Wrong

209 21 15
                                    

"Aku meninggalkannya ... "

***

Hyeri POV

Tertatih-tatih di jalanan yang sepi. Hanya berteman perasaan bersalah yang semakin berkecamuk.

Salah ... Aku baru saja pergi tanpa dirinya, lalu sekarang  berharap tangannya menggenggamku erat untuk mengusir dingin?

Egois! Hanya satu kata itu yang mampu membuatku jatuh, aku tak bisa melangkah lebih jauh, karena aku benar-benar lemah tanpa nya.

"Aku menyesal Ravi ... "

Semuanya tampak salah, dan apa lagi yang bisa ku lakukan selain menyalahkan diri sendiri?

Mataku menyipit karena cahaya yang tiba-tiba menyorot diriku. Aku berusaha melihat apa yang ada di depan, tanpa berusaha menghindar.

"Apakah itu kau Hyeri?"

Sinar yang begitu terang dan menyakitkan mataku telah redup, maka aku melihat sebuah mobil yang tak asing lagi. Pria yang mengendarainya keluar dan menghampiriku.

"Aigoo, apa yang kau lakukan disini? Kau sendirian?"

Aku menganga. Tak ku sangka bisa bertemu Hongbin. But, what a relief.

"Hongbin sunbae, syukurlah, tolong bantu aku! Aku meninggalkan Ravi, sunbae. Kita harus selamatkan dia,"

"Bicara apa kau ini? Tunggu, masuklah dulu ke dalam mobil. Kau tampak kedinginan." Hongbin melingkarkan lengannya di pinggangku, hendak menuntun langkah ku yang tak berdaya.

"Pakai ini." Hongbin melepas jaket tebalnya dan memakaikan untukku. Ia juga menyodorkan kopi hangat yang baru ia beli. Aku hanya menatap cairan pekat itu, dan ngomong-ngomong tentang kopi ...

Ravi suka sekali kopi.

"Kenapa tidak diminum?"

Aku mengalihkan pandanganku, Hongbin sedang tersenyum manis, "sunbae mau bantu aku?"

"Tentu saja. Bantu apa?"

Aku bercerita tentang apa yang terjadi dari awal sampai akhir. Sebenarnya menyakitkan mengingat penculikan itu, lidah ku terasa kelu dan getir. Pahitnya melebihi rasa kopi ini. Bagaimana caranya aku bisa menahan tangisku? Tidak bisa. Akhirnya aku terisak-isak di depan Hongbin dan merasa sangat menyedihkan.

"Jangan menangis lagi, kita akan pergi menyelamatkannya." Hongbin mengusap air mataku.

Aku mengangguk, "terima kasih sunbae."

Hongbin menyalakan mesin mobilnya dan menyetir kemudi tanpa banyak bicara. Aku menjadi larut dalam keheningan, seraya menatap kosong jendela yang membatasi dunia luar. Malam semakin gelap hingga aku bisa melihat pantulan wajahku sendiri. Kumal, mata sembab, beberapa luka di pipi.

Namun aku bisa lihat sepasang mata lain yang menatapku di seberang. Berikutnya aku lihat wajah Ravi yang balas menatapku lewat kaca jendela.

"Bagaimana kau bisa bersikap setega ini? Selamat tinggal, Jung Hyeri," Ravi berbicara.

Aku memejamkan mata dan tetesan air membanjiri pipiku. Lagi. Bahkan bayangan Ravi yang tak berwujud nyata, menyalahkan diriku.

"Hyeri ... "

Buru-buru ku hapus jejak air mata sebelum Hongbin menyadarinya, "loh, kenapa mobilnya berhenti sunbae?"

"Mengapa kau sangat peduli pada Ravi?"

Aku terdiam. Beberapa saat aku mengamati wajah datar Hongbin yang mengucapkan pertanyaan itu. Mungkin ini cuma ilusi, tapi Hongbin kelihatan kesal.

"Kau jatuh cinta padanya?"

Aku menjawab, lirih sekali, "aku tidak yakin."

Ia tersenyum aneh, "baiklah, kalau begitu kita tak perlu menyelamatkannya bukan?"

"Apa maksud sunbae? Ini bukan waktunya bercanda, dan kau sudah berjanji padaku!"

"Lihat siapa yang begitu khawatir pada si pria berandal! Bukan kah itu namanya cinta?" Hongbin berkata sinis.

Aku merasa tertekan. Untuk sesaat pria dihadapanku bukan seperti Hongbin yang ku kenal, aku berusaha mengendalikan gugup yang luar biasa sampai tak bisa menyangkal lagi.

"Kau tahu kenapa aku begini? Aku cemburu, Hyeri."

"Cemburu? Ayolah, itu tidak lucu." aku menghindari tatapan tajam Hongbin.

Duak. Lengan-lengan Hongbin mengunci pergerakan ku, membuatku tersudut bagai tikus kecil diterkam kucing, "aku terluka karena kau menganggapnya lelucon."

"Sakit, sunbae ... " aku bergetar ketakutan.

"Lupakan Ravi, aku mohon." Hongbin mengatupkan mulutku dengan ciumannya. Begitu spontan dan memburu, bahkan aku tak sempat bernapas barang sedetik.

Kenapa semuanya jadi keliru?

Seharusnya bukan begini.

Aku mendorongnya kuat-kuat, tapi ia tak bergeser sedikit pun. Hongbin layaknya monster lupa daratan yang sudah dibutakan cinta. Ia terus melumat bibirku, bermain-main dengannya, seakan aku cuma boneka.

Saat ia berhenti dan memberi jarak sambil menatapku intens, aku langsung mengambil kesempatan ini untuk menampar pipinya.

Plak!

"Ini bukan seperti yang kau pikirkan, maaf-"

"Aku ingin pergi!" aku menarik pintu mobil, namun sebelumnya Hongbin menahanku.

"A- aku akan mengantarmu pulang."

***

Mobil telah berhenti di depan rumahku yang temaram. Aku tergesa-gesa melepaskan jaket milik Hongbin yang melekat di tubuhku.

"Ini terakhir kalinya kita bertemu, sunbae," aku berucap dingin.

Ia terus menunduk dengan tangan di kemudi, "aku menyesal."

Ku berikan jaket itu. Mungkin karena emosi membuatku tak sadar menghentakkannya agak kencang. Hongbin mengangkat kepalanya, wajahnya memelas.

"Asal sunbae tahu, aku takkan pernah bisa melupakan Ravi seberapa keras aku mencobanya."

Setelah berkata begitu, aku melangkah keluar dan tak menoleh lagi. Aku hanya ingin menghambur kepelukan ibu, ayah dan Taekwoon oppa.

Aku juga lelah, secara fisik maupun batin setelah berbagai goncangan yang ku hadapi seharian ini. Mungkin sesampainya di kamar aku akan langsung tertidur dan menganggap semua hanya mimpi.

Aku akan bangun dan otomatis keluar dari mimpi buruk itu, disambut dengan ucapan selamat pagi Ravi.

"Aku pulang ... Hiks ... "

To Be Continued

yoon-hana Hongbin terlalu rawr? Maafkan aku pliseu x"D karena dia lagi galau. Author sedang lelahhh kak #plak

(On Hold) Lovely GengstaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang