Karma, Its real?

880 30 0
                                    

Hari demi hari, rasa penasaranku ke Arin semakin besar. Saat yang lain pada mohon-mohon untuk memiliki nomor handphone ku, aku sebaliknya. Diam-diam mencari kontak yang bisa menghubungkan antara aku dengan Arin.

Dan entah kenapa, betapa bahagianya aku saat mendapatkan Id Line miliknya. Jamanku SMA dulu, selain BBM, Line juga sangat diminati sebagai sarana komunikasi.

Apakah ini yang dirasakan oleh para 'fans' ku disekolah terhadapku?

Tunggu..

Maksudmu aku mengidolakan Arin? Tentu saja nggak. Gengsi lah. Aku hanya penasaran padanya. Penasaran.

Tapi, dia tidak pernah membalas satupun chat yang aku kirim ke Line-nya, walaupun aku sudah pakai nama samaran.

Ngaku, pasti diantara kalian pernah mengalami hal semacam ini saat SMA, jadi semacam penggemar rahasia, gitu deh.

Lama-lama aku bosan sendiri. Males juga. Ngapain mengharapkan sesuatu yang nggak pasti? Eh, apa? Aku nggak ngarep kok sama Arin. Sebel aja.

Sampai pada akhirnya aku dikagetkan dengan kabar kalau Arin jadian dengan Kang Fikri. Kakak kelasku yang anak racing gitu, terkenal nakal deh.

Aku bukan kecewa sih, tapi asal kalian tau, kang Fikri itu nggak cocok dengan Arin. Aku nggak cemburu kok, tapi percaya atau nggak jamanku SMA dulu masih ada yang namanya balap Racing ugal-ugalan gitu. Dan kang Fikri salah satu anggota senior disana. Bayangin aja, giman kalau Arin hanya jadi mainan? Ya aku tau kang Fikri baik padaku, tapi dia sering langgar aturan sekolah, termasuk pakai kendaraan berisik saat berangkat, tidak pakai ikat pinggang, pokoknya sering keluar masuk BP deh.

Aku nggak bisa bayangkan bagaimana Arin, iya, adik kelas sombong itu, bisa jadi pacarnya? Kenapa Arin lebih tertarik pada berandal itu ketimbang padaku? Tidak maksud pede, secara garis besar aku termasuk rapi dan rajin. Telat hanya sekali karena ban bocor saat bersama Diana dulu, lagipula aku anak Pramuka yang lebih jelas kegiatannya, bukan anak racing yang suka balapan liar dan bolos sekolah.

Dalam hati kecilku, aku merasa agak tidak rela. Atau mungkin, merasa disayangkan seorang Arin bisa jadian dengan Kang Fikri.

***

Sore itu, hujan deras pokoknya kalau nggak salah ingat, aku sedang makan di KFC dekat sekolah. Hari sabtu, iya aku ingat. Aku habis keterampilan, jadi disekolahku dan Diana dulu, walaupun SMA, juga menyediakan program keterampilan bagi siswanya, ada sistem pkl dan dapat sertifikat juga, macam SMK gitu deh. Dan kebetulan aku ambil keterampilan otomotif. Masa, aku ambil tata busana?

Jadi, di KFC aku pesan satu rice box dan mango float. Aku duduk di bangku dekat jendela kaca.

"Hujan, kok minum es?"

Aku tersentak. Arin. Sendiri, dengan nampan berisi cream soup dan air mineral.

"Rin?"

***

Dulu Kita Masih SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang