27//Sick

41 2 0
                                    

Saat Rana berjalan menuju pintu, entah apa yag terjadi rasanya bumi bergetar membuat Rana ikut berguncang. Ia tekan tombol bel, dan kepala Rana terasa seperti tertusuk ratusan paku. Penglihatan nya pun mulai kabur.

"Iya sebentar." Teriak bi Ina sembari menuju pintu depan.

"Non Rana." Teriak bi Ina sangat terkejut

Saat bi Ina membuka pintu, sentak matanya terbelalak melihat Rana yang tergelepor lemas di lantai. Bibir nya tampak putih pucat, tubuh nya sangat lemah tak berdaya.

Mendengar bi Ina yang berteriak sangat keras membuat orang-orang seisi rumah pergi mencari sumber suara bi Ina yang berada di pintu depan.

"Tuan, non Rana tuan" desah bi Ina sangat cemas

"Ada apa sih bi?" Tanya ayah nampak heran

"Rana." Desis ayah melihat Rana yang sangat lemah

Ngiung.. ngiung.. ngiung..

Sirine ambulan berbunyi. Tak banyak membuang waktu, ayah langsung menelpon rumah sakit. Dan Rana yang lemah tak berdaya di larikan ke rumah sakit dengan ambulan. Cemas tak bisa di bayangkan yang tergambarkan di raut wajah ayah. Di perjalanan, sedang sigap salah perawat yang ada di dalam ambulan mulai menyuntik Rana intuk di infus. Ada pula yang memasangkan alat bantu pernafasan yang berupa masker oksigen. Tampak sangat darurat. Entah ayah kebingungan harus berbuat apa lagi. Membutuhkan waktu kisaran dua puluh menit untuk sampai di rumah sakit. Dan langsung saja Rana di larikan ke ruang UGD.

Ayah tampak sangat panik menunggu di luar ruangan. Pikiran nya sudah tak karuan. Matanya memerah, muka nya pun memucat. Dengan kurun waktu kurang lebih satu jam, dokter pun keluar dari dalam ruangan.

"Dok, gimana kondisi anak saya?" Tanya ayah sangat panik

Sedikit menunda, sejenak dokter memandang ayah dengan sedikit murung.

"Mari ikut saya." Ujar dokter.

Dokter ingin bicara empat mata dengan ayah Rana. Tampak masalah yang sangat serius.

"Sebenarnya ada apa dok?" Tanya ayah

"Sekarang bapak tenangin diri bapak dulu, nanti akan saya jelaskan."

Saat ayah sudah terlihat tak begitu panik, dokter mulai membuka mulut nya mengucap kata demi kata.

"Apa? Dok, bukan nya Rana udah sembuh?" Tanya ayah sangat terkejut.

"Saya juga tidak begitu paham. Untung saja, bapa tepat waktu membawanya kesini. Penyakit ini belum terlalu parah. Bapak harus bisa menerima nya dengan kelapangan dada."

Tiba-tiba saja air mata itu jatuh kembali dari mata ayah setelah dua belas tahun ia mencoba untuk tidak bersedih.

Ayah tampak rapuh saat melihat kondisi anak nya sekarang yang tertidur pulas di atas kasur dengan berbagai macam alat-alat medis.

"Putri rajaku, peri kecilku, hatiku, bahagiaku, hidupku.Rana, kamu harus kuat ya nak. Ayah disini yang bakal ngejagain kamu. Cepet sembuh ya nak, bukannya Rana ngga mau liat ayah sedih? Jadi Rana harus kuat ya sayang." Ujar ayah menangis pilu sembari mengecup kening Rana.

Dalam malam yang penuh bintang yang berkelap-kelip dan bulan yang memancarkan pantulan cahaya redup dari matahari menghiasi langit. Rana masih dalam keadaan tak sadarkan diri, namun ayah nya selalu ada di samping Rana. Tangan nya terus menggenggam erat tangan Rana yang lemas tak berdaya.

***

Saat matahari mulai menyingsing, sudah terdengar suara ayam yang berkokok membangunkan Rani yang sedang tidur pulas bermain di dalam mimpi nya. Rani bergegas mandi dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah.

One HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang