Epilog

96 6 3
                                    

"Hari ini, hari ke 100 tanpa elo. Hari-hari dimana gue ngerasa kesepian, kehilangan, dan menyesal. Tapi gue tau, gue gak boleh kaya gini terus. Gue akan selalu ingat dan pegang teguh permintaan terakhir lo. Gue sadar, ternyata elo bener. Gue gak boleh sia-siain hidup gue, mau bagaimana perjalanan hidup gue belum berakhir. Gue bersyukur, bisa di pertemuin sama elo. Gue ngerasa, gue itu orang yang beruntung. Lo itu, perantara atas perintah Tuhan untuk mengubah hidup gue. Karena elo, untuk pertama kalinya gue natep masa depan. Karena elo, gue semangat masuk sekolah setiap hari. Karena elo, gue tau apa artinya pengorbanan, dan karena elo gue tau gimana rasanya dicinta dan mencintai. Begitu berharga bagi gue, sampe gue lupa kalau suatu saat nanti pasti gue akan kehilangan cinta itu." Kata Rian yang hanya terucap dalam hatinya.

Rian tampak membawa seikat bunga mawar putih, dan menaruh nya di atas makam Rana. Rian terselungkur menunduk sembari menatap batu nisan dan bertuliskan nama Rana. Rasanya aneh, hampa, sepi dan begitu hambar menjalani hidup tanpa Rana. Namun Rian mencoba untuk selalu tegar dan mencoba untuk tidak bersedih, namun usaha nya sia-sia. Rian tak bisa menyembunyikan kesedihan nya itu. Butuh waktu untuk Rian agar bisa menerima kenyataan ini.

"Besok, ujian akhir semester. Entah gue bisa bikin lo bangga atau engga. Ini pertama kalinya gue harus bener-bener belajar tanpa elo. Gue harus kerjain tugas-tugas gue tanpa bantuan elo. Bener-bener susah ya ternyata. Tapi gue bakal berusaha jadi yang terbaik biar elo bisa tersenyum bangga sama gue." Ucap Rian

Tangisan Rian terpecah di atas makam Rana. Begitu sepi, senyap. Rian menangis begitu terpukul. Usai mengunjungi makam Rana, Rian pun pergi dengan mengendarai motor yang selalu setia menemaninya.

Ternyata, Rian pergi mengunjungi semua tempat yang pernah mereka kunjungi bersama. Mulai dari toko buku, bioskop, restoran, pedagang kaki lima sampai ke pohon harapan. Rian tiba disana tepat disaat sore hati, dimana matahari akan tenggelam. Rian menyaksikan sunset hanya seorang diri. Tanpa Rana yang pernah mengajak nya kesini. Sengaja Rian lakukan semua ini agar ia tidak akan merindukan Rana lagi. Tak akan sedih saat mengingat Rana. Disitu Rian tersadar akan satu hal. Rana memang tidak pergi dari dirinya, karena Rana akan selalu ada dan selalu tersimpan di dalam hati nya. Mungkin Rian tidak bisa melupakan Rana, tapi kini sedikit demi sedikit Rian mulai ikhlas dan mencoba untuk bisa menerima kenyataan ini.

***

Hari ini adalah hari pertama ujian. Benar saja saat hari pertama, mereka langsung di hadapkan dengan pelajaran yang mematikan yaitu matematika. Ditambah pengawas di ruangan Rian adalah bu Flora. Guru tergalak seantero jagad royo. Tak heran, hampir semua siswa panik untuk menyembunyikan contekan. Begitu juga yang di alami Riki CS. Namun tidak dengan Rian. Tak seperti biasanya, Rian terlihat lebih tenang dan lebih siap.

"Siapkan alat-alat tulis kalian. Pastikan di atas meja tidak ada buku" ujar bu Flora sembari membawa soal

"Ah, sial. Gue lupa bikin contekan" gerutu Dafi sembari menepuk jidat nya

Semua siswa mengerjakan soal tersebut. Tak kalah lagi tatapan tajam bu Flora melihat ke sudut-sudut kelas. Dari depan sampai belakang. Benar-benar sulit untuk meminta contekan pada teman. Bahkan kesempatan untuk bisa mencontek hanya kemungkinan kecil.

Waktu terus berjalan, entah bagaimana bisa disaat ujian Riki tertidur di kelas. Mungkin karena tak ada satu soal pun yang ia bisa ia jawab.

"Woy Riki! Bangun woy!" Bisik Dafi sembari melemparkan gulungan kertas yang di buat seperti bola.

"Apaan sih?! Ganggu aja" kesal Riki karena merasa terganggu

"Woy Riki! Elo udah selesai belum? Bagi jawaban woy!" Ujar Dafi dengan suara pelan

"Gue belum selesai"

"Elo baru berapa nomer?"

"Lima"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 17, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang