Bangku yang kududuki terasa dingin, suasana sepi dan hening pun ikut membantu.
Sudah tidak ada orang lagi di kelas ini. Mereka semua sudah pergi sejak satu jam yang lalu.
Aku sendiri pun tidak tahu apa yang aku lakukan di sini.
Seketika, kepalaku pening. Suara itu muncul lagi.
Aku mencengkram bangku dengan tanganku, lalu berusaha dengan cepat mengambil botol obat yang kecil dari tasku.
Dunia seakan berputar-putar, mataku tidak begitu fokus lagi. Segera, aku menumpahkan satuㅡatau dua pil obat dan menelannya langsung.
Mataku terpejam. Kuatur napasku yang masih berderu cepat. Aku berusaha menegakkan badanku sekuat tenaga.
Dua menit kemudian, napasku mulai normal. Suara dengingan itu pun mulai mengecil. Dengan pelan, kubuka kedua mataku.
Dunia masih sama. Kelas itu masih sama.
Aku menghela napas dalam-dalam. Kepalaku masih terasa hampir pecah.
Jadi, aku harus melalui hari-hariku seperti ini? Menyedihkan.
Meskipun hal ini terjadi hanya satu hingga dua kali dalam sehari, ini sudah cukup menggangguku.
Aku harus meminum obatnya rutin tiga kali sehari dan juga terpaksa menelannya bulat-bulat saat hal itu berlangsung untuk mengurangi rasa sakitku.
Dan sementara pikiranku melayang entah kemana, ponselku berdering.
Kutarik napas dalam-dalam dan mengatur nada suaraku, "Jimin oppa," sapaku.
"Mian, aku baru bisa menelepon. Tadi ada rapat dadakan dengan member dan staff Big Hit," ucap Jimin.
"Eoh, gwaenchana." aku mengangguk-angguk sembari menatap lantai. (Tidak apa-apa)
"Kau sudah pulang?" tanyanya.
Kutatap jendela kelas yang lebar itu, "Hmm, sudah."
"Geureom, jigeum eodiya?" tanyanya lagi. Kali ini aku dapat mendengarkan deru napasnya. Sepertinya ia sedang berjalan. (Lalu, sekarang kau dimana?)
Aku tertegun, kakiku bergerak-gerak gelisah tanpa kusadari. "Di rumah makan.." Sepertinya masih belum lengkap. "Dengan Ara," tambahku.
"Ah, begitu rupanya. Kalau begitu makan yang banyak. Jaga kesehatanmu, arasseo?"
Aku mengangguk dan tersenyum tipis, "Nee, oppa."
"Kalau begitu aku matikan dulu. Aku sedang menuju ruangan Bang PD." ucapnya.
Dan kejadian beberapa hari yang lalu kembali muncul di kepalaku. Tentang Hyeon Ji dan agensinya.
"Aah, sepertinya kalian sering berbicara belakangan ini. Apakah ada hal yang sangat penting?" tanyaku.
"Eoh, sangat-sangat penting. Ini masalah uang." ucapnya spontan.
Uang? Kompensasi itu? Uang dari agency Hyeon Ji jika mereka mengkonfirmasi hubungan mereka?
Belum sempat aku mengatakan apa-apa, Jimin berkata, "Aku sudah tiba. Nanti kutelepon lagi. Annyeongg."
KAMU SEDANG MEMBACA
That Night.
Fanfiction[TELAH DITERBITKAN] Kejadian malam itu membuka mata Hee Young dan membuatnya menyadari bahwa mimpi serta angan-angannya memang dapat mejadi nyata. Tanpa ragu sedikit pun, gadis itu bertekad untuk meraih satu-satunya bintang yang menyinari hidupnya...