Story

63.8K 5.1K 1.3K
                                    

kindly play the multimedia
'Kim Yeonji - Words In My Heart'

Aku terbangun karena merasakan gerakan pada bahuku.

Kubuka mataku perlahan. Samar-samar cahaya ruangan mulai masuk dan jatuh ke retinaku. Aku berkedip-kedip dan menegakkan badanku. Rupanya aku tertidur di depan Hee Young.

Aku menoleh ke belakang dan mendapati Ibu Hee Young tersenyum hangat padaku.

"Mian, aku harus membangunkanmu karena sepertinya Dokter akan datang sebentar lagi." Ucapnya dengan hati-hati. (Maaf)

Masih belum sepenuhnya sadar, aku mengangguk pelan, "Ah.. Ne gwenchanayo." (Iya tidak apa-apa)

Wanita itu kemudian berjalan menjauh, ia kemudian membuka tirai jendela pada ruangan itu. Cahaya matahari mulai masuk dan memberikan sedikit warna pada ruangan bercat putih itu. Seakan memberi secercah harapan bagi kami.

Kurenggangkan otot-ototku lalu beranjak dari kursi yang kududuki sepanjang malam. Pandanganku sekali lagi tertuju pada gadis yang masih tetap terbaring lemah di ranjang itu.

"Aku khawatir. Hee Young belum sadarkan diri sejak kemarin.." Ucap wanita yang sedang menatap kosong ke arah jendela itu.

Aku membasahi bibirku dan berkata dengan pelan, "Semoga Dokter bisa menemukan jalan keluarnya."

Ia mengangguk samar, lalu menghela napas, "Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa puteriku.."

Kutundukkan kepalaku, "Jangan begitu, eomonim. Mari kita berharap yang terbaik untuk Hee Young."

Ibu Hee Young kini menatapku, "Kau tidak pulang?"

"Aku sudah izin ke manajerku untuk tidak ikut latihan selama tiga hari..," jawabku.

Ia mengernyit, "Kau boleh melakukan itu? Bukannya sekarang kau sudah debut?"

Aku mengangguk, "Ne, aku diperbolehkan karena aku mengatakan bahwa keluargaku akan menjalani operasi." Lalu aku melanjutkan, "Lagi pula beberapa hari ke depan aku tidak memiliki schedule penting,"

Ibu Hee Young lalu mengangguk mengerti. "Geurae, Dawon-ah. Terimakasih banyak," Ia kini tersenyum, "Selama ini hanya kau yang terus berada di sisi Hee Young. Aku sangat bersyukur Hee Young memiliki teman sepertimu."

Aku tersenyum tipis.

Sayangnya aku ingin lebih dari teman.

"Ah, bukan apa-apa, eomonim."

Ia lalu berjalan menuju meja di samping pintu, "Aku tadi membeli handuk dan kaos untuk berjaga-jaga kau ingin mandi di sini." Ucapnya dengan postur menyerahkan kedua benda itu padaku.

Aku berjalan mendekat, "Gomawoyo, eomonim." lalu mengambil benda itu.

Ibu Hee Young tersenyum lembut padaku, "Rasanya seperti memiliki anak laki-laki."

Kuangkat kedua alisku, lalu terkekeh. Ibu Hee Young jauh lebih hangat daripada Ibu kandungku sendiri. Oleh karena itu aku sering berada di rumah Hee Young sejak saat aku masih tujuh tahun, meskipun rumah mereka sepi karena hanya dihuni oleh dua orang, tetapi tempat itu sungguh terasa seperti rumah.

That Night. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang