Aku mengaduk-aduk minumanku dengan pelan.
Hari ini, badanku benar-benar lemas. Namun aku mengabaikannya karena aku harus berada disini sekarang. Incheon International Airport.
Dapat kudengar Ara mendecak pelan, "Ya, ada apa denganmu hari ini?"
Aku berhenti mengaduk. Tanganku kuletakkan di ujung meja dengan malas, "Molla," Kuregangkan otot leherku, "Aku sedang tidak enak badan." (Tidak tahu)
Ara menatapku dengan cemas, "Setidaknya, jangan tunjukkan ekspresi seperti itu di hadapan Hyeri jika ia telah tiba."
Kusandarkan tubuhku lalu mengangguk-angguk, "Tentu saja."
Kami berdua berada disini untuk menunggu Hyeri. Pesawatnya akan berangkat hari ini ke Indonesia. Dia akan tinggal disana dan menjual rumahnya di Seoul.
Aku mendesah pelan, memikirkan kepindahan Hyeri semakin membuat hatiku sedih.
Belum lagi tentang Jimin yang tidak membalas kakaotalkku.
Aku kemudian melirik Ara sebentar.
Sepertinya aku harus menceritakan hal ini kepadanya.
Aku pun berdehem, "Ara-ya."
Ara yang sedang serius menatap layar handphonenya sekarang mengalihkan fokusnya kepadaku, "Eoh?"
"Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi berjanjilah.. Jangan berteriak disini. Arasseo?" Ujarku dengan lambat. (Mengerti?)
Kemudian Ara meletakkan handphonenya. Ia menegakkan tubuhnya lalu satu tangannya memegang lenganku, "Aku siap." Ucapnya sembari mengangguk mantap.
Aku menatap kedua matanya. Ara masih mengangguk, meyakinkanku.
Okay. Okay.
Aku menarik napas, lalu berkata, "Aku tahu kakaotalk Jimin."
Mata Ara membulat, mulutnya mulai terbuka, namun ia membungkamnya. Seakan ingat oleh janjinya tadi.
Kemudian dengan mata yang masih membulat, ia mendorong lenganku yang masih ada dalam genggamannya. Lalu, Ara duduk menyandar dan menggeleng-geleng padaku.
"Katakan padaku kau berbohong." Ucap Ara dengan ekspresi kaku.
Aku cemberut, "Aniya. Aku jujur. Seratus persen jujur."
"Jinjja? Heol. Apakah kau mendapatkannya dari sasaeng?" Ara mulai menebak, "Kau membayarnya berapa?" (Benarkah?)
Aku berdiri dan memukul bahunya. Lalu aku kembali duduk di kursiku, "Bukan seperti itu."
"Lalu dimana kau mendapatkannya?" Ia mengernyit.
Aku mengisyaratkannya untuk mendekat.
Ara bergerak mendekat dan aku mulai berbisik, "Dari Jimin."
Lalu Ara menjauh, kini ia menatapku seakan aku sudah gila.
"Hyeri pernah berjanji untuk mempertemukanku dengan Jimin. Akhirnya itu terjadi, Jimin meminjam handphoneku dan menambahkan dirinya sebagai teman kakaotalkku." Aku menjelaskannya dengan singkat, padat, dan jelas.
Kedua tangan Ara memukul meja. Seketika, perhatian tertuju pada kami. Pengunjung lain menatap kami dengan tatapan risih.
Aku berbalik, berusaha menutupi wajahku sementara Ara tersenyum dan meminta maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Night.
Fanfiction[TELAH DITERBITKAN] Kejadian malam itu membuka mata Hee Young dan membuatnya menyadari bahwa mimpi serta angan-angannya memang dapat mejadi nyata. Tanpa ragu sedikit pun, gadis itu bertekad untuk meraih satu-satunya bintang yang menyinari hidupnya...