Besoknya setelah latihan Pramuka, aku nunggu adik kelas yang kemarin itu di Sanggar.
Sudah hampir setengah jam. Belum datang juga. Oh, jadi begitu dia memperlakukan kakak kelas?
Sudah hampir jam 6 dan dia belum datang. Seluruh teman-teman Pramuka ku sudah pada pulang, hanya tinggal kang Ardi saja yang sedang ngeteh didepan.
"Nunggu apa sih Vid? Sekolah udah sepi gini.."
"Engga kang, nggak nunggu apa-apa ngan nuju males pulang wae.. (Cuma lagi males pulang aja)."
Aku mengepalkan tanganku geram. Gimana sih, Pradana kok dipermainkan? Lihat aja besok. Belum kenal, David sih.
***
Keesokan harinya, aku berangkat seperti biasanya. Masih terngiang jelas bagaimana aku dipermainkan oleh seorang adik kelas yang sangat-sangat menyebalkan.
Kalian pasti tau kan, kata orang:
Semua adik kelas pasti pernah naksir kakak kelas, dan kakak kelas belum pasti bisa naksir adik kelas.
Apa dia tidak naksir padaku? Maksudku, diantara semua teman-temannya, ku tau mereka semua begitu mengidolakanku. Hey, kalian ingat kan aku ini idola wanita?
Ku lihat dia sedang membawa buku bertumpuk-tumpuk dari perpustakaan. Kelihatannya, dia dijadikan korban oleh teman-temannya yang malas ambil buku paket diperpus, atau mungkin memang dia seksi perpus? Entah.
Ku samakan langkahku dengannya. Dia buang muka. Wah..
"Kemarin, kok nggak ke Sanggar?"
"Hukumnya naon? Wajib?" kata Arin ketus sekali.
"Gini ya, cara hormatin kakak kelas?"
Arin terdiam sebentar, meletakkan buku-buku itu digazebo depan kelas 2 IPA 1, dekat laboratorium.
"Oke, kang David, punten pisan nya (maaf banget ya), kemarin saya teh ngga bisa ka Sanggar karena ibu sudah jemput.." kata Arin lagi. Dia langsung mengambil buku-bukunya lagi dan pergi meninggalkanku.
Entah bisikan apa yang membuatku mengejarnya. Beberapa teman seangkatanku pada lihatin. Bahkan ada yang bisik-bisik. Image ku turun hanya karena adik kelas sialan ini.
"Arin, tunggu!"
"Eh, sejak kapan tau nama saya?"
Aku nggak tau harus jawab apa.
"Tong galak-galak atuh.. (Jangan galak-galak sih)" kataku akhirnya.
"Saha nu galak sih kang? (Siapa yang galak sih kang?) Saya teh buru-buru, berat ieu.. (Ini)"
"Mau saya bantu?"
"Nggak, nggak perlu. Saya teh tau, ini taktik kang David kan buat modusin adik kelas? Saya teh paham pisan, akang teh keren, kasep, deuh, idaman semua wanita euy, kecuali saya!" kata Arin sambil melengos meninggalkanku.
Aku nggak ngejar. Gengsi amat. Kamu pikir, aku bakal nyerah Rin? Lihat aja. Lihat, besok kamu bakal bertekuk lutut didepanku. Nggak lucu kan, Playboy seperti aku ini di skakmat oleh cewek songong macam Arin gitu?
***
"Hahahahahaha" tawa Diana meledak saat ku ceritakan tentang Arin.
Aku sedang dirumah Diana, ngariung alias kumpul-kumpul. Sambil ngerujak juga. Sesekali Diana bales chat dari Koko. Mau sampai kapan dia di php begini?
"Kena karma kali luh kang.." kata Diana sambil menyuapkan bengkoang ke mulutnya.
"Karma, kumaha?"
"Kumaha? Kumaha? Pikir wae sendiri.."
"Tapi Di, saya teh.."
"Cicing wehh (diem dong).. Koko nelpon.."
Aku hanya bisa cemberut saat harus jadi obat nyamuk begini.
***