13// First Day

57 5 0
                                    

Diwaktu senja, langit yang mulai berwarna jingga, matahari mulai turun tenggelam. Burung-burung berterbangan berbondong-bondong pulang ke sarang nya. Angin berhembus semilir tenang.

Rana termenung di balkon kamar nya. Rana merindukan saudara kembar nya. Suara tawa bocah kembar selalu menghantui nya. Sebuah foto yang sedang di genggam nya. Rana, Rani, ibu dan ayah tampak terlihat sangat bahagia. 'Rani, lo dimana? Apa lo masih mirip gue? Gue kangen lo' batin Rana yang terus mendegus.

"Rana, masuk yuk. Udah sore" ajak ayah sambil memegang kedua bahu Rana dari belakang.

Rana langsung memutar balikkan badan nya. Melangkah dengan perlahan bersama ayah nya masuk ke dalam kamar.

***

Dengan sangat semangat, Rian menuju tempat dimana ia dapat menemukan kedamaian. Sembari membawa seikat bunga, Rian mengendarai motor nya dengan sangat cepat. Melalui gedung-gedung yang berderet, melalui pepohonan yang seolah-olah berlarian mengejarnya.

"Sus, ibu mana?" Tanya Rian pada perawat yang selalu setia menemani ibu Rian.

"Ibu ada di dalam" jawab suster dengan sangat ramah.

Tanpa pikir panjang, Rian melangkah dengan langkah cepat menuju kamar ibunya. Tiba-tiba langkah nya terhenti melihat ibu nya yang rapuh duduk sendiri termenung sangat kesepian. Rian menatap bunga yang ia bawa. Dengan keyakinan yang mendorong nya untuk kembali melangkah sampai tepat di belakang ibu nya.

"Ibu..." ucap Rian dengan suara pelan sambil menjulurkan tangan nya yang membawa seikat bunga. Seketika ibu nya menoleh ke arah nya dengan tatapan kosong membisu tak menggambarkan ekspresi apapun.

"Siapa kamu?!" Tanya ibu Rian yang benar-benar sangat aneh dan tampak wajah kemarahan muncul.

"Ini Rian bu. Rian anak ibu"

"Pergi kamu! Pergi!!! Aku ngga kenal kamu!" Teriak ibu Rian mengusir Rian

Sentak hatinya terguncang tak berdaya. Rian memeluk ibu nya yang terus berteriak.

"Lepasin! Suster!" Teriak ibu Rian

Dengan sangat cepat suster datang dan menyuruh Rian untuk pergi menjauh. Dengan gerakan pelan, Rian menjauh dan hanya menatap ibu nya dari kejauhan yang tak mengenal dirinya. Tak terasa, air mata terjatuh dengan sendirinya. Rian sangat rapuh melihat keadaan ibu nya. Setiap kali melihat ibu nya, Rian selalu merasa bersalah. Rian benar-benar sangat merindukan ibunya yang selalu mengkhawatir kan nya, memarahi nya ketika mendapat nilai kecil. Mendengar omelan setiap hari yang sudah menjadi makanan sehari-hari karena kenakalan nya. Rian rindu akan di nyanyikan lagu penghantar tidur setiap malam. Rian selalu ingin dibuatkan makanan kesukaan nya. Tapi semua itu telah menjadi kenangan. Kenangan indah yang kini hanya disimpan dalam memori.

Dengan penuh kesedihan, Rian pergi meninggalkan rumah sakit jiwa itu. Rian kembali ke tempat dimana kesunyian, kegelapan, tak ada bahagia yang tersisa, kehampaan dan rasa bersalah yang terus membelenggu. Rian pulang kerumah.

"Rian! Habis kemana kamu? Pulang selalu telat" amarah ayah sewaktu Rian baru satu langkah memasuki rumah nya.

Rian hanya diam tak memperdulikan ayah nya. Ia terus berjalan menuju kamarnya.

"Hey! Rian kamu denger ngga?" Teriak ayah Rian

"Iya. Rian denger. Rian cape, Rian mau istirahat" jawab Rian sambil menaiki tangga menuju kamar nya yang berada di lantai atas.

Rian membating badan nya ke atas kasur. Ia meraih ponselnya yang berada di dalam saku. Tanpa pikir panjang Rian mengirim pesan pada Rana.

To : Rana

One HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang