Dulu Kita Masih SMA

Sequel: Masa SMA, Masa Depan

Bagaimana kehidupanku dengan Koko setelah itu, dan bagaimana bisa pada akhirnya kok sama Koko? Kasihan Julian..

Menikah dengan Koko tidak semudah menikah dengan Julian. Bukan maksudku mempermainkan pernikahan, tapi dalam hal sesakral itu, juga butuh suatu pertimbangan yang benar-benar serius.

Karena pernikahan sudah nggak akan lagi bisa putus seenaknya, tidak hanya memikirkan bahwa dunia hanya milik berdua. Tapi dunia juga milik, ibu mertua, ayah mertua, kakak ipar, adik ipar, banyak deh.

Awalnya, Bunda nggak begitu setujuh mengenai keputusanku ini. Bunda sudah terlalu jatuh cinta pada sosok lembut Julian. Bunda sudah terlanjur berangan-angan punya mantu idaman seperti Julian. Saat aku bilang, kalau aku milih Koko, bunda sempat marah. Begitu juga pihak keluargaku.

Tapi, karena hampir setiap hari aku mengajak Koko kerumah untuk main, kadang dia juga aku ajak main ke rumah ninin (nenek). Lama-kelamaan luluh juga, sekitar tiga bulanan pendekatan, akhirnya semua bisa menerima. Ada juga beberapa Ua' (tante) ku yang masih kurang sreg dengan Koko.

***

Lagi-lagi aku selalu terjebak dalam waktu. Semua beranjak begitu cepat. Besok, anak gadisku, sudah masuk SMA. Dan sekarang, aku, sudah berusia sekitar kepala empat.

Koko, kini menjadi supervisor diperusahaannya di Batam. Dia masih sering bolak-balik Bandung-Batam. Sesekali, aku dan putriku juga ikut kesana.

***

Siang itu, aku dikejutkan dengan putriku yang baru pulang sekolah. Wajahnya murung sekali. Nama putriku, Nadia.

"Kenapa nak?" tanyaku pada dia. Aku sedang menyiapkan makan siang.

"Mah, gimana perasaan mamah, kalau mamah naksir seseorang, tapi dia nggak tau? Tapi kita masih pengen milikin orang itu.."

Aku terbatuk.

Apa ini, hukum alam?

"Kamu naksir orang? Udah gede nih ya.." godaku kemudian.

"Dulu, pas papa sama pacaran, yang naksir duluan siapa?"

Aku mengernyitkan dahiku.

"Udah makan dulu.."

"Mah, yang aku taksir.. Anak PMR loh.."

Nadia!!!!!!!

***