Way

117K 10.4K 1.6K
                                    

Mataku terfokus pada tulisan-tulisan mengenai filosofi di buku tebalku.

Hanya suara langkah kaki pelan yang terdengar. Ruangan luas itu terasa hampa meskipun banyak orang yang duduk mengisi meja panjang atau berjalan-jalan di sekitar rak buku.

Semua orang yang masuk di perpustakaan ini wajib hanya memiliki satu tujuan, yaitu belajar.

Oleh karena itu, suasana tenang di tempat ini menjadi tempat kesukaanku.

Dengan konsentrasi penuh, aku melanjutkan bacaanku.

Aku harus memahami semua ini secepatnya.

Lalu, setelah tiba di tiga halaman berikutnya, sebuah kertas sticky notes kuning tertempel di bukuku. Menutupi kata-kata yang sedang kubaca.

Aku menutup mataku. Lalu menghela napas dengan kesal.

Ingat, Hee Young. Kau tidak boleh berteriak disini.

Kubuka mataku kembali. Lalu kubaca tulisan yang tertera di kertas tersebut.

Dan ternyata itu hanya berisi kata 'aku lapar' dengan tulisan familiar khas sahabatku yang sedikit hancur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan ternyata itu hanya berisi kata 'aku lapar' dengan tulisan familiar khas sahabatku yang sedikit hancur.

Teganya dia. Menggangguku yang sedang serius hanya untuk ini.

Aku mencabut sticky notes tersebut dan menghancurkannya dalam genggaman tanganku.

Kutatap lelaki berambut hitam disampingku. Matanya yang tidak memiliki lipatan menatapku. Ekspresinya menyiratkan agar aku ingin pergi makan dengannya.

Kini, kedua alisnya bergerak naik dan turun.

Jika aku mengabaikannya, ia akan mencoba menggangguku lagi. Aku mengenali orang ini lebih dari siapapun.

Aku menghela napas. Baiklah. Aku menyerah.

Saat aku menutup bukuku, bibirnya membentuk senyum.

Aku membereskan barang-barangku dan kami berjalan keluar dari perpustakaan.

"Padahal aku sedang serius tadi. Kau tega, Dawon-ah." Ucapku begitu kami tiba diluar perpustakaan.

Dawon terkekeh lalu merangkulku, "Aku tahu kau tidak akan bisa menolak pesonaku. Tidak peduli seberapa serius kau sedang belajar."

Dia sangat percaya diri. Aku menatapnya dengan jijik, "Lepaskan aku."

Kami berdua berjalan menuju kafetaria kampus. Disepanjang perjalanan, beberapa gadis mencuri pandang kearah kami. Tidak, maksudku ke arah Dawon.

That Night. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang