Baik-baik saja

1.3K 54 2
                                    

Malamnya Julian jemput aku untuk ke nikahan kak Reyhan. Lokasinya di salah satu hotel dekat Dago. Malam itu Julian tampak menawan dengan setelan jas dan kemeja. Aroma musk dari parfumnya sudah menusuk hidungku. Rasanya tidak sabar untuk menciumi Julian. Senada dengannya, aku menggunakan dress peach selutut dengan rambut sengaja ku gerai dan sedikit aku blow dibagian bawahnya. Setelah berpamitan dengan Bunda, aku dan Julian berangkat. Reta sudah berangkat duluan bersama teman-teman yang lain.

"Cantik sekali, nyonya Julian.." kata Julian saat kami sedang di mobil. Apa katanya? Nyonya Julian? Aku ketawa.

"Datang ke kawinan gini, pengen buruan kawin hahaha.." kataku sambil ketawa.

"Sabar, bulan depan kita udah bebas.." Julian tersenyum nakal. Maksudnya apa coba, bebas? Hahaha.

Kamipun ngobrol sampai nggak terasa sudah sampai di hotel. Disana aku langsung nyalamin kak Reyhan. Selain itu, aku juga ketemu teman-teman SMA ku. Ini jadi semacam, reuni kecil lah. Saat aku mau mengambil cheese cake, tiba-tiba aja ada yang nepuk pundakku.

Tubuhku kaku.

Kenapa?

"Diana?"

Cara dia memastikan masih sama.

"Hon. Kamu udah coba cakenya?"

Dan tiba-tiba saja Julian sudah berada disampingku. Dan didepanku, Koko.

Koko.

Dia ada disini.

Tepat, dihadapanku. Dihadapanku, dan Julian.

Tempat seramai itu serasa membeku. Semua seolah berhenti.

"Koko.." kata Koko sambil menjabat tangan Julian.

"Julian.." balas Julian.

"Jul, ini temenku SMA dulu.." kataku akhirnya. Dan dia kemarin ngajak aku kawin...

Setelah basa-basi sebentar, aku langsung mengajak Julian pulang. Serius, aku tidak nyaman berada didalam kondisi seperti ini. Julian mengiyakan kemauanku.

***

Sepanjang perjalanan aku hanya banyak diam. Jelas saja, Koko ada disitu. Koko kan masih sepupu Reyhan. Ingat waktu Reyhan minta tolong ke aku untuk balikin flashdisknya ke Koko? Nah, aku juga baru ingat.

"Kamu kenapa Di?" tanya Julian akhirnya.

"Im okay.." kataku sambil tersenyum.

"Nggak usah bohong.. Aku ngerasa ada yang aneh akhir-akhir ini sama kamu." Julian membelokan mobilnya ke sebuah kedai dekat BIP. Kedai kopi tempat pertama kali kami ngedate. Ingat kan?

Setelah memesan kopi. Aku tetap diam.

"Ternyata kamu benar Jul.." kataku akhirnya sambil mengaduk kopi arang yang baru saja datang.

"Benar gimana?"

"Kopi arang ini kayak kita, sekuat apapun kita aduk, tetap aja arangnya naik.."

"Aku tau, tapi kayaknya kita nggak ada apa-apa kan, atau aku ada salah sama kamu?"

"Bukan Jul, aku yang salah.."

Julian menggenggam tanganku.

"Cerita.."

"Mungkin bener ya, kalau mau nikah, ada-ada aja yang pengen lewat.."

Julian mendengarkan aku dengan sungguh-sungguh. Tanpa menyela sedikitpun. Aku akhirnya buka suara mengenai Koko.

"Kamu tau, Jul, Koko.."

"Yang tadi?"

"Iya, dia.."

Aku menarik nafas panjang.

"Kamu pasti pernah punya obsesi kan? Kamu pernah cerita ke aku kalau kamu sangat terobsesi jadi dokter waktu kecil sampai akhirnya kamu belajar Ipa mati-matian, walaupun pada akhirnya kamu malah kerja dibagian desain.." kataku dengan bibir bergetar.

"Aku masih nggak ngerti maksud kamu.."

"Koko adalah obsesiku yang sempat bikin aku mati-matian ngejar dia."

Julian merengganggkan genggaman tangannya. Aku bisa merasakan itu. Ada suatu kekecewaan disana. Aku paham.

"Dari SMA, aku suka sama Koko, aku tau segalanya tentang dia, bahkan sampai hal kecil seperti cara dia ketawapun aku tau."

Mataku mulai panas. Menyadari hal itu. Julian kembali mengeratkan genggaman tangannya.

"Semua serba Koko, dan itu berlanjut sampai kuliah, dan selama itu tidak ada perkembangan apa-apa. Tidak pernah ada respon dari dia. Dan sampai akhirnya aku menyerah dan bertemu kamu.."

Aku tersenyum getir.

"Aku bukan jadiin kamu pelarian loh Jul.."

"Ya, aku ngerti.." kata Julian lembut.

"Jadi, kemarin, aku ketemu lagi dengan Koko. Dan kamu nggak tau.. Maafin aku."

Julian tersenyum.

"Aku percaya sama kamu Di, apapun yang kamu lakukan adalah yang terbaik.."

"Jadi, dia nyatain ke aku."

"Nyatain.. Cinta?"

"Lebih, dia ngelamar aku."

Aku tau Julian bakalan marah, aku tau Julian bakal maki-maki aku. Aku udah siap. Siap banget.

"Tapi Jul, aku udah bilang kalau aku punya pacar. Aku bakal nikah bulan depan.. Aku.. Aku.." Aku tidak kuasa menahan air mataku. Akhirnya tumpah juga.

Julian berangsur duduk disampingku. Asalnya dia duduk didepanku. Dia langsung memelukku. Mendekapku erat. Mengusap kepalaku.

"Aku tau aku salah, Jul, pernah.."

"Udah Diana.. Udah.."

Aku menangis dalam pelukan Julian.

"Semua orang punya masa lalu, dan sebagai masa depanmu, aku menghormati itu.."

***

Dulu Kita Masih SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang