Sekarang Rana memilih untuk menjauh dari Rian. Rana berfikir mungkin ini yang terbaik untuk dirinya, Rani dan Rian. Rana tak mau di benci Rani karena Rian. Begitu pula Rian, Rana tidak mau membuat Rian sakit hati yang terlalu sakit. Rana mencoba menghindar agar saat Rana benar-benar melepaskan Rian, ia tak akan merasa terlalu sakit.
Saat Rana sedang mengerjakan tugas pada laptop nya di ruang keluarga, tiba-tiba saja telfon rumah berbunyi. Tanpa menunggu lama, Rana mengangkat telfon tersebut.
"Halo, disini keluarga Darman Adiwijaya ingin bicara dengan siapa?" Kata Rana membuka pembicaraan
"Ran, ini gue Rian. Gue mau ngomong sama lo"
"Rian, lo ngapain nelpon disini?"
"Abis nya gue nelpon elo ngga di angkat-angkat"
"Lo ada perlu sama siapa?"
"Sama elo lah, gue jemput elo ya. Kita harus ketemu"
"Jangan. Gue lagi sibuk"
"Tapi Ran bentar doa---"
Tut-tut-tut
Rana menutup telpon tersebut. Karena Rana tak mau bertemu Rian. Rana tak ingin rasa itu akan bertambah dalam lagi jika ia bersama Rian.
"Telpon dari siapa Na?" Tanya Rani yang melihat Rana berdiri di sebelah telpon rumah.
"Bu-bukan dari sapa-sapa, orang salah telpon"
"Ooh, Na tau ngga, tadi Rian nelpon gue"
"Nelpon elo?"
"Iya, tumben banget deh. Tapi ujung-ujung nya dia nanyain elo juga sih"
"Nanya apa?"
"Katanya elo kenapa ngga angkat telpon dia?"
"I-itu.."
"Thanks ya, elo udah kasih gue kesempatan buat bisa bahagia" kata Rani dengan senang sembari memeluk Rana
Rana hanya diam, membisu tak bisa berkata apa-apa, hanya air mata yang terjatuh Rana menggambarkan segalanya yang ia rasakan.
"Hatiku hancur terhempas kejam nya waktu, Tuhan.. apa yang harus aku lakukan sekarang? Rasanya aku tak mampu untuk berdiri tegak, aku tak bisa bernafas lega. Aku menyayangi kedua nya, lalu siapa yang harus aku relakan? Cinta yang membawa ku ke sebuah pilihan, dimana pilihan yang tak bisa ku pilih. Ku harap, cinta itu akan berubah bersama waktu yang terus berjalan" Batin Rana yang berbicara
***
Sebelum berangkat sekolah, Rian yang sedang merapihkan rambut nya di depan cermin tiba-tiba saja mengambil sebuah kotak yang di dalam nya terdapat sebuah novel yang pernah Rana ceritakan pada Rian namun belum sempat ia beli dan setangkai mawar putih. Rian mulai melihat cermin dan mempersiapkan apa yang akan ia katakan pada Rana saat memberikan kotak tersebut.
"Rana, maafin gue ya. Gue sadar gue emang salah. Tapi elo tuh salah paham sama gue"
"Ah, engga-engga ini terlalu emosi. Yang ada Rana nambah benci sama gue"
"Kasih ku, bintang ku, bahagia ku..."
"Gak-nggak, ini terlalu puitis. Ah, sial gimana dong?!" Kesal Rian karena tidak bisa mengatakan kata-kata romantis yang akan membuat Rana akan luluh.
Tak sengaja Rian pun melihat jam yang menempel di dinding sudah menunjukkan pukul 06.45. Tak ingin terlambat, Rian pun langsung pergi tak lupa pula ia membawa kotak yang sudah ia siapkan untuk Rana.
***
Saat di sekolah, seperti biasanya Dafi, Riki dan Dimas selalu menggoda siswa yang sedang berjalan di hadapan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Heart
Teen FictionHati ini memang hanya satu. Hati ini berhasil kau dapatkan. Hati ini pula yang harus ku relakan dan ku beri untuk orang yang aku sayang. Menyakitkan itu saat hati dan pikiran tak sejalan, saling beradu mempertahankan apa yang telah di pegang teguh...