HeeYoung's POV
Kuangkat bantalku dan kubiarkan benda itu menutupi wajahku.
Air mata terus mengalir di pipiku, membasahi seprai tempat tidurku. Tanganku membungkam mulutku agar isakanku tidak terdengar. Badanku bergetar hebat, bahkan untuk bernapas pun terasa sulit.
Pintu kamarku terkunci dan Ibuku akan mengetuk pintu lalu mengingatkanku untuk makan malam.
Sudah tiga malam aku mengabaikan panggilan itu. Sudah tiga malam aku menangis hingga mataku memerah.
Perih yang kurasakan begitu dalam. Perasaan bahwa kau tahu kau tidak berharga bagi seseorang, perasaan bahwa selama ini kau hanya membodohi dirimu sendiri.
Aku sungguh ingin berpendapat bahwa aku satu-satunya yang salah di sini. Bahwa hanya aku yang salah mengambil kesimpulan. Tetapi rupanya aku masih memiliki sedikit sisa keegoisan, aku masih tetap menyalahkannya.
Lalu kenapa ia berkata bahwa dia tidak akan memberhentikanku jika aku berharap lebih kepadanya?
Aku tidak tahu.
Meskipun aku memikirkan banyak hal tiap malamnya, air mataku tidak juga berhenti mengalir.
Aku bahkan menelepon Ara dan Hyeri untuk menceritakan segalanya. Meskipun mereka memberikan semangat kepadaku, keesokan harinya aku akan menangis sendirian lagi di kamar.
People said you'll end up very disappointed if you grow up thinking everyone has the same heart as you do.
And I think thats why I'm fxxked up now.
---
Ting
Sore itu, suara bel apartemenku berbunyi. Segera aku berlari sedikit menuju pintu dan mendapati paketku yang telah tiba.
Aku menandatanganinya dan membawa satu kardus penuh yang sedikit berat menuju kamarku.
Setelah bersusah-payah, akhirnya barang tersebut tiba tepat di depan lemariku.
Kuhela napasku dan berjalan untuk mengambil cutter, lalu aku duduk dengan pelan di hadapan dus tersebut.
Dengan hati-hati, aku membuka paket tersebut. Dan akhirnya isinya pun terlihat.
Kupandangi isi paket itu dengan nanar. Ratusan album Wingsku sudah tiba. Aku telah memesannya di toko CD yang cukup jauh dari Seoul. Tujuannya agar aku memiliki peluang lebih banyak untuk mendapatkan tiket fansigning.
Yeah, this is how it works.
Mengenai comeback BTS, aku belum pernah datang untuk menonton secara live satu kalipun selama empat hari belakangan ini. Meski begitu, kuharap mereka akan segera mendapatkan first winnya.
Kuambil salah satu album tersebut dan membuka plastiknya dengan pelan.
Aku membukanya secara perlahan dan sebuah photocard pun jatuh ke lantai.
Jimin.
Mataku tertuju pada wajah Jimin di photocard tersebut. Ini pertama kalinya aku tidak tersenyum sembari menatap wajahnya.
Lalu, kubalik lembar-lembar photobook itu secara perlahan. Setelah itu kuselipkan photocard Jimin dan kukembalikan ke dalam dus.
Aku merasa sesak setiap kali melihat wajahnya.
Aku pun berdiri dan segera mengenakan hoodie navyku dan berjalan keluar dari apartemen.
Kulangkahkan kakiku menuju kemana pun, udara yang tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas menerpa wajahku dengan damai. Dedaunan masih berjatuhan. Kumohon, waktu, cepatlah berlalu. Aku ingin musim dingin cepat datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Night.
Fanfic[TELAH DITERBITKAN] Kejadian malam itu membuka mata Hee Young dan membuatnya menyadari bahwa mimpi serta angan-angannya memang dapat mejadi nyata. Tanpa ragu sedikit pun, gadis itu bertekad untuk meraih satu-satunya bintang yang menyinari hidupnya...