..." jawab Alan alay seminta ampunnya dah.
"Stres." satu kata itu saja yang gue lontarkan ke Alan.
Alan dengan cepat sudah ada di depan kantin memesan makanan. Gile amat dah kalo gue selama ini ternyata berteman dengan orang yang perutnya kek karung seperti Alan ini nih yang tepat di hadapan gue.
"Lo napa lihatin gue kayak gitu? Emang ada sesuatu di wajah gue?" tanya Alan.
"Nggak." jawab gue singkat.
Alan makan cepat sekali, hanya memerlukan 10 menit saja 3 porsi bakso dan 2 gelas es jeruk habis begitu saja tanpa tersisa. Gue hanya melongo melihat Alan makan sebanyak itu dalam jangka waktu yang cepat.
"Napa Ra? Lu juga laper ya?" tanya Alan lagi.
"Nggak." jawab gue singkat.
"Yuk ke kelas, ntar kalo lu telat gue lagi yang di marahin habis-habisan sama mama..."
"Hahaha... Sepertinya mommy lebih suka membela gue di banding elu, anaknya sendiri hahaee..." sahut gue sambil terkekeh. Mommy Risa memang selalu membela gue di banding membela Alan, anaknya wkwkwkwk...
Setelah lama kelas berlangsung, kini jam istirahat di mulai. Satu hal aja yang gue tau, pasti Alan bakalan cabut ke lapangan basket secepatnya. Dan, benar kata gue. Tuh anak udah cabut ke ruang ganti basket putra. Dan pastinya...
"Ra! Pegangin sepatu gue ya! Awas ilang..." tuh kan? Pasti tuh anak jadiin gue kayak babunya gitu deng.
"Kenapa nggak di taruh aja di dalam ruangan? Sengaja ya jadiin gue babu?"
"Itu lo tau." jawabnya singkat. Sabarrr Ara... Sabaaaarrrr!!!
Dengan cepatnya Alan keluar dari ruang ganti dan segera mengambil sepatunya yang biasa ia gunakan untuk bermain basket. Dan gue kayak orang tolol berdiri di sudut lapangan memegang sepatu sekolahnya sambil menontonnya dan menunggunya.
"Kok bisa ya kak Alan yang ganteng dan merupakan most wanted boy di sekolah ini malah bergaul dengan seorang nerd kayak si Ara?" sindir seorang gadis dengan gaya cabe-cabean lewat di depan gue.
Woy gue dengar! Kirain gue bisu apa?!
"Iya ya. Padahal banyak sekali cewek yang mau sama dia, kok malah si nerd jelek satu ini sih." timpal temannya yang gayanya... Bushet! Kagak beda jauh yaey!
"Katanya sih mereka teman dari kecil." tambah yang lainnya yang lebih muenor gayanya kayak tante-tante yang biasanya tebar pesona tuh... Mau mikat hati cowok-cowok yang masih pucuk wkwkwk...
Gue diam aja. Soalnya di sekolah gue ini, gue emang bergaya kayak seorang nerd. Walaupun sebenarnya aslinya gue bukan seorang nerd, melainkan seorang bad girl. Tapi gue udah janji sama mama kalo gue nggak akan kembali jadi bad girl yang suka cari masalah tiap harinya.
Gue masih punya dua adik perempuan yang mungkin membutuhkan panutan. Dan gue sebagai kakaknya, tentunya gue ingin menjadi contoh yang baik untuk kedua adiknya gue, soalnya tak lama lagi Alesha, kakak gue yang merupakan anak bungsu akan segera tunangan dan mungkin bakalan nggak lama lagi nikah. Pastinya dia nggak mungkin tinggal dengan mama dan papa, serta gue dan kedua adik gue kan? Dia pasti pindah ke rumahnya yang baru bersama suaminya.
Dan kalo dia akan pergi, gue harus menjadi seorang gadis yang paling tangguh, kuat, dan menjadi contoh yang baik bagi kedua adik gue. Nayla dan Tiara, mereka masih terlalu kecil. Apalagi semenjak kematian mama setahun yang lalu, membuat gue dan kak Alesha terbeban menjaga kedua adik kami. Papa juga sibuk dengan urusan kantornya dan beliau juga sering sakit semenjak kematian mama. Papa sangat mencintai mama sampai-sampai dia mau ikutan mati, tapi dia berpikir dua kali lagi karna tak mungkin jika meninggalkan keempat putrinya yang belum mandiri tanpanya.
Gue jadi teringat waktu kematian mama gue. Air mata gue tak hentinya turun. Waktu itu kak Alesha menghibur Nayla sementara papa berusaha menenangkan Tiara yang terus menangis tersedu-sedu. Dan gue, terus saja memeluk nisan mama dan menangis sekuatnya. Dan saat itu rasanya gue hampa dan kosong. Pikiran gue melayang kembali ke dalam kenangan-kenangan dimana sang mama masih ada di dunia.
Kembali lagi air mata turun tanpa hentinya, dan saat itulah... Alan di samping gue memeluk gue dan menenangkan gue. Waktu itu rasanya bagai dunia serta waktu terhenti sebentar. Pelukan hangat dari Alan pun tak mampu membendung perasaan sakit yang gue rasakan. Tapi Alan tidak menyerah membuat gue kembali semangat dan berdiri. Dan gue masih ingat kata-katanya waktu itu,
'Gue mau mati aja!!!' teriak gue.
'Lo gila ya?! Lo pikir kematian itu adalah hal yang biasa?! Lo harus mikir, Ra! Sekali lo mati, lo nggak bakal hidup lagi! Dan seharusnya lo sadar, bagi mereka yang menyanyangi mamamu saja sudah sangat menyakitkan melihat mamamu pergi, apalagi kalo lo juga pergi? Sebaiknya lo menghibur dan menguatkan mereka, Ra! Bukannya malah membuat mereka semakin bersedih... Lo mau apa Nayla dan Tiara makin sedih? Nggak kan... Makanya buka matamu, Ra! Lihat dan pandanglah masa depan yang akan datang, yang berlalu biarlah berlalu. Walaupun sakit rasanya, hadapilah! Karna mungkin lo akan dapat suatu kebahagiaan suatu saat nanti yang akan membahagiakan lo, meskipun memang tempat mama lo di hati elo tidak akan tergantikan oleh siapapun. Tapi, lo harus sadar dan ingat orang-orang sekitar lo yang mencintai lo, jangan lo malah balik ke belakang, karna lo tidak akan pernah maju kalo lo terus kembali menoleh ke belakang.'
Rasanya bagaikan sebuah bom yang meledakkan semua kehampaan di hati gue waktu itu. Gue senang Alan selalu ada di sisi gue, meskipun teman-teman gue yang lain telah meninggalkan gue, hanya Alan yang masih setia di sisi gue sebagai sahabat gue.
Benar kata orang-orang, bahwa sahabat sejati adalah seorang sahabat yang selalu ada di sisimu apapun kondisimu, sedih atau bahagia, duka maupun suka, dan lainnya. Gue benar-benar beruntung mempunyai teman sebaik Alan...
Yahooi! Sorry lama update, gue banyak tugas hiks... Belum lagi pulsa data yang selalu saja cepat habis coy! Mampus dah... Heheh
Keep reading okk?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Basketball Love
Teen Fiction[Sequel Hot Boy vs Stupid Girl] Kenapa jarak diantara kita begitu terbentang jauh? Bukankah kita bersahabat? Lalu kenapa kamu memilihnya? Apa aku tidak pantas untukmu? ------------------------------- Dilarang menjiplak ataupun meniru karya saya tanp...