***
Y/N's POV.
"Jadi, bagaimana jika kita menonton film sekarang?" tawarku.
Liam mengangguk mantap.
"Kau mau menonton apa?" tanyaku sambil beranjak untuk menghidupkan DVD.
"Fifty shades of grey..." Seketika aku membalikkan badan dan melempar Liam dengan sebuah bantal kecil yang menghiasi sofa.
"Hei, kenapa kau melemparku?" tanyanya tak terima.
Aku hanya melayangkan tatapan tajam kearahnya. Kakak macam yang mengusulkan untuk menonton film erotis sekelas Fifty Shades of Grey berdua bersama adiknya ditengah suasana rumah yang cukup sepi?
Bisa-bisa nanti..
Ugh, sialan. Bulu kudukku sedikit merinding, kenapa aku memikirkan yang tidak-tidak begini, sih?
"Eh, kau sedang memikirkan apa?" suara Liam sukses membuyarkan lamunanku.
"A-apa?" tanyaku kebingungan.
Liam menatapku dengan tatapan smirk menggoda, "aaa, mengaku saja. Kau pasti memikirkan yang tidak-tidak yaaaa." Tuduhnya.
"Hei, jangan macam-macam."
Liam tak menghiraukan ucapanku, "aku tau bahwa aku ini memang pria menawan yang digilai para wanita, tapi aku tak menyangka bahwa daya tarikku bisa membuat adikku sendiri tergila-gila padaku."
"Liam, sebaiknya kau benar-benar harus meminum jus jeruk itu sebelum aku melempar kepalamu dengan bantal yang lebih besar agar pikiranmu pulih." Ujarku cuek sambil fokus memilih film.
Liam hanya terkikik geli.
Akhirnya kamipun memilih untuk film World War Z hingga aku tertidur pulas dalam dekapan Liam.
***
Cklek~
Aku membuka pintu kamar sambil membawakan sepiring sandwich untuk sarapan Liam.
Namun, sepertinya orang yang ku bawakan masih tertidur pulas sambil memeluk guling.
Akupun merapikan beberapa bantal yang terjatuh dari kasur Liam.
Ugh, Liam memang tak pernah bisa tidur dengan tenang, kakinya selalu saja menendang bantal-bantal dikasurnya hingga semuanya berjatuhan.
"Hei, apa ini?" tanyaku saat menemukan sebuah map berwarna cokelat dibawah kolong kasur Liam.
Didalam map itu tertulis sebuah surat dengan judul, 'Surat Pernyataan Penyerahan Anak tahun 1993'
Tunggu.. apa ini?
"Li, Liammmm." Ujarku sambil mengguncang tubuh Liam agar ia terbangun.
Liam berusaha bangkit dan duduk di headboard ranjang dengan matanya yang masih merem-melek, "nghh, a-ada apa, y/n?"
"Surat apa ini?" tanyaku to-the-point.
Seketika Liam meraih kesadarannya saat aku menunjukkan surat itu dihadapannya dan sekarang wajahnya berubah pucat, "d-dari mana kau mendapatkannya?"
Aku tak menggubris pertanyaannya yang tak penting itu, "Jawab saja pertanyaanku. Surat apa ini? Dan kenapa didalamnya tertulis namamu juga nama Mom dan Dad?"
Nafas Liam terdengar memberat, ia langsung menunduk.
"Li-liam?" lirihku sambil menyentuh bahunya.
"Ku pikir kau bisa membacanya sendiri, y/n.." lirihnya.
Ugh, kalaupun aku bisa mengerti apa yang tertulis dikertas ini, aku takkan repot-repot membangunkannya seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
"INFINITY" [N.H]
FanfictionIni semua tentang kisahmu, y/n. Seorang anak kedua dari keluarga Payne yang baru saja kembali ke London untuk bertemu dengannya.. Harold, Hazza, Styles, Edward.. Entahlah, kamu memang punya banyak panggilan khusus untuk pria bermata hijau satu ini...