Diana: Julianku..

1K 38 0
                                    

Aku Diana. Masih ingat padaku, bukan? Jangan hanya karena putriku yang sering muncul akhir-akhir ini, kalian jadi lupa padaku.

Jadi, tadi aku bertemu Julian.

Julianku.

20 tahun yang lalu..

Tak ada yang berubah dari sosok Julian. Dia tetap sama seperti terakhir kali aku memeluknya di Bandara sebelum dia terbang ke Swedia. Dia tetap Julian pemikat hati wanita. Dia tetap Julianku, yang dulu..

"Jul, what happened?" kataku kepada Julian saat aku menjenguk Kevin, putranya. Sedangkan Nadia, dia ku biarkan saja di ruangan Kevin.

"Diana.." kata Julian kemudian. Dia mencengkram kedua bahuku.

"Julian, aku kenal kamu, ada apa?"

Mata Julian terlihat sendu. Aku teringat mata itu 20 tahun yang lalu. Mata yang membuat aku jatuh cinta pada sosoknya hanya dalam seteguk kopi.

"Aku, belum siap kehilangan Kevin, Di.."

"Aku ngerti, aku paham.."

"Kevin udah nggak bisa disembuhkan, kata dokter, hidupnya tinggal beberapa hari lagi.."

"Dan kamu percaya?" kataku.

"Maksud kamu apa?"

"Jul, do you remember? Kamu pernah bilang ke aku, selalu ada harga yang dibayar dari setiap perbuatan, dan mungkin belum tentu hidup Kevin tinggal beberapa hari lagi, belum tentu Jul, apa yang kamu lakukan pada Kevin belum tentu mendapat bayaran seperih itu.."

Ku lihat Julian menangis. Agak canggung ku usap air matanya.

"Julian?"

"Tapi aku sudah pernah ngalamin kehilangan dua kali, aku tidak mau kehilangan Kevin.. Dia harta satu-satunya yang paling berharga untukku.."

"Kehilangan kamu, sudah membuatku banyak belajar Diana, kehilangan istriku, rasanya aku sudah tidak punya semangat hidup lagi, dan sekarang, putraku, sedang sekarat.. Apakah masih ada kemungkinan aku hidup setelah ini?"

Aku memeluk Julian.

Rasanya masih sama seperti 20 tahun yang lalu. Ia mendekatkan wajahnya padaku. Dan hal itu terjadi..

Tiba-tiba aku teringat wajah Koko, suamiku.

Ya Tuhan! Apa yang aku perbuat? Aku segera melepaskan ciuman diantara kami. Dengan nafas tersengal, aku langsung meninggalkan Julian dan memanggil Nadia, putriku. Untuk pulang.

Aku marah pada diriku sendiri, aku menangis. Aku sedih, aku merasa bersalah pada Koko, Nadia, dan Kevin. Bisa-bisanya aku dan Julian..

Apa kami tidak ingat umur?
Atau mungkin cinta tak mengenal umur?
Bukan, aku tidak cinta pada Julian..

Julian hanya masa lalu, cukup untuk dikenang, tidak untuk diulang..

***

Dulu Kita Masih SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang