***
Kamu membungkam bibir Niall dengan mengecup dan menggigit bibir bawahnya. Awalnya Niall terkejut, namun sedetik kemudian matanya terpejam dan mulai membalas kecupanmu..
Beberapa saat kemudian, hujanpun terhenti. Kamupun melepas kecupanmu dan mengelap air matamu yang tadinya berjatuhan, "ayo, berdirilah. Biar ku bantu." Lirihmu membantu Niall berdiri.
Niall mencoba membangkitkan badannya dan menahan rasa sakit dengan sekuat tenaga, "tak apa, jangan dipaksakan, pelan-pelan saja. Aku takkan melepaskanmu." Ujarmu.
Kamupun mengambil botol minum yang sempat diisi air oleh Niall dan membantunya untuk berjalan.
"Lihatlah, disana ada sebuah gazebo. Kita bisa istirahat disana." Ujarmu.
Niall hanya mengangguk dan tersenyum lemah, kalianpun berjuang susah payah untuk sampai ke gazebo yang jaraknya tak lebih dari sepuluh kaki didepan kalian.
"Duduklah, luruskan kakimu." Ujarmu pada Niall. Kamupun membuka sepatu Niall dan menaikkan celana jeansnya untuk melihat lukanya.
Kamupun mengambil air dari botol dan hendak membersihkan luka Niall namun tangan Niall keburu mencegat tanganmu, "tak usah. Aku tau kau kehausan, kau membutuhkan air itu." Lirih Niall.
Kamu menggeleng, "kau jauh lebih membutuhkannya. Dan jika aku ingin air, aku bisa mengambilnya lagi nanti." Ucapmu tersenyum.
"Okay, tahan sedikit." Ujarmu saat mengalirkan air ke luka dimata kaki Niall dan membersihkannya.
"Ssshhh.." lirih Niall menahan sakit.
Dengan cekatan tanganmu membersihkan luka Niall dan membalutnya dengan perban dari persediaan P3K mini yang dibawa Niall.
"Sudah selesai." Ujarmu sambil meletakkan kaki Niall secara perlahan, "..kau bisa istirahat sekarang, besok pagi kita akan segera keluar dari hutan ini." Tambahmu.
Niall mengangguk dan mencoba berbaring. Sementara kamu sibuk mengumpulkan ranting pohon yang tak terkena hujan didekat gazebo dan menyalakan api unggun dengan pemetik api elektrik.
Kamupun duduk didekat api unggun sambil menghangatkan diri dan memandang kedepan.
"Sshhh.." Niall berusaha membekap mulutnya menahan rasa sakit yang tiba-tiba menyerang lukanya, namun usahanya gagal; kamu menyadari ada yang tak beres dan segera duduk disebelah Niall yang sedang berbaring.
"Ada apa? Mana yang sakit?" Tanyamu setengah panik.
Niall berusaha menggeleng, "aku tak--"
"Jangan berbohong lagi. Wajahmu sangat pucat. Ada apa Niall?" Tanyamu.
"Lukanya.." lirih Niall.
"Aku memberimu antiseptik, mungkin sekarang sedang bereaksi. Sebentar, aku akan mengambilkanmu air untuk minum." Kamu beranjak.
Namun tangan Niall lagi-lagi mencegat tanganmu, "jangan pergi, ku mohon tinggalah disini." Keringat dingin mulai mengucur dari kening Niall karena usahanya yang begitu keras menahan rasa sakit.
Kamupun duduk disamping kepala Niall, "kemarilah.." lirihmu. Niall memindahkan kepalanya dan bersandar dipangkuanmu.
Kamu mengelap cucuran keringat didahi Niall dengan perlahan dan mengelus rambutnya perlahan, "aku sungguh minta maaf tentang kelakuanku tempo hari, Niall. Aku malah meninggalkanmu saat kau sibuk mengkhawatirkanku.. aku berjanji takkan mengulanginya lagi."
"Itu bukan salahmu, y/n. Wajar jika kau mengkhawatirkan kesehatan Harry. Aku lah yang terlalu membesar-besarkan masalah."
Kamu menggeleng dan perlahan mengecup kening Niall dengan lembut, "..sudahlah, saat ini aku hanya ingin melihatmu istirahat Niall. Tidurlah."
Setitik air mata jatuh menggenangi pipi Niall namun bibirnya mengukir sebuah senyum.
Dalam hati ia berjanji satu hal, "aku akan selalu berada disisimu, y/n. Aku akan melindungimu dan takkan membiarkan siapapun berani menyakitimu, dan itulah janjiku.." ia membatin.
Niallpun memejamkan matanya perlahan..
***
Keesokan harinya kamu dan Niall berhasil keluar hutan walaupun dengan susah payah dan segera menuju tempat perkemahan.
Setelah kalian sampai dan menceritakan apa yang terjadi, pihak penyelenggara segera membawa Niall kerumah sakit menggunakan mobil kalian agar bisa langsung membawa barang-barang tanpa berbalik kesana kemari lagi.
Badan Niall bergetar, wajahnya benar-benar pucat karena kehabisan darah. "Bertahanlah.. sebentar lagi kita sampai." Ujarmu mengelus kepala Niall sambil beruraian air mata, "Cam, lebih cepatlah. Ku mohon.." ujarmu pada Cam yang sedang menyetir.
***
Setengah jam kemudian kalianpun sampai dirumah sakit dan Niall segera ditangani oleh Louis yang kebetulan sedang bertugas diruang UGD.
"Tunggulah diluar. Aku perlu melakukan bedah kecil dengan lukanya." Lirih Louis.
Kamupun duduk dikursi ruang tunggu bersama Cam. Tanganmu mengenggam erat lututmu, pandanganmu menatap kedepan dengan cemas.
"Niall akan baik-baik saja, percayalah." Lirih Cam.
"Apa kau pernah merasa begitu mencintai seorang wanita selama bertahun-tahun, dan tiba-tiba saja ada wanita lain yang masuk kedalam kehidupanmu lalu mengambil alih separuh perasaanmu. Apa kau pernah mengalaminya?" Tanyamu menatap kosong kedepan.
Cam mengerutkan alisnya, berusaha mencerna setiap kata-katamu, "ma.. maksudmu?"
Kamu tersenyum nanar, "sudahlah, lupakan. Aku bahkan tak tau apa yang barusan ku bicarakan."
"Kau mencintai pria lain selain Niall?" Tanya Cam.
Kamu menggeleng, "Niall-lah pria 'lain' yang ku cintai." Lirihmu.
"Apa? Kau--"
"Aku pernah punya hubungan dengan seorang pria bernama Harry selama lima tahun. Sungguh, aku benar-benar mencintainya. Namun sayang, Mom benar-benar tak setuju karena ia memandang Harry sebagai pria miskin yang tak bisa apa-apa. Tak terhitung sudah berapakali aku dan Mom berdebat, hingga sampai suatu hari Mom dan Dad mengungumkan bahwa selama ini aku sudah dijodohkan dengan Niall. Aku dan Niall benar-benar menolak, namun banyak hal yang memaksa perjodohan ini tetap berjalan dan akhirnya--" ujarmu terputus sambil menghela nafas.
Cam menatapmu, "dan akhirnya kalian menikah dan sekarang kau menyukai Niall?" Tanyanya.
Kamu membuang nafas. Perasaanmu kalut, "aku tak tau, sungguh. Perasaan ini tiba-tiba muncul, saat Niall menatapku, saat ia tersenyum padaku, semua perhatiannya, dan.. Aku takut menyakiti mereka, terutama Harry. Aku tak bisa.. aku tak bisa menyakitinya lebih dalam lagi, sudah cukup semua pengorbanan yang ia lakukan, aku tak bisa lagi.."
Nafasmu benar-benar sesak sekarang, air mata yang sedaritadi kamu tahan sudah tak bisa terbendung lagi, "wanita macam apa aku ini?! Apa ada seorang istri dan seorang kekasih membagi perasaannya pada dua pria?! Aku benar-benar wanita jalangg!" Ujarmu frustasi.
"Hei, hei. Tak ada yang bisa mengatur perasaan. Aku yakin kau juga takkan mau mencintai dua orang sekaligus, bukan? Kau tak salah, ini bukan salahmu.." lirih Cam.
"Lalu salah siapa? Harry? Niall? Mereka tak salahhh, akulah yang membuat situasi menjadi serumit ini. Kau tak mengerti Cam! Kau tak mengerti rasanya menyakiti orang yang kau sayangi! Kau tak mengerti.." kamu menangis frustasi.
Cam mengusap bahumu sambil mencoba menenangkanmu, "menangislah, hanya itu yang bisa membuatmu merasa lebih baik.."
Kamupun menangis sambil menyembunyikan wajahmu dibelakang bahu Cam, "aku memang wanita yang tak tau diri.."
°•°•°•°
Jangan lupa vomments ya, sayang. Jangan jadi sider mulu h3h3.
KAMU SEDANG MEMBACA
"INFINITY" [N.H]
FanfictionIni semua tentang kisahmu, y/n. Seorang anak kedua dari keluarga Payne yang baru saja kembali ke London untuk bertemu dengannya.. Harold, Hazza, Styles, Edward.. Entahlah, kamu memang punya banyak panggilan khusus untuk pria bermata hijau satu ini...