Done

60.2K 6.5K 1.3K
                                    

Aku dapat merasakan ia mulai menjauh.

Perlahan, aku membuka mata dan mendapati matanya menatap lurus kepadaku.

Jimin menaikkan sudut bibirnya, tersenyum tipis sembari mengelus rambutku.

Aku balas tersenyum, lalu melirik ke kiri. Anak-anak tangga tersusun membuka jalannya.

Saat aku kembali menatap Jimin, ia juga barusaja mengalihkan pandangannya dari tangga.

Lalu, ia berjongkok lagi, "Kaja," ucapnya dengan senyum manis.

Aku mengangguk dan menaiki punggungnya sekali lagi. Ia berdiri dan mulai menaiki anak tangga.

Kueratkan pelukanku kepada Jimin sembari tersenyum lebar.

"Ah, aku lupa bertanya, kau tinggal di lantai berapa?", tanyanya sembari masih terus menaiki anak tangga.

"Tujuh belas," ucapku singkat.

Dan ia berhenti seketika. Jimin menoleh kebelakang hanya untuk menatapku, memastikan apakah aku jujur atau tidak. Aku membalas dengan menunjukkan wajah meyakinkan sembari mengangguk-angguk.

Jimin pun menghela napasnya, "Woah.. Mangaetda." (Aku hancur /I'm screwed)

Aku terkekeh. Mari kita lihat sampai mana kemampuannya.

Jimin mengangkatku sedikit untuk memperbaiki posisi dan menarik napas dalam-dalam. Ia pun kembali menaiki anak tangga.

"Hwaiting!" bisikku sembari menyenderkan kepalaku.

Kupejamkan mataku lagi.

Tolong, seseorang, siapapun itu. Tolong hentikan semua jarum jam yang ada di dunia ini. Kumohon hentikanlah waktu untukku. Saat ini saja. Dan terus begini.

---

Hari ini goodbye stage BTS. Jimin memintaku untuk datang, wajib, katanya.

Oleh karena itu, setelah pulang kuliah, aku segera mengganti pakaian di toilet terminal kereta api bawah tanah. Karena jika aku pulang sekarang, aku akan terlambat. Lagi pula aku hanya mengganti dressku.

Setelah cukup yakin terhadap penampilanku, aku pun berjalan keluar dari toilet itu. Dengan cepat, aku keluar dari terminal bawah tanah dan berjalan menuju halte bus.

Nyatanya, aku dapat mengatasi penungguan yang terhitung cukup lama itu. Nyaris dua puluh menit kuhabiskan dengan duduk diam di halte sembari mendengar lagu-lagu BTS. Setelah itu, bus yang kutujui pun tiba dan membawaku pergi.

Aku kembali menatap gedung itu lagi.

Mnet Building.

Dan hal itu mengingatkanku pada kejadian itu. Dimana aku menangis sejadi-jadinya hanya karena mantan Jimin.

Aku mempercepat langkahku, menuju backstage dengan lancar karena aku sudah mendapatkan izin dari resepsionis, tentu saja dengan bantuan Sejin dari belakang.

Akhirnya aku menemukan ruangan BTS. Aku tersenyum lebar dan berlari ke pintu itu.

Tanganku pun meraih engsel pintu.

Kreek.

Bunyi pintu terbuka.

Tapi bukan, bukan aku yang membukanya. Pintu yang berada di hadapanku masih tertutup rapat.

Aku menoleh. Dan mendapati Dawon menatapku terkejut.

Segera, ia menutup pintu di belakangnya. Dan aku dapat melihat kertas dengan nama SF9 tertempel di pintu putih tersebut.

That Night. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang