What If

89.3K 8.4K 970
                                    

Aku mengganti posisi dudukku sedetik sekali.

Mataku melirik kesekeliling ruangan dengan gelisah. Jika ada orang yang melihatku, mereka akan berpikir aku sedang kehilangan benda yang paling berharga bagiku dan aku sedang mencarinya.

Kamarku berwarna putih bersih. Terdapat banyak poster yang kutempel tepat di samping pintuku. Kuamati poster-poster tersebut dari kanan ke kiri. Poster pertama adalah poster BTS yang serba putih yang tidak lain merupakan foto grup mereka saat N.O era tahun 2013. Itu adalah poster pertama yang kubeli. Saat itu, aku meminta Dawon untuk menemaniku membeli album BTS.

Sejak saat itulah, Dawon mulai berkata bahwa aku aneh karena menyukai boyband. Bagaimanapun, Dawon lebih aneh dariku. Karena di akhir tahun 2013, Dawon datang kepadaku dan menunjukkan surat dari FNC Entertaiment bahwa ia diterima sebagai trainee disana. Dia bahkan tidak pernah berkata ikut audisi. Bagaimanapun, aku turut bahagia untuknya.

Kembali ke poster, di sampingnya adalah poster BTS yang lain. Aku menyusunnya sesuai era-nya. Jika tidak cukup tempat, aku akan menempelnya dibawah dan mengurutkannya lagi.

Kutatap poster-poster tersebut dengan bangga. Kertas-kertas inilah saksi bisu rasa cintaku kepada BTS. Aku sengaja tidak membeli poster No More Dream karena aku memang tidak pernah menikmati era tersebut. Hal yang sangat disayangkan.

Aku yakin semua fans berharap mereka ada dan mendukung idolanya sejak awal.

Setidaknya, aku bisa berusaha untuk berada di sisi BTS selama yang aku bisa.

Kini, aku berdiri. Kutatap handphoneku yang kuletakkan di meja kecil di samping kiri tempat tidurku.

Nada dering handphoneku berbunyi sekali lagi. Aku menghela napas. Dawon menelepon lagi.

Sekarang adalah jam empat sore. Aku telah selesai berpakaian dan sebagainya. Sesuai instruksi Jimin, aku mengenakan baju terusan putih yang panjangnya di atas lututku.

Aku melangkahkan kakiku dengan ragu. Kuraih handphoneku yang sedang tidak berbunyi.

6 Panggilan Tak Terjawab.

Dia benar-benar gigih. Lalu, aku mengirim pesan kepada Ara.

HeeYoung: Aku akan pergi sekarang. Jika kau tiba lebih cepat, tunggu aku di gerbang masuk><

ChoiAra: Nee~

Setelah itu, aku mengaktifkan mode airplane di handphoneku sebagai antisipasi jika Dawon menelepon lagi.

Jika aku tidak mengangkat teleponnya, dia akan berpikir aku sedang sibuk dan ia tidak jadi mengajakku pergi.

Aku menyambar tas kecil dan kipas putih bertuliskan '박지민' milikku. Lalu, aku membuka rak sepatuku dan mengambil sepatu putih dan membawanya keluar.

Setibanya di pintu, aku berteriak, "Eomma! Na galge!" (Ibu! Aku pergi!)

Tepat setelah sepatuku terpasang, aku mendengar Ibuku menyerukan, "Geurae, josimhae ga!" (Baiklah, hati-hati dijalan!)

Aku membalas menyerukan, "Nee" lalu berdiri dan membuka pintu apartemen dengan perlahan.

---

Setelah perjalanan yang cukup lama, yaitu sekitar tiga puluh menit, aku tiba di tempat tujuan.

Aku berdiri di halaman luas Seoul World Cup Stadium. Tidak banyak orang yang berada di sekitar sini karena ticketing sudah dimulai, jadi sebagian para penonton sudah berada di dalam dan sebagian masih mengantri di bagian ticketing.

That Night. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang