Kesetrum

1.3K 45 0
                                    

Julian begitu tenang. Aku tidak bisa membayangkan bila itu bukan Julian. Aku yang terlalu beruntung mendapatkan Julian, atau Julian yang kebetulan bisa bersama denganku, hingga saat ini.

Takdir?

Apakah, kami ditakdirkan untuk bersama?

Dan setelah dari acara kawinan itu, aku dan Julian berjanji bahwa semua akan baik-baik saja.

***

Besoknya aku akan pergi nyari mie yamin di dekat SMA ku dulu. Oh iya, Julian semalam akhirnya nginap dirumah, dipaksa bunda. Dia kelihatan capek banget kelihatannya. Biar aja dia disini, lagipula aku masih kangen. Reta sudah balik ke rumahnya sendiri. Dan besok aku sudah pulang ke Jakarta, sebenarnya mau pulang naik bus aja kayak biasanya, tapi Julian maksa untuk nganterin. Apa boleh buat? Aku juga nggak mau ngelawan dia.

"Sibuk banget, pak." kataku saat mau pergi sambil meluk dia dari belakang yang lagi sibuk ngadepin laptopnya di balkon belakang rumah.

Julian menoleh. Mengecup pipiku skeptis. Aku ketawa. Dia ketawa.

"Mau kemana, yang?"

"Mie Yamin, ngidam.. Nitip apa?"

"Beliin vitamin aja deh, kayak biasanya.."

"Oke, aku berangkat dulu.."

Setelah cipika-cipiki sama Julian dan pamitan ke Bunda aku langsung ke Mie Yamin langgananku itu.

Dalam perjalananku menuju tempat Mie Yamin itu, sengaja aku lewat jalan depan SMA. Aku pelanin motorku. Ada mang Sulis disana. Dia adalah penjaga sekolahku. Aku merapatkan motorku.

"Mang, assalamualaikum.." kataku setelah turun dari motor.

"Waalaikumsalam, saha?"

"Duh mang, ini Diana.."

"Oh Diana.. Diana, anak OSIS itu bukan?"

"Iya mang.."

"Wah, meni geulis pisan sekarang ya, kumaha damang neng?"

"Alhamdulillah, damang mang, mamang kumaha?"

"Damang juga.., wah rasanya kayak reuni, tadi pagi ada temen seangkatan neng Diana juga kesini.."

"Wah, saha mang?"

"Saha nya, agak lupa, maklum neng udah tua, itu loh neng, yang kalau sekolah naik matic merah.. Saha nya.. Ko.. Ko.. Siapa yah, saya teh kurang ingat.."

Jantungku serasa berhenti berdegup. Nggak mungkin Koko kan? Harusnya tadi malam dia sudah kembali ke Batam. Jadi, itu nggak mungkin Koko. Lagian, mang Sulis juga nggak yakin kan?

"Oh gitu ya mang, yaudah, saya pamit duluan mang.."

"Oh iya, sok atuh, mangga.."

"Mangga.."

***

Setelah beli Mie Yamin, aku langsung ke minimarket buat beli kebutuhan dan titipan Julian. Saat dikasir, aku lihat kasirnya berwajah oriental.

"Ini hitung dulu Ko, ada ibu-ibu yang nyari sabun.." ujar pegawai perempuan sambil menyerahkan belanjaan pada kasir itu.

Ko? Jantungku meloncat lagi. Kenapa, kenapa dengan banyaknya nama panggilan, kenapa pria chinese selalu di panggil Koko?

***

Sesampainnya rumah, aku langsung ke kamar Julian. Dia tidak ada disana. Hanya ada laptopnya saja dalam keadaan tertutup. Saat aku tanya bunda, katanya dia keluar sebentar. Tumben-tumbennya dia tidak bilang aku saat mau pergi begini. Bukan, bukan maksudku posesif mewajibkan Julian lapor kemanapun dia pergi, maksudku tidak biasanya dia pergi tanpa bilang padaku padahal kita sedang bareng begini.

Ponselku berbunyi. Pasti Julian.

Nyatanya tidak. Reta.

"Apa Ta?"

"Kamu ngapain di BIP?"

"Siapa yang ke BIP?"

"Tadi aku kok rasanya liat mobil Julian disono ya.."

"Perasaan kamu aja kali.."

"Iya kali ya, mobil kayak Julian kan juga banyak, yaudah deh.."

"Oke deh, thanks ya Ta.."

Aku menutup flip ponselku. Awalnya aku nggak sampai mikir kalau Julian ke BIP. Ngapain coba? Masa beli vitamin lagi? Karena perasaanku sudah tidak enak, akupun meluncur ke BIP.

***

Dulu Kita Masih SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang