Caught

82.7K 8.1K 964
                                    

Perlahan, aku memasukkan kedua tanganku di kantong jaket hitamku.

Derap langkahku yang pelan cukup terdengar dengan baik karena tidak ada suara yang keluar dari mulut kami berdua.

Setelah menemukan Dawon duduk lemas di depan pintu apartemenku, kami memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di Banpo Hangang Park yang terletak tidak jauh dari apartemenku.

Aku menatap ke sekeliling taman, ada dua-tiga ahjumma terlihat sedang bersepeda, juga ada beberapa couple dan turis berjalan-jalan di sekitar sini.

Aku menarik napas dalam-dalam. Merasakan angin malam menerpa wajahku, aku semakin merasa tenang.

Kulirik Dawon yang sedang berjalan dengan menundukkan kepala. Rambut cokelatnya yang ia cat beberapa bulan lalu terlihat lebih halus dari sebelumnya. Tentu saja. Ia pasti lebih merawat dirinya sekarang. Jika dipikir-pikir, aku cukup rindu dengan rambut hitamnya.

Seakan tahu aku menatapnya sedari tadi, ia mengangkat kepalanya dan menatapku. Lelah. Seluruh bagian wajahnya seolah-olah menggambarkan kata itu dengan jelas. Matanya menatapku dengan sendu.

Aku benar-benar tidak menyangka Dawon akan datang kepadaku dengan wajah seperti ini. Karena setelah menontonnya di televisi, ia terlihat baik-baik saja. Bahkan, ia sudah dijuluki sebagai member ter-hyper di grupnya.

Kutatap ia dalam, "Tersenyumlah."

Dawon menarik napas dalam-dalam dan menghempaskannya, "Aku tidak bisa."

"Wae?" Tanyaku. Aku mengeluarkan satu tanganku dan memperbaiki rambutku yang sedikit berantakan karena angin. (Kenapa?)

Dawon kembali menatap kedepan. Bukannya mendengar jawabannya, aku hanya mendengarkan langkah kaki kami berdua yang seirama.

Karena aku tidak tahu cara membuatnya tertawa, lebih baik aku mengajaknya bercerita saja.

"Dawon-ah. Sejujurnya, dari awal aku tidak mengerti kenapa kau mendaftar di agensi itu. Kau tidak pernah membicarakannya kepadaku. Dan sekeras apapun aku berpikir, aku masih tidak bisa tahu jawabannya." Ujarku pelan. Mataku menatap ke Sungai Han dan Jembatan Banpo yang terletak jauh di samping kananku.

Dawon menjawab, "Aku sudah pernah memberi tahu alasannya."

Spontan, aku menatapnya, "Kapan?"

"Molla. Aku tidak ingat kapan." Ucapnya dengan menaikkan kedua bahunya.

"Tapi sepertinya kau tidak pernah memberi tahu." Kataku, sepertinya aku benar-benar lupa.

Dawon mendecak pelan, "Pikirkan lagi. Aku tidak mau mengatakannya dua kali."

Aku menatap ke arah langit malam, "Jika aku sudah ingat, aku akan memberi tahu."

Ia mengangguk pelan.

Kami terus berjalan mendekati Jembatan Banpo yang terletak cukup jauh dari tempat kami sekarang.

"Geundae ... Sekarang sudah jam berapa?" Tanyaku kepada Dawon.

Dawon mengecek jam tangannya, "Delapan."

Aku menatap jembatan tersebut dengan aneh, "Tapi kenapa air mancurnya belum muncul?"

Tepat setelah aku mengatakannya, air mancurnya menyala. Suara tumpahan air yang begitu deras memecahkan keheningan malam. Selanjutnya, musik terputar.

Orang-orang menyebutnya Moonlight Rainbow Fountain. Ini adalah semacam pertunjukan yang di tampilkan di Jembatan Banpo sejak tahun 2009 lalu. Tepat jam delapan malam tiap harinya, air mancur warna-warni akan muncul di sertai musik yang terputar keras dari speaker yang disembunyikan entah dimana.

That Night. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang