Mind

41.2K 5.5K 1.5K
                                    

Jimin POV

"Jimin-ah, sasil, aku yang membunuh adikmu," ucap gadis yang berdiri di depanku dengan lirih. 

Pikiranku tidak karuan. Aku tidak mengerti satu pun hal yang gadis itu katakan.

Seakan tidak memberiku waktu untuk mengerti, ia melanjutkan, "Maaf, maafkan aku. Aku tidak bisa melihatmu lagi."

Kutatap matanya, aku dapat dengan jelas membaca bahwa ia dipenuhi dengan perasaan bersalah, sedih, dan berbagai emosi lainnya. Setetes air mata jatuh namun ia segera menghapusnya. Lalu, ia berkata, "Selamat tinggal, Park Jimin."

Kata-kata yang paling ku benci. Tidak lama kemudian, ia berjalan menjauh dariku. Meninggalkanku dengan sejuta pertanyaan di kepalaku.

---

Hee Young POV

Aku berjalan cepat dan sedikit menutupi wajahku, tidak membiarkan seorang pun melihat air mata yang jatuh di pipiku.

Angin malam menusuk tulangku, cahaya lampu jalan yang sangat terang mendampingi langkahku.  Pikiranku hancur. Tidak, aku hancur. Aku baru saja mengucapkan selamat tinggal untuk orang yang sangat kucintai. Tapi inilah jalan satu-satunya yang ku miliki.

Aku, seorang pembunuh, tidak pantas berada di sampingnya.

Begitu aku tiba di apartemenku, aku melihat Dawon berdiri tepat di depan pintuku. Aku menarik napas lalu berjalan lambat ke arahnya. Menyadari kehadiranku, Dawon menoleh dan segera berlari ke arahku.

"Kau tidak apa-apa?", tanyanya sembari memegang kedua pundakku.

Aku meneteskan air mataku lagi, "Ani. Na angwaenchanha. Rasanya seperti akulah manusia yang paling kotor di dunia ini.." (Tidak. Aku tidak baik-baik saja)

Dawon menghela napas dan menarikku ke dalam pelukannya, "Tidak, kau sama sekali tidak seperti itu."

"Aku sungguh mencintainya, Dawon-ah. Tapi aku tidak pantas untuknya," ucapku terisak.

Kini, ia mengelus rambutku, "Hee Young-ah, aku tidak suka melihatmu sakit ataupun sedih,"

Aku menutup kedua mataku dan kusandarkan badanku, aku lelah.

"Aku tidak akan membiarkannya menyakitimu lagi," ucapnya Dawon berbisik.

Aku menggeleng, "Tidak. Dia tidak menyakitiku sama sekali." Masih dengan air mata di pipiku, aku berkata, "Kenyataan yang melakukannya. Kenyataan yang membuatku harus pergi darinya, kenyataan juga yang menghukumku agar merasakan sakit ini."

"Oke. Aku mengerti. Jika kenyataan itu begitu menyakitkan untukmu, lebih baik kau tidak bertemu dengannya lagi." Dawon menghela napas, "Lupakan semuanya dan kembalilah menjadi ceria.. Seperti Lee Hee Young yang kukenal."

That was my plan too.

Aku menaikkan kedua tanganku lalu memeluknya dengan erat. Kusembunyikan wajahku dalam pelukannya begitu air mataku jatuh lagi untuk kesekian kalinya hari ini.

---

Lima hari telah berlalu semenjak aku mengatakan selamat tinggal untuk Jimin.

Selama lima hari ini pula aku mengabaikan semua kontak darinya.

Jujur, ini sangat sulit bagiku. Memikirkan Jimin yang membenciku saja aku tidak sanggup. Meskipun aku tidak akan terkejut jika ia benar-benar membenciku. Karena diriku saja, membenci diriku sendiri.

That Night. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang