Persimpangan Jalan

1K 43 0
                                    

Aku tiba dirumah Kevin. Bau kamper langsung menyeruak dalam indera penciumanku.

Disana, terbaring Kevin dengan begitu tampannya. Tertutup kain putih. Sudah tidak ada lagi wajahnya yang tampak malu-malu. Ingatanku berputar. Semuanya. Tentang Kevin, dan aku. Ingatanku mendadak berjalan pada lorong sekolah, dimana ada Kevin, dan aku disana sedang berlarian. Lalu terbang pada tangga disamping kelas, dimana Kevin, dan aku sering ngobrol disana. Taman sekolah, kelas, semuanya. Semua tentang Kevin. Kopi arangnya, ngopi bareng setiap pulang sekolah. Saat dia main ke rumah, dan sampai terakhir kemarin dia mengatakan perasaannya dan merayakan ciuman pertama kami secara diam-diam. Dan kini, dia sedang terbaring dengan sekeliling orang yang tengah mendoakannya.

Entah kenapa, saat kita kehilangan seseorang, ingatan yang paling kuat adalah saat pertama kali bertemu.

Kevin sudah dimakamkan.

Aku, Om Julian dan Mamah masih dipusara Kevin. Memanjatkan doa, dan selalu merindukannya.

Seperti yang pernah aku baca di salah satu email Mamah pada Om Julian, bahwa waktu memang begitu misterius.

Diluar sini, aku sedang merasakan sedih teramat sangat, didalam sana, entah apa yang dirasakan oleh Kevin. Apakah dia bahagia, karena kehilangan rasa sakitnya? Atau kah dia sama-sama sedih sepertiku? Aku tidak paham benar tentang waktu. Waktu mungkin kini sudah menghianati jarak. Jarak antara aku dan Kevin sudah semakin jauh. Terhalang dimensi waktu yang berbeda.

Kulihat, Om Julian begitu terpukul. Mamah sedari tadi mengelus punggung Om Julian serta berbisik kata-kata yang menenangkan Om Julian.

Mereka mengajakku untuk pulang, tapi aku enggan. Aku masih ingin disini, belum percaya bahwa Kevin pergi.

Mereka pulang, tinggal aku seorang.

Hanya terdengar suara angin sore. Sayup-sayup ku dengar lagi perkataan-perkataan Kevin.. Ku pejamkan mataku. Berharap saat ku buka, ada Kevin disana. Nyatanya tidak. Kevin sudah pergi Nadia.. untuk selamamya..

***

Pagi ini aku sekolah seperti biasa, dan pulang sekolah aku langsung ke kedai kopi biasa aku ngopi bersama Kevin. Sudah seminggu dia pergi. Walaupun masih sangat terpukul, kurasa mengenang bukanlah hal yang dilarang.


"Hallo.."

"Hallo, Mah? Ada apa?"

"Kamu bisa pulang sekarang Nad? Papa Nad.. Papa.."

"Papa kenapa Mah?"

Pertanyaanku hanya dijawab dengan tangisan Mamah. Ada yang tidak beres.

Aku segera bergegas pulang.

***

Dulu Kita Masih SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang