Could it be

817 29 0
                                    

Hari ini aku diajakin Julian ngopi di Starbucks dekat kampus. Tumbenan sih, biasanya dia sukanya di BIP, yaudah nurut aja. Orang di trakrir ye nggak?

"Eh Vid, semalem gue ketemu cewek yang kemarin hampir gue tabrak itu.."

"Oh si Arin? Dimana?"

"Drugstore.."

"Ngapain luh ke drugstore, beli obat?"

"Nggak, beliin eyeliner buat Diana.."

"Lah, emang ada?"

"Awalnya gue kira nggak ada, ternyata ada, ya dia mah emang suka aneh-aneh kalau beli yang susah dicari dan adanya cuma di drugstore.."

"Lagian lu mau disuruh si kampret itu.. Nggak malu apa, cowok beli eyeliner?"

"Apa ada kata malu sih, dalam urusan cinta?"

Iya, kuakui. Julian memang sangat romantis. Maka dari itu si Diana hampir sinting saat Julian nembak dia.

"Arin sendirian?"

"Enggak, sama cowok gitu deh, suaminya kali."

"Hm"

***

Sorenya aku nganterin Diana ke rumah pak Roben. Seperti biasanya, yang bukain gerbang adalah Salsa. Kami dipersilahkan masuk.

"Ayah, ada?" tanyaku pada Salsa.

"Lagi pergi tuh, acara reuni gitu deh, paling ntar malem pulangnya.." kata Salsa.

"Oh iya, ini Diana.. Yang mau ada perlu sama pak Roben sebenernya.."

"Eh, kayak pernah lihat deh.." kata Diana.

"Emang pernah, kamu kan dulu yang dimentorin kang Wisnu bukan?"

"Kang Wisnu?"

"Iya, pas di Buper Cibubur.."

"Ehhhh ya ampun! Ini kan Salsabilla yang kecemplung kali.." kata Diana sambil ketawa. Salsa terkekeh. Aku cuma bisa nahan rasa malu karena kelakuan Diana.

"Hm, yaudah deh teh, kami pulang aja, lagipula laper mau cari makan.." kata Diana segitu polosnya. Malu-maluin.

"Yasudah kami pamit yaa." kataku kemudian.

"Teh, mau ikut?" tawar Diana.

"Asal jangan sampai malem banget, boleh deh.."

***

Kami makan di salah satu restoran cepat saji di daerah deket situ juga.

"Teteh kuliah dimana?" tanya Diana.

"Salsa aja, jangan pake teteh.."

"Oke Salsa.."

"Di UNJ.."

"Oh Jakarta, kenapa ngga di Bandung aja? Kan enak deket.." kataku kemudian.

"Aku lahir di Bandung, dari kecil juga sekolah di Bandung, intinya nggak mau mati bosan deh.." Salsa terkekeh memperlihatkan gingsul giginya yang membuatnya semakin manis dan menawan.

"Hahaha, duh Salsa, apalagi aku? Dari lahir ketemu David sampe kuliah gini, bosen mana?" ujar Diana. Kurang ajar.

"Kalian.."

"Kami sepupuan.." kataku akhirnya.

"Iya, Ua' saya, ibunya David.."

"Oh gituu.."

"Balik ke Bandung, berapa bulan sekali?"

"Kadang dua, kadang nggak pulang, tergantung sih.."

"Eh bentar.." kata Diana tiba-tiba.

"Apaan?"

"Pak Presiden nelpon nih, bentar yaa.."

Julian maksudnya. Diana meninggalkan aku dan Salsa berdua saja.

"Masih pramukaan Vid?" tanya Salsa.

Aku menggelengkan kepalaku pelan.

"Kenapa?"

"Waktunya yang nggak ada, habis dikampus.."

"Kampus nggak ada pramuka?"

"Ada sih.."

"Kenapa nggak ikut?"

"Gimana ya Sal, udah nggak semangat buat ikut-ikutan lagi, faktor usia.." aku terkekeh.

"Pramuka itu dari hati, bukan dari usia.."

"Apa kamu nggak ingat dasa darma?" tanya Salsa sambil memotong beef steaknya.

"Boro-boro deh, udah lupa semua.."

"Dasa darma kan ada 10, apa susah ya, ngelakuin satuuuu aja dari poin-poin sebanyak itu?"

Aku tersenyum getir.

Salsa memang hebat. Nggak salah saat itu dia jadi mentorku saat itu.

"Hoy, aku pamit duluan yah.." kata Diana tiba-tiba di meja kami.

"Kenapa?" tanya Salsa.

"Itu, Julian mogok mobilnya.. Minta dijemput.."

"Terus aku gimana pulangnya?"

"Bareng Salsa aja, lagian searah kan.." kata Diana enteng.

"Tapi kan.."

"Yaudah nggakpapa, bareng aku aja Vid, hati-hati Diana.."

Setelah cipika-cipiki dengan Salsa, Diana langsung bergegas pergi.

Bukannya nggak mau diantar pulang, tapi gengsi dong, diantar pulang sama perempuan, secantik Salsa lagi. Yeuhhh Diana!!!

***

Dulu Kita Masih SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang