Or not

63.3K 7K 844
                                    

Perasaan bingung dan takut berbaur menjadi satu.

Pilu yang kurasakan begitu menusuk ketika melihat wanita itu menangis.

Aku duduk terdiam menatap sosok lelaki yang baru saja menutup pintu rumah dengan pelan. Ia berjalan tanpa menoleh ke belakang.

Lelaki besar tadi memakai jaket hitam juga celana hitam. Dengan satu koper besar dan tas dipunggungnya.

Lalu, wanita itu terjatuh ke lantai. Ia duduk dan menatapku. Entah kenapa, aku berlari ke arahnya.

Wanita itu menunduk sedikit lalu memelukku erat, "Gwaenchana, Youngie-ah.." bisiknya.

Pelukan itu menenangkan. Segala rasa resah di hatiku menghilang perlahan.

---

Dawon's POV

Tetesan keringat yang terasa seakan menjelajahi tubuhku kini membuatku geli.

Aku berlari lalu duduk di pojok ruangan. Suara-suara napas terengah-engah terdengar saling berlomba satu sama lain, seakan yang memiliki tarikan napas terbanyak di antara kami akan memenangkan sesuatu.

Kuraih botol air minum di samping kananku, lalu kuteguk hingga habis.

Lelah? Pasti.

Tapi ini semua adalah perjuangankuㅡ perjuangan kami untuk melancarkan debut yang di jadwalkan bulan depan.

Setelah bersiap-siap pulang, aku menyalakan ponselku.

17 Missed Calls.

Aku mengernyit saat mengetahui bahwa Ibu Hee Young lah yang melakukan panggilan-panggilan tersebut.

Lalu, aku menelepon Ibu Hee Young untuk bertanya mengapa ia menelepon selarut ini.

"Yeoboseyo?" Ucapku begitu telepon tersambung.

"Yeoboseyo, Dawon-ah.." Suara Ibu Hee Young terdengar parau.

"Ne, eomonim? Ada apa menelepon sebanyak itu tadi?" Aku bertanya dengan hati-hati.

  "Uri Hee Young.." Lalu wanita paruh baya itu menghela napas, "Ia kecelakaan."

Aku terdiam. Napasku tercekat.

Satu detik..

Dua detik...

Kututup bibirku rapat-rapat. Aku berkedip-kedip lalu menatap lantai putih di bawah, "Eotteokhae dwaesseoyo?" (Apa yang terjadi?)

Pertanyaan bodoh, Lee Dawon.

  "Bus yang ia tumpangi hampir bertabrakan dengan mobil lain, supirnya membanting setir dan membuat bus tersebut terbalik." Jelas Ibu Hee Young dengan suara kelelahan.

Aku menggigit bibirku lalu menghela napas. Kakiku mulai bergerak menepuk-nepuk lantai dengan cepat, "Jigeum.. Dimana Hee Young dirawat?" (Sekarang)

  "Jesang Hospital, nomor 219. Berkunjunglah besok jika kau bisa." Ucapnya.

"Ani, jigeum galgeyo eomonim." (Tidak, aku akan pergi sekarang)

Setelah bercakap sebentar, aku pun mematikan sambungan telepon tersebut dan langsung berlari keluar dari gedung FNC Ent.

Setibanya di Jesang Hospital, aku berlari untuk mencari kamar bertuliskan nomor 219. Tentu saja, setelah bertanya kepada staf rumah sakit dan mengkonfirmasi bahwa aku anggota keluarga pasien karena jam besuk telah habis. Untung saja Ibu Hee Young telah menginformasikan kepada staf sebelum aku tiba.

That Night. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang