Hope

58.6K 6.6K 1K
                                    

Seketika, kesunyian itu terasa nyaman bagi mereka berdua.

Gelapnya malam seakan memeluk kedua insan itu hingga mereka terbuai.

Cahaya remang-remang kios malam, suara kendaraan di jalanan yang samar-samar, hingga aroma khas soju yang berada di mana-mana membuat semuanya terasa tidak nyata.

Keduanya duduk saling berhadapan satu sama lain. Di meja yang memisahkan mereka, terdapat beberapa hal-hal yang kosong. Seperti piring kosong, dan botol berwarna hijau tua yang kosong pula.

Mereka sudah di sana sejak malam tidak terlalu pekat. Sang gadis sedang duduk tertunduk menatap sumpit di hadapannya sembari memegang kepalanya, sesekali menggeleng pelan. Sementara di seberang, lelaki itu menatapnya dengan lembut.

"Sekarang ayo kita pulang," ucap lelaki itu memecahkan keheningan.

Gadis itu menoleh, menatapnya dengan berkedip-kedip. Ia terlihat berpikir, namun tidak memberikan respon apapun.

Lelaki itu berdiri dan berjalan gontai menghampiri gadis itu, "Sudah larut, Hee Young-ah."

Ia membantu gadis itu berdiri. Saat akhirnya gadis itu berhasil berdiri dengan tegak, ia berkata, "Jimin-ah, kenapa kau ada di sini?"

Lelaki itu merenggangkan cengkramannya pada badan gadis itu, lalu ia mendesah, "Sudah kubilang dari tadi, aku bukan Jimin."

Gadis itu memicingkan mata, "Berhenti mempermainkanku, aku tahu kau Jimin."

"Sudahlah, kau sudah mabuk. Ayo kita pulang." lelaki itu mengambil tas hitam milik sang gadis, lalu mengenakannya tanpa rasa malu.

Saat lelaki itu berusaha membawa gadis itu untuk berjalan bersamanya, gadis itu mengelak. Ia terdiam di tempatnya.

"Ada apa lagi?" tanya lelaki itu, tampak kelelahan.

Gadis itu menatap ke lantai, "Kalau kau bukan Jimin, lalu dia dimana?"

Lelaki itu memelas. Ia melepaskan tangannya dari badan mungil gadis itu, "Pernahkah setidaknya kau memikirkanku?"

Gadis itu menggeleng sebagai jawaban, "Jimin." ia menatap lelaki itu dengan tatapan penuh kepedihan, "Aku harus bertemu dengannya. Ada yang harus kutanyakan padanya."

Lalu gadis itu berusaha berjalan dengan gontai, namun lelaki itu menariknya ke dalam pelukannya.

Gadis itu memberontak, "Lepaskan aku!" ia berusaha melepaskan tangan sang lelaki dari tubuhnya.

"Jebal.." ucap gadis itu pelan. Setitik air mata jatuh pada pipinya. Lelaki yang sedari tadi menatapnya dengan miris itu kini menghapus air matanya.

Lalu, tangannya perlahan beralih memegang leher gadis itu. Gadis itu terdiam seketika. Kemudian, dia menatap gadis itu dengan dalam.

Ia tersenyum miris, senyuman yang biasanya dapat kau temukan pada orang yang sedang menangismeskipun sekarang lelaki itu tidak menangis. Mungkin, di hatinya ia sedang menangis.

Perlahan, ia mendekatkan wajahnya kepada sang gadis, "Maafkan keegoisanku," bisiknya pelan dan dalam. Tepat sebelum ia menutup mata dan memautkan bibirnya dengan bibir gadis itu.

That Night. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang