Kebetulan atau pertanda?

970 38 0
                                    

Om Julian? Nama ayah Kevin Julian? Julian.. Julian.. Email Mamah, Om Julian. Apa benar dia adalah Om Julian mantan pacar Mamah? Nggak mungkin lah.

"Nadia Om.." aku ikut menjabat tangan ayah Kevin.

"Kamu mau, nengok Kevin?"

"Mau Om, mau banget, tapi ini masih jam sekolah Om.."

"Nanti pulang, Om jemput gimana?"

"Tapi nanti saya ijin ke mamah dulu ya Om.."

***

Setelah ijin ke Mamah, aku menunggu Om Julian didepan gerbang sekolah. Tidak berapa lama, jazz nya berhenti didepanku. Aku langsung diajak masuk ke dalam mobil. Aku tidak menaruh curiga apapun pada Om Julian, bagiku, dia seperti Kevin. Saat bersama Om Julian, aku juga merasa seperti sedang bersama Kevin.

"Kevin, sering cerita tentang saya ya Om?"

"Iya, setiap malam kami selalu video call. Dia, selalu antusias cerita tentang Nadia. Katanya kamu beda.."

Om Julian tertawa kecil. Aku jadi malu sendiri. Jangan-jangan Kevin.. Ah jangan ngayal!

"Ah, beda gimana sih Om, sama aja.. Kevin yang baik Om, suka traktir saya kopi.."

"Kalian sering jalan?"

"Lumayan sih Om, soalnya kita teman sekelas juga.."

"Jadi kamu yang pertama.."

"Maksud Om?"

"Dari dulu, Kevin belum pernah tuh, jalan sama perempuan.."

Heh? Aku tersipu. Hahaha.

"Oh ya? Wah.. Padahal Kevin kan keren Om.." alamak. Aku keceplosan.

Gantian Om Julian yang ketawa. Nggak tau kenapa, aku sudah merasa dekat dengan Om Julian walau kami baru bertemu beberapa jam yang lalu.

"Ngomong-ngomong, Kevin sakit apa sih Om? Kok dia langsung cepet kurusnya?"

Raut wajah Om Julian seketika berubah. Kemudian tersenyum getir.

"Nanti kamu tau sendiri kok.."

***

Sesampainya di rumah Kevin, rumah itu tampak sepi sekali. Om Julian mempersilahkan aku masuk, dan langsung menyuruhku ke kamar Kevin, katanya, Om Julian mau menyiapkan makan malam. Nggak usah repot-repot kataku. Saya maksa, kata Om Julian. Yasudah, aku langsung ke kamar Kevin. Ku buka perlahan pintu kamarnya.

Betapa terkejutnya aku melihat Kevin yang sangat, sangat kurus. Ditubuhnya menancap beberapa selang-selang yang kayak orang sakit ditv-tv itu loh. Sebenarnya sakit apa kamu, Vin?

"Kevin.." kataku pelan sambil duduk disamping ranjangnya. Kevin terpejam. Mungkin dia sedang istirahat.

Aku mengusap dahinya. Ku raih tangannya. Ku usap perlahan.

Seperti menyadari hal itu, Kevin terbangun.

"Nadia.."

"Iya, Vin. Ini gue, Nadia.." kataku.

"Kamu, kenapa bisa disini?"

"Bokap lo, Om Julian, yang ngajak gue.."

"Kamu udah tau kan, kondisi aku sekarang.." kata Kevin dengan suara yang pelan banget nyaris serak.

"Udah Kevin, kamu istirahat, kamu selalu nyaranin aku untuk jaga kesehatan kan.." dan sejak itu, aku juga ikut-ikutan pakai aku-kamu.

Kevin tersenyum. Dan tertidur. Aku tau, kondisinya memang sangat lemah. Gila men, dia kurus banget. Tapi tetap ganteng. Ah apaan sih Nad?!

***

"Jadi, itu penyakit keturunan.. Dulu, ibunya meninggal juga karena itu.." kata Om Julian saat kami makan malam.

Aku terdiam.

"Om awalnya nggak ngebolehin dia untuk sekolah di Indonesia, tapi kamu tau sendiri kan, dia anaknya keras kepala banget.."

"Iya Om, dia pengen kayak Om katanya.."

"Om cuma takut Nadia.."

"Takut kenapa Om?"

"Takut kehilangan orang yang Om cintai untuk yang ketiga kalinya.."

"Tiga?"

Om Julian terdiam gugup seperti salah bicara. Menyadari hal itu, aku segera mengalihkan pembicaraan.

***

"Aku pulang.." kataku saat sampai dirumah. Ku hampiri mamah dan papa yang sedang makan di ruang makan.

"Gimana, Kevin udah baikan?" tanya Mamah setelah aku cium tangannya.

"Belum Mah, makin parah.." kataku kemudian.

"Nanti kalau ada waktu, kita tengokin bareng-bareng ya Pa.." kata Mamah. Dibalas anggukan dari Papa.

"Diantar siapa tadi, kok nggak diajak masuk?" tanya Papa.

"Oh, buru-buru katanya, aku diantar ayahnya Kevin, Om Julian.."

Saat aku menyebutkan nama ayah Kevin. Secara bersamaan, Mamah dan Papa mendadak tersedak.

***

Dulu Kita Masih SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang