I Need You

184 23 17
                                    

-UGD-

2 jam Hyeri menatap tulisan berwarna merah menyala itu. Berdiri di depan pintu seperti patung dan menolak untuk beranjak sama sekali.

Dibalik sana ada seseorang bersurai biru yang Hyeri kenal sebagai pria berandalan. Pria sok kuat, selalu tersenyum dan menjahili Hyeri seakan hal buruk yang menimpanya bukanlah apa-apa.

Tapi sekarang? Pria itu sedang terbaring lemah. Tidak ada senyum konyol di wajahnya, kata-kata yang mampu membuat Hyeri kesal, dan yang paling penting kehadirannya di sisi Hyeri.

Hyeri rindu sosok Ravi di sampingnya. Selalu. Setidaknya, setelah peristiwa mengerikan itu. Rindu tubuh tegap yang memayungi langkahnya, juga suara bass yang terngiang di telinga Hyeri.

Ravi, jangan pernah berhenti berjuang. Seperti Ravi yang selalu aku kenal.

"Hyeri- ya, apa kau tidak lelah?" Taekwoon menghampiri sang adik. Tanpa menoleh Hyeri mengatakan tidak.

"Ibu membeli makanan kesukaanmu. Tentu kau tidak mau ketinggalan atau oppa akan menghabiskannya," canda Taekwoon. Bahkan dia menambahkan senyum menawan yang jarang ditampilkan kecuali kepada adik tercintanya.

"Tidak apa-apa, oppa makan saja," jawab Hyeri singkat.

Taekwoon merengkuh pundak Hyeri. Ditepuk puncak kepalanya dengan lembut. Ia menyerah pada segala bujuk rayu karena sadar, mengajak Hyeri berbicara takkan melunakkan hatinya.

"Apa yang harus aku lakukan ... " Hyeri berkata lirih. Air mata menyusuri pipinya.

Taekwoon diam. Bukan karena dia tidak tahu cara menjawab! Ingin rasanya Taekwoon mengatakan 'semua akan membaik.' Tapi,

Biarkan begini saja.

Hyeri membutuhkan seseorang di sampingnya ... Tapi juga butuh ketenangan.

Dan itulah arti kehadiran seorang kakak seperti Taekwoon.

"Selama ini aku percaya ... Ravi adalah namja yang tak butuh tidur. Setiap harinya diisi semangat membara hingga dia lupa untuk sekedar memejamkan mata," Hyeri bicara melantur sambil memoles senyum.

"Hingga saat ini ... Hari ini ... Ternyata aku salah. Matanya tertutup rapat. Bagaimana jika dia kehilangan semuanya dan tak mau bangun lagi?" senyumnya berganti getir.

"Ah, Ravi mengatakan sesuatu padaku. Dia bilang ... Dia ci .... Cinta padaku." Hyeri menggigit bibirnya. Aliran sungai air mata semakin deras di pipinya. Mengapa?

Mengapa ungkapan cinta menjadi sebegitu perihnya?

"Ravi cinta padaku. Dia bilang begitu ... Tapi aku takut salah dengar ... Sebenarnya aku tidak yakin. Aku mau minta dia menjelaskan apa maksud ucapannya. Dan, aku terlambat ... " Hyeri memejamkan mata. Tubuhnya bergetar takut di rengkuhan Taekwoon. Terlalu takut untuk membayangkan makna 'terlambat'.

Sejak kapan ungkapan cinta menjadi sebegitu menakutkan?

"Aku bodoh ya oppa." Hyeri mendongak. Astaga, Taekwoon tak sanggup menatap tatapan penuh luka itu. Apalagi dari adiknya sendiri.

"Aku ... Bodoh ... Kan, oppa? Dan egois?" Hyeri menuntut, "Taekwoon oppa, jawab!!!"

"Tidak," jawab Taekwoon tegas.

Hyeri menggeleng cepat tidak setuju. Isak tangisnya semakin kencang. Ini membuat Taekwoon jadi gemas juga.

"Jangan pernah bicara hal semacam itu. Kau adikku, dan menghina diri sendiri artinya kau menghinaku. Tidak ada yang bodoh dan egois, mengerti?" tegas Taekwoon.

(On Hold) Lovely GengstaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang